Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembangunan Berbasis Komunikasi Partisipatif

29 Oktober 2023   21:56 Diperbarui: 29 Oktober 2023   22:02 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh jenis pembangunan yang tidak menerapkan komunikasi partisipatif. Foto: https://www.suaradewata.com

Konsep tentang pembangunan mulai berubah sejak tahun 1970-an. Dalam hal ini, ada pergeseran definisi dari yang semula bersifat deterministik menuju ke pemahaman yang lebih konstruktif-kualitatif. Rogers dan Shoemaker (1971) merangkum sebuah definisi terkait perubahan sosial yang terarah. Sebuah proses keterlibatan yang luar biasa terkait perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, pada dasarnya mampu menciptakan kemajuan sosial (kesetaraan, kebebasan) bagi mayoritas masyarakat melalui pengontrolan atas lingkungan mereka (Rogers, 1976b: 133).

Para pakar lain mendefinisikan pembangunan dengan memasukan aspek lain terkait bebas dari struktur kelas, para karyawan yang cerdas, relasi dengan orang lain, dan upaya melindungi alam. Definisi terkait perubahan yang terarah kemudian diturunkan ke dalam beberapa poin penting.

Pertama, perubahan sosial yang terarah ini berkaitan dengan kesetaraan distribusi informasi dan manfaat lainnya dari pembangunan. Penekanannya adalah kelompok yang paling miskin yang hidup di daerah terpencil. Keterbukaan informasi diupayakan agar celah atau gap antara yang miskin dan yang kaya bisa diatasi.

Kedua, partisipasi aktif masyarakat di level akar rumput (grassroot). Tujuan Gerakan akar rumput adalah untuk memberi ruang kebebasan yang sama bagi setiap individu dan kelompok dalam mengutarakan gagasan, pendapat, atau kebutuhan-kebutuhan tertentu terkait kehidupannya.

Ketiga, kemandirian masyarakat lokal dalam menentukan arah perkembangan dan pembangunan. Kemandirian digagas demi menghilangkan rasa ketergantungan yang penuh masyarakat lokal atas pengaruh-pengaruh dari luar.

Keempat, sinkritisme budaya lama dan baru dengan tujuan menambah kekayaan pada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang ada. Perpaduan nilai-nilai yang lama dan baru tidak boleh men-down grade salah satu. Keduanya harus memberi cita rasa yang kaya pada sebuah nilai budaya tertentu.

Dalam paradigma partisipatif, prioritasnya adalah pada keikutsertaan publik dalam membuat sebuah keputusan. Kebutuhan sebuah kelompok masyarakat dalam komunikasi partisipatif memungkinkan adanya dialog interaktif antara pembuat keputusan dan masyarakat atau komunitas yang menjadi target perubahan sosial (Mowlana dan Wilson, 1988; Servaes, 1985). Keikutsertaan masyarakat yang tergabung dalam sebuah komunitas, pada gilirannya mampu memperkecil upaya dominatif yang dilakukan oleh para pembuat keputusan. Dengan melibatkan peran aktif -- paradigma partisipatif ini -- goal utama terkait pembangunan yang terarah dapat dicapai dengan baik.

Konflik vertikal terjadi di Pulau Rempang terkait relokasi warga untuk pembangunan. Foto: https://www.thinkchina.sg
Konflik vertikal terjadi di Pulau Rempang terkait relokasi warga untuk pembangunan. Foto: https://www.thinkchina.sg

Post-strukturalis, postmodern, post-kolonial, dan teori komunitarian pada dasarnya mengedepankan strategi komunikasi partisipatif. Penegasan teori komunitarianisme sejatinya mengarahkan kita pada pemahaman bahwa pendekatan partisipatif merupakan salah satu cara untuk memperoleh kebaikan bersama (bonum commune) dan keadilan sosial (social justice). Selain dilihat sebagai sebuah pendekatan, paradigma partisipatif juga dilihat sebagai pendekatan terakhir yang selalu digunakan dalam menginternalisasikan program pembangunan (Ascroft dan Masilela, 1989: 12; Dervin dan Huesca, 1997).

Paradigma partisipatif jika didalami secara kritis tentu bergerak maju untuk menangkal berbagai pendekatan yang dominatif dan terlalu birokratis dalam kehidupan bersama. Pendekatan yang dominatif, dalam hal ini, dapat berupa pengambilan keputusan yang bersifat top-down. Diaz-Bordenave (1980), salah satu sosiolog asal Amerika Latin menyebut pendekatan partisipatif bertujuan "melawan" tindakan arogansi yang dilakukan dengan mekanisme komunikasi top-down.

Paradigma partisipatif, dengan demikian memberikan peluang bagi masyarakat akar rumput (grassroot) untuk memberikan opini (to speak up) terkait ruang gerak pembangunan yang akan dilakukan. Partisipasi tentu ada dalam kerangka berpikir kooperatif, saling terbuka, mendengar-melihat, sekaligus sebagai bagian dari etika bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Partisipasi adalah proses pemberdayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun