Elektabilitas Partai Golongan Karya (Golkar) akhir-akhir ini digembar-gembor dengan berbagai isu yang kurang sedap. Beberapa diantaranya adalah isu saling sikut di serambi internal partai, isu soal ketua umum (ketum) partai Airlangga Hartarto yang belum mengambil sikap untuk Pilpres 2024, hingga isu panas pergantian pemimpin melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) bergulir begitu saja di depan publik. Satu per satu tim pakar Golkar dicomot untuk memberikan klarifikasi di beberapa podcast. Semakin banyak premis yang dilontarkan, semua isu tetap menjadi kabar tak bertuan.
Pertanyaannya: "Benarkah Golkar sedang tidak baik-baik saja?" Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto justru mengklaim bahwa partai berlambang beringin itu sedang baik-baik saja. "Golkar tidak ada munaslub!" tegas Airlangga. Ketika pertanyaan ditujukan langsung kepada nahkoda partai, jawaban yang dilontarkan seharusnya membuat publik tenang. Airlangga sebagai nahkoda partai merasa kapal yang dikendalikannya tengah berjalan sesuai kompas. Tak ada yang perlu dipermasalahkan. "Tak ada munaslub!" Â
Jawaban Airlangga Hartarto tentunya tidak bisa menjadi acuan pasti ketika ada isu lain yang menyebut nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut diklaim "tengah" memberi sinyal untuk menahkodai Golkar jika diberi kepercayaan. Pernyataan Luhut sejatinya adalah kode bahwa memang ada upaya untuk membuat semacam perubahan di tubuh beringin. Upaya ini ditengarai oleh sikap Airlangga yang hingga saat ini belum membuat keputusan apapun terkait bursa capres pada Pemilu 2024.
Dalam wawancara eksklusif dengan Jurnalis Senior Kompas TV Rosianna Silalahi, Luhut menyatakan siap menjadi ketum Golkar jika diminta. Pernyataan "siap" dan mau jika diminta dan didukung oleh kader Golkar merupakan sebuah indikator bahwa Golkar tengah diutak-atik. Utak-atik Golkar dalam hal ini tengah disiasaati agar premis umum partai selama ini terkait "ketidakpuasaan terhadap Ketum Airlangga Hartarto" bisa terobati. Jawaban Luhut yang gamblang di studio Rosi sejatinya pelan-pelan "mengobati" rasa galau beberapa kader Golkar yang kurang puas dengan performa Airlangga.
Jika dikritisi lebih mendalam, isu-isu yang bergulir di ruang digital saat ini sejatinya tengah mengarah ke sosok Airlangga Hartarto. Arah bola panas menuju Airlangga semakin diperjelas dengan pernyataan Anggota Dewan Pakar Partai Golkar. Ridwan Hisjam sebagai salah satu Anggota Dewan Pakar Partai Golkar bahkan secara terang-terangan meminta Airlangga untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua umum partai. Ridwan meminta Airlangga mundur sebagi buntut dari pemeriksaan Airlangga selama 12 jam di Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng. Airlangga tentunya merasa terpojok. Bahkan ia hanya tersenyum ketika ditanyai soal pernyataan Luhut siap jadi ketum jika diminta.
Seperti halnya Partai Demokrat, rumah tangga Golkar mulai diusik. Kebijakan Dewan Pakar Golkar untuk memberikan batas waktu kepada Airlangga agar mendeklarasikan diri sebagai calon presiden (capres) hingga akhir Agustus 2023 ini merupakan sebuah pukulan halus dari dalam. Airlangga seperti tenang-tenang saja ketika beringin mulai goyang. Tak seperti ketum-ketum lain pada umumnya, Airlangga lebih kalem. Ia seperti berjalan sendiri. Ia lebih memilih tenang ketimbang memberontak dan gertak. Sikap Airlangga yang tetap tenang justru tidak menjadi indikator bahwa Partai Beringin harus dibawa komando militer.
Hemat saya, di meja kepemimpinan, intonasi soal keadaan "baik-baik saja" justru apik dipelihara. Pernyataan "Golkar tengah baik-baik saja" bahkan ikut dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet). Bamsoet mengatakan bahwa Golkar tengah baik-baik saja. Menurutnya, konsolidasi partai secara internal masih terjalin dengan baik. Tak hanya Wakil Ketum Golkar Bambang Soesatyo, Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono juga menyatakan hal yang sama. Dave menekankan bahwa isu munaslub untuk menggantikan Airlangga sejatinya tidak ada. Di sini, nada-nada optimistis justru lahir dari suara para pemimpin. Tak ada munaslub. Tak ada pergantian pemimpin. Dan tak ada kegaduhan yang luar biasa.
Jadi, isu yang bergulir, sebetulnya berkutat pada perebutan kekuasaan. Rasa ketidakpuasaan terhadap performa Airlangga selama menjabat sebagai Ketum Golkar merupakan salah satu infrastruktur menuju upaya reformasi postur kepemimpinan Golkar. Jika isu Golkar yang tak akur ini semakin menyentuh akar rumput, bukankah hal itu justru menjadi satu catatan penilaian buruk bagi citra Golkar menuju Pemilu 2024? Kenapa masalah rumah tangga kepartaian tidak sebaiknya dibicarakan secara internal? Haruskah kudeta di Demokrat juga terjadi di tubuh Golkar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H