Postur militer itu tegap, tegas, berwibawa, dan sangat sigap. Postur militer melekat pada sosok Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketika TNI bermasalah, ia memiliki wilayah hukum yang berbeda. Ia akan diadili di ruang Peradilan Militer. Pertanyaannya, "Apakah di balik UU Peradilan Militer, postur militer tetap melekat?"
Menurut data survei yang dilakukan oleh Lembaga Indaktor Politik Indonesia (11-17 April 2023), TNI masih menempati urutan teratas (94,6%) sebagai lembaga yang paling dipercayai masyarakat, menyusul lembaga lain, seperti Presiden (92,8%), Kejaksaan Agung (80,6%), Pengadilan (77,8%), Polri (73,2%), dan KPK (72,4%). Angka ini tentunya menjadi "tongkat prestasi" yang harus dijaga oleh institusi TNI secara konsisten.
Indeks kepercayaan masyarakat terhadap institusi TNI memang selalu naik tiap tahun. Angka kenaikan ini bukanlah sebuah pencapaian yang mudah. Di balik semua pencapaian yang diperoleh, TNI tentu bekerja sangat keras untuk menyentuh hati masyarakat. Akan tetapi, beberapa hari belakangan ini, muncul berita terkait penangkapan dua perwira TNI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya diduga terlibat dalam kasus suap. Awalnya, kasus ini ditangani oleh KPK. Akan tetapi, TNI kemudian mengambil-alih kasus yang ada dengan mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Sistem peradilan militer tentunya tak jauh berbeda dari sistem peradilan umum. Akan tetapi, rasa was-was dari sejumlah kalangan juga tak mampu dibendung ketika TNI mengambil-alih kasus yang menimpa kedua perwira mereka. Kecurigaan dan kekahwatiran pasti ada. Ada anggapan bahwa Undang-Undang Peradilan Militer memberi peluang impunitas bagi mereka yang dianggap bersalah. Sementara pihak TNI mengklaim bahwa prajurit TNI yang dianggap melanggar akan dihukum sesuai aturan yang berlaku di Peradilan Militer. Â
Mata masyarakat saat ini memang tengah tertuju pada TNI. Pasca penetapan tersangka kasus dugaan suap di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) yang melibatkan Kepala Basarnas periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto, TNI sontag menjadi perhatian publik. Menariknya penetapan tersangka Henri dan Afri oleh KPK justru menuai protes dari TNI, khususnya dari Pusat Polisi Militer TNI. Bagi TNI proses penyelidikan yang melibatkan anggota TNI aktif harus diserahkan kepada Peradilan Militer sebagai lembaga yang berwenang. TNI merasa, ranah penyelidikan dan penyidikan anggota TNI menjadi wewenang Peradilan Militer, bukan KPK.
Langkah TNI mengambil-alih proses penyelidikan kasus dugaan suap yang melibatkan Henri dan Afri, tentunya diterima baik oleh KPK. Pihak KPK bahkan memberikan wewenang sepenuhnya kepada lembaga Peradilan Militer agar mengusut tuntas dugaan kasus suap yang tengah bergulir di tubuh Basarnas. Akan tetapi, penyerahan wewenang pengusutan ini tidak serta-merta mendapat respon positif dari sejumlah kalangan. Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, penyerahan wewenang penyelidikan kasus dari KPK ke Pusat Polisi Militer adalah langkah yang keliru. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai kasus dugaan suap yang menimpa dua perwira TNI merupakan jenis kejahatan khusus. Untuk itu, KPK seharusnya berwenang menangani kasus tersebut, bukan Peradilan Militer.
Dua tegangan ini memang terlihat di permukaan. Meski terlihat menegangkan, TNI justru tetap berpegang teguh pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. UU Peradilan Militer tetap dipakai oleh TNI dalam mengadili para prajurit yang bermasalah. TNI berjanji untuk menjamin segala prosedur penanganan kasus dapat berjalan dengan baik, meski banyak protes dan kritik yang datang dari berbagai kalangan. Dari komitmen TNI, kata kunci penegakan keadilan-lah yang bisa dijadikan pegangan oleh publik dalam menangani kasus yang ada. Publik menunggu komitmen TNI agar bersikap adil dan transparan-terbuka terhadap para perwira yang diduga terlibat suap.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memperkuat suara komitmen bersama TNI dalam menangani masalah yang menjerat anggotanya. Menurut Yudo Margono, para prajurit TNI yang bermasalah pasti akan diproses secara hukum dan tanpa impunitas. Komitmen ini bukan pembelaan semata dari institusi TNI agar para tersangka diadili di Peradilan Militer. Akan tetapi, pernyataan Yudo Margono menjadi komitmen TNI dalam menjaga institusinya tetap bersikap adil dan tidak kebal hukum.
Publik tentu akan menunggu dan mengawal semua progres hukum yang akan dilaksanakan oleh Pengadilan Militer. Keseriusan TNI justru akan membuat publik lebih menaruh trust pada sistem kelembagaan dan peradilan TNI. Keraguan yang datang dan mencuat di beranda media saat ini tentunya hanya karena kasus yang ada, terlebih dahulu ditangani oleh pihak KPK. Jika TNI sigap dari awal menangani kasus dugaan suap ini tanpa intervensi KPK, maka gemuruh suara kritikan dan kekhawatiran publik pun tak seramai sekarang.
Berkaca dari survei yang ada, TNI hingga saat ini masih menduduki poin teratas sebagai salah satu institusi yang mendapat kepercayaan besar dari masyarakat. Indeks kepercayaan masyarakat terhadap institusi TNI justru akan menurun, jika sistem peradilan yang dikhususkan -- Peradilan Militer -- memberikan "keringan hukum" bagi mereka yang menjadi tersangka.