Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Holocaust dan Sketsa Birokrasi Modern

3 Januari 2022   22:51 Diperbarui: 4 Januari 2022   01:24 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa holocaust yang berlangsung pada abad 20 merupakan tragedi historis kemanusiaan. Kamp-kamp konsentrasi yang dibangun Hitler, Polpot, dan para diktator menjadi pabrik pemusnahan manusia. Setelah tragedi irasional tersebut terjadi, manusia menjadi ragu dengan optimisme kaum positivis bahwa semboyan "order and progress" dapat menciptakan peradaban yang lebih manusiawi.

Auguste Comte (1798-1857) menyatakan tiga tahap perkembangan pemikiran manusia baik secara personal maupun kolektif. Pertama, paradigma teologis. Dalam tahap teologis, pikiran manusia mencari hakikat segala sesuatu, penyebab pertama dan akhir. Masyarakat yang berpola pikir teologis menafsirkan realitas sosial dengan mengikutsertakan persona atau kekuatan yang berada di luar batas kemampuan manusia. 

Kedua, paradigma metafisis. Pada fase peralihan ini, masyarakat cenderung menyakini hal-hal abstrak, tetapi tidak memuat unsur adikodrati, seperti konsep kedaulatan rakyat. Ketiga, paradigma positivisme. Dalam fase terakhir atau tahap kematangan pola pikir ini, masyarakat percaya pada kemampuan rasional manusia untuk menata dunia dan menciptakan peradaban yang lebih teratur dan maju. Tatanan dan kemajuan peradaban manusia dijalankan dengan menggunakan teknologi dan birokrasi sebagai instrument utama.

Menurut Zygmunt Bauman, paradigma modern adalah holocaust.  Holocaust direncanakan secara kompleks dan dilaksanakan dengan maksud tertentu secara birokratis. Pelaku holocaust menggunakan birokrasi sebagai salah satu alat utama mereka. Alih-alih memandang holocaust sebagai peristiwa abnormal dalam sejarah manusia, dalam perspektif rasional modern, menurut Zygmunt Bauman, holocaust merupakan hal yang "normal".

Normal di sini tidak berarti lazim tetapi bahwa sepenuhnya sesuai dengan perencanaan, semangat yang menuntunnya, prioritasnya, dan visi imanennya tentang kehidupan.  Dengan demikian, holocaust bukanlah kegagalan paradigma modern tetapi produk modernitas.

Holocaust berlangsung dengan semangat birokrasi yang menggunakan prinsip industrialisasi, pabrik, dan Kapitalisme. Zygmunt Bauman menulis: "Auschwitz adalah juga sebuah perluasan biasa dari sistem pabrik modern. Produknya bukan barang tetapi kematian dengan bahan baku manusia. Banyak unit kerja setiap hari yang merencanakan secara hati-hati kuantitas produksi.

Cerobong asap, yang melambangkan sistem pabrik modern, terus mengeluarkan asap berbau tajam hasil pembakaran daging manusia dalam oven-oven. Untuk mengangkut bahan baku (manusia), pemerintah Nazi membangun jalur kereta api di seluruh daratan Eropa. Pengangkutan bahan baku pabrik holocaust tidak berbeda dengan distribusi produk-produk barang biasa.

Di pabrik, para insinyur merencanakan pembakaran mayat, para dokter mengadakan penelitian medis menggunakan manusia-manusia tersebut, dan para manajer merencanakan sistem birokrasi yang berfungsi secara teratur, subtil, dan efisien."

Dalam hal ini Nazi berhasil menggabungkan rasionalitas industri dan rasionalitas birokrasi yang kemudian digunakan untuk menghancurkan manusia. Modernitas dengan sistem rasionalnya merupakan kondisi yang diperlukan bagi holocaust.  Tanpa modernitas dan rasionalitas, holocaust tidak mungkin terjadi.

Rasionalitas instrumental yang birokratis merupakan prasyarat modernitas yang solid. Birokrasi dijalankan secara teratur dan efisien sehingga hasilnya bisa diprediksi. Semangat prediktabilitas dalam modernitas yang solid diperankan oleh teknologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun