Di dalam dunia digital, sejatinya tidak ada hierarki. Tidak ada acuan. Semua bisa memangsa siapa saja. Tak ada status kewarganegaraan. Tak ada kartu identitas (KTP). Tak ada prinsip. Tak ada syarat-syarat. Ruangnya memang benar-benar brutal. Yang dibuat kemarin bisa dihapus dalam waku sekejap. Tepatnya, dunia digital-virtual tak suka yang stabil. Ruang gerak dunia virtual selalu mencari (in searching).
Karakter manusia yang berubah dari "homo spaiens" menuju "homo digitalis" benar-benar unik. Di era digital, manusia tidak hanya dan bahkan tidak benar-benar berinteraksi dengan sesama manusia. Manusia justru berinteraksi dengan mesin. Ketika interaksinya selalu dengan mesin, emosi dan perasaannya pun mirip cara kerja mesin -- mengumpulkan, mengolah sesuai instruksi, lalu membuat keputusan. "That's all!"
Sekarang, susah menjumpai orang yang betah di satu tempat. Jenis manusia "vagabond" (berpindah-pindah) adalah karakter baru yang diiikatkan pada skoci pikiran masing-masing manusia. "Homo digitalis" hanya bermodal nyicip. Ia berkeliling, memotret, menggunggah, lalu pergi. Ia tak mau menetap. Ia suka bertamasya. Baginya "nyicip" adalah kebutuhan yang diakumulasi atas dasar keinginan-keinginan dalam diri yang tak tertampung jumlahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI