Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mendeteksi Pengkhianat dalam Tubuh Koalisi Perubahan

1 September 2023   12:49 Diperbarui: 3 September 2023   22:18 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunikasi politik para elite politik akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Di bawah tema koalisi, para petinggi partai, tak jauh dari aksi bersilat lidah. Di rumah koalisi, komunikasi lintas partai seperti tak terarah lagi. Transparansi dalam berkomunikasi, justru hilang ditelan ego dan libido berkuasa.

Kejutan demi kejutan datang silih berganti. Tak hanya kabar terkait Cak Imin (PKB) yang tak dilibatkan dalam diskusi perubahan nama koalisi baru, yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM) besutan Prabowo Subianto, sekarang Demokrat justru merasa dipermainkan lantaran Nasdem sebagai teman serumah koalisi, justru kini dikabarkan akan menggandeng Cak Imin (PKB) untuk maju mendampingi Anies Baswedan di kursi calon wakil presiden (cawapres). Pukulan keras tentunya mendarat di hati Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dalam rumah koalisi, bau-bau pengkhianatan menusuk ke ke kediaman Demokrat. Lantas, kenapa?

Sejenak, iklim politik Tanah Air semakin tak terselami insting interpretasi. Sebagai sebuah seni dari segala kemungkinan, politik terus menjadi rumah singgah yang tak betah untuk didiami. Hari ini muncul nama AHY, besok justru Cak Imin terlihat tertawa kekeh di kursi cawapres mendampingi Anies Baswedan. Mungkin inilah semangat Koalisi Perubahan yang sebenarnya -- persatuan untuk perubahan. Dalam ruang laboratorium koalisi, Nasdem memiliki target sendiri untuk menggandeng orang yang tepat mendampingi Anies Baswedan. Ketum Nasdem Surya Paloh, bahkan menyetujui bahwa Anies cocok menggandeng Cak Imin (PKB) sebagai tim pengusung menuju perubahan.

Inisiatif sepihak Nasdem, tentunya membuat Demokrat kecewa. Juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengklaim Nasdem dan Anies pantas dicap pengkhianat. Menurut Herzaky, Nasdem dan Anies telah membuat politik bangsa ini menjadi semata ajang permainan. Herzaky merasa Nasdem dan Anies telah mempermainkan Demokrat selama satu tahun menjalin tali koalisi. Bahkan, rencana dan keputusan untuk menggandeng Cak Imin dan PKB dalam peta Koalisi Perubahan sama sekali tak melibatkan Demokrat. Ibarat pernikahan, Nasdem justru membawa pasangan lain di meja ijab kabul.

Jika, memang Nasdem telah membuat langkah-langkah politik secara diam-diam, pertanyaannya siapa yang sebenarnya berkhianat? Anies Baswedan ataukah Surya Paloh sebagai nahkoda Nasdem? Ketika ditanyai wartawan, Surya Paloh justru menjawab santai "Apakah orang seperti saya punya bakat sebagai pengkhianat?" Pertanyaan wartawan hanya berhenti di situ. Jawaban Surya Paloh, hemat saya memang membutuhkan banyak interpretasi ekstra untuk didalami. Surya Paloh tidak bisa memberikan jawaban apa-apa, karena memang yang berinisiatif untuk menggandeng Cak Imin adalah dirinya. Dalam peta politik Surya, Cak Imin mampu menambal celah-celah kekhawatiran yang dialami capres Anies ke depan. Sedangkan AHY (Demokrat) mungkin kurang mampu menjawab tantangan yang dialami Anies -- merengkuh suara konstituen berbasis NU (Jawa Tengah dan Jawa Timur).

Jika bukan Surya Paloh, cap pengkhianat pun jatuh ke sosok capres Anies Baswedan. Dalam surat kecilnya, Anies sempat menulis bahwa dirinya meminta AHY mendampingi posisinya di bursa Pilpres 2024 mendatang. Kata hati Anies adalah suara "minor" yang belum sepenuhnya disetujui Nasdem saat itu. Meski hati Anies ke AHY, akan tetapi suara mayoritas anggota koalisi masih memilih yang lain. Anies kemudian dikabarkan duet dengan Cak Imin yang tak lagi mendapat bangku istimewa di Koalisi Indonesia Maju mendampingi Prabowo Subianto. Anies seperti tak memiliki kekuatan apa-apa dalam menentukan siapa bacapres yang pantas untuk dirinya. Padahal, dalam berbagai diskusi politik akhir-akhir ini, ketika ditanya soal siapa bacapres yang akan mendampingi Anies, masing-masing partai dalam Koalisi Perubahan serempak menjawab "semua tergantung capres Anies Baswedan."

Surya Paloh (Nasdem) dan Anies kini mendapat cap baru, yakni pengkhianat. Surya Paloh (Nasdem) sebagai ketum seharusnya memanggil Demokrat dan partai pengusung Anies lainnya untuk berdiskusi soal partai apapun yang hendak bergabung ke rumah Koalisi Perubahan. Inilah yang saya maksudkan dengan etika komunikasi (politik). Komunikasi politik yang intens di antara sesama partai koalisi, hemat saya justru akan membuat citra koalisi dan kandidat yang diusung semakin baik. Tak adanya komunikasi yang baik, berarti ada yang tengah disembunyikan. Surya Paloh sebagai Ketum Nasdem pasti akan dicap pengkhianat oleh Demokrat. Sedangkan Anies sebagai capres yang diusung tentunya menjadi alternatif korban yang akan diklaim Demokrat sebagai capres pengkhianat.    

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun