Resiko "turun gunung" sejatinya cukup berat untuk SBY dan Demokrat. Aksi turun gunung kali ini tentunya berbenturan dengan strategi politik di lembah. Di lembah, sebagai medan pertarungan politik real, SBY dan Demokrat harus mengikuti komando panglima tim pemenangan, yakni Prabowo Subianto yang notabene tegak lurus dengan visi keberlanjutan. Sementara dalam visi "turun gunung," Demokrat masih membawa spanduk bertuliskan "Perubahan."
Politik itu dinamis. Umpatan dinamis membuat postur politik harus lekak-lekuk. Artinya, politik tidak pernah berjalan di atas rel kepastian. Harold Lasswell seorang pakar komunikasi politik pun mendefinisikan politik demikian: "Politic is all about who gets what, when, and how." Dalam lajur politik, kekuasaan selalu berkaitan dengan siapa memperoleh kekuasaan, kapan mereka memperolehnya, dan bagaimana cara memperolehnya. Dari definisi Harold Lasswell, kekuasaan menjadi poin penting yang harus direfleksikan. Goal politik, dengan demikian terarah pada perebutan kekuasaan. Waktu dan cara mencapainya, masih harus dipersiapkan.
Dinamisnya situasi politik, membuat Partai Demokrat memilih opsi mendukung salah satu bacapres pada kontestasi Pilpres 2024 yang akan datang. Setelah sekian lama maju-mundur, berdebat sana-sini, berdialog, move on dari Koalisi Perubahan, sekaligus lobi ke rumah-rumah koalisi, kini Partai Demokrat menyatu dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) mendukung bacapres Prabowo Subianto. Pilihan politik Demokrat tentunya membuat ruang interpretasi politik Tanah Air semakin meruncing.Â
Sebelumnya, Demokrat dikabarkan akan masuk ke kandang banteng PDI-Perjuangan. Bahkan retorika berbau puji-pujian sempat berlabuh ke PDI-Perjuangan sebagai tricky mengecek ombak. Benny K Harman salah satu kader Partai Demokrat bahkan menilai bahwa Demokrat lebih tepat berada di rumah Megawati Soekarnoputri. Lika-liku tuturan politik Demokrat ini, justru kini berhasil dipukat Koalisi Indonesia Maju (KIM) besutan Prabowo Subianto.
Pilihan mendukung Prabowo Subianto dan bergabung dalam tim Koalisi Indonesia Maju (KIM), bagi Demokrat bukanlah aksi nekat semata. Ketua Mejelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahkan pasang badan dalam memenangkan pertarungan pada Pilpres 2024 mendatang. Diksi "turun gunung" yang sempat dilontarkan SBY setahun yang lalu, kini digaungkan kembali di atas mimbar pertarungan politik dan disaksikan rekan koalisi partai di markas besar Prabowo Subianto.
"Saya yakini, dengan izin Allah, masa Pak Prabowo untuk memimpin kita semua adalah melalui Pilpres yang akan datang. For you, saya siap turun gunung," kata SBY di kediaman Prabowo Subianto, Minggu (17/9/2023).
SBY tak tanggung-tanggung siap turun gunung demi memenangkan Prabowo Subianto. Kata "turun gunung" merupakan bahasa kiasan yang mengandung beragam makna. Kata "turun gunung" bisa saja berarti SBY berani melepas "singgasana" kecikeasannya selama ini dan mulai melumpur bersama di tim koalisinya yang baru.Â
Kata "turun gunung" juga bisa berarti SBY dan Demokrat berani melakukan apapun demi memenangkan jagoannya Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 nanti. Akan tetapi, semuanya ini hanyalah interpretasi yang lepas dari isi tuturan SBY sebagai komunikator. Hal menarik yang mungkin menjadi satu poin sejarah adalah perjumpaan SBY dan Prabowo Subianto membawa ingatan kita pada nostalgia Pilpres 2019 lalu.Â
Kala itu, Partai Demokrat bergabung dengan tim koalisi pendukung capres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan dijuluki tim koalisi gemuk. Peristiwa lima tahun yang lalu seolah-olah terulang kembali.Â
Perbedaannya sekarang, dalam kata-kata sambutan SBY saat ini, mimpi menjadikan Prabowo Subianto sebagai presiden yang akan datang sangatlah optimistis. "Masa Pak Prabowo untuk memimpin kita semua adalah melalui Pilpres yang akan datang." Tidak ada kesempatan lain, selain Pilpres yang akan datang.
Sekarang SBY sudah meneriakkan jargon "turun gunung" setelah bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM). Langkah selanjutnya adalah membuat peta pertarungan di lembah politik.Â
Artinya, setelah 10 tahun berada di puncak gunung, SBY kini turun untuk melihat realitas pasti di medan pertarungan politik. Aksi turun gunung tentunya berhadapan dengan bergama resiko di lembah perang. Dua kemungkinan yang akan dijadikan strategi pemenangan ketika turun gunung adalah mengikuti strategi politik panglima pertarungan, yakni Prabowo Subianto atau memaksakan strategi politik lama yang menjadi jargon Demokrat, yakni perubahan.Â
Strategi politik panglima tentu tegak lurus dengan marketing politic selama ini, yakni keberlanjutan program Joko Widodo. Strategi politik panglima, hemat saya sudah pasti akan berbenturan dengan semangat komando perubahan dari Demokrat. Pertanyaannya "Apakah visi perubahan masih mempunyai ruang untuk diimplementasikan saat SBY-Demokrat sudah bersedia turun gunung?"
Pilihan SBY untuk turun gunung tentunya harus diimplementasikan -- setidaknya ikut merumuskan peta strategi pemenangan jagoan Prabowo Subianto. Kata "turun gunung" kini sudah menyebar luas dan disitasi beberapa kali di tagline berita nasional. Artinya, kekuatan kata-kata "turun gunung" ini, kini dinantikan progres pendaratannya.Â
Jika memang SBY turun gunung, artinya SBY optimis bahwa bacapres Prabowo Subianto bakal menang dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Publik tinggal menunggu manuver-manuver selanjutnya pasca diksi "turun gunung" dihidangkan ke publik. Seperti apa manuver politik "turun gunung?" Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H