Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jadi Jalan Gak?

11 Desember 2021   09:37 Diperbarui: 11 Desember 2021   09:44 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi percakapan di whatsapp. Sumber: https://www.indozone.id.

Gerimis tak membuat rencana yang sudah dikebumikan beberapa hari yang lalu, jatuh terperosok di ruang lupa. Karena sudah direncanakan, semua butuh kepastian. Tepatnya, memastikan, apakah rencana yang kemarin itu jadi apa gak, gitu kan.

Ketika pagi menyambut hari baru, rencana itu semakin di depan mata. Aku sendiri belum sempat mengemas kata pasti. Sudah dikabarin beberapa kali. Sudah diajak berkomunikasi beberapa saat. Aku sendiri, justru tetap tak tahu bagaimana memastikannya.

Di seberang sana, raut wajah tanda ingin memulai pergi semakin menjadi-jadi.

"Jadi kan, hari ini?" Yaya memastikan.

Chatt berisi nada keragu-raguan ini sudah terdampar lama di layar ponsel. Yaya tak ingin janji yang sudah dikonsekrasi upaya mengingat berulang-kali, pergi tanpa pesan apa-apa. Yaya sebetulnya butuh kepastian. Ia tak ingin berlama-lama dalam kekecewaan, keragu-raguan, dan menunggu.

"Jadi apa gak nih?" tanya Yaya kesekian kalinya.

"Sabar. Aku harus memastikan, kalau semuanya memang bener-benar ready 'tuk jalan."

"Apalagi sebetulnya yang kamu pikirkan? Jika kamu keberatan, sampaikan!"

Aku hanya diam membaca teks pesan yang cukup menginterogasi itu. Aku justru diingatkan terus, kapan pastinya. Diingatkan, agar aku memastikan secepat mungkin tentang rencana karena Yaya dan kehidupannya pasti mempunyai program pribadinya setiap hari.

Membuat keputusan 'tuk jadi jalan apa gak itu emang susah. Keputusan memang sudah direkam ingatan beberapa hari yang lalu, tapi 'tuk ngejalanin cukup susah. Banyak rencana molor dan gak jadi dilakuin hanya gara-gara bagaimana membuat keputusan yang pasti.

Dalam hal ini, aku seperti terjebak dalam frame konsep menangguhkan (differance) dari Jacques Derrida. Derrida dalam banyak kesempatan selalu mengingatkan kepada pembacanya soal membaca teks dengan konsep "differance." Penangguhan memberi banyak makna dan membuat cakrawala keputusan lebih terbuka.

Ketika membuat keputusan, aku selalu terkontaminasi sama banyak ruang berpikir lain. Meski tak terlalu bernilai, ruang berpikir ini memaksa aku sendiri untuk menangguhkan keputusan atau rencana yang sudah dibuat jauh-jauh hari sebelumnya. Dari penangguhan ini, sebetulnya lahir pertanggungjawaban yang matang.

Yaya sebenarnya memberikanku sebuah peringatan terkait bahaya menangguhkan. Di dalam benak si Yaya, menangguhkan itu berarti menolak 'tuk bertanggung jawab. Padahal, setiap keputusan seharusnya diambil secepat mungkin agar hal-hal yang lain juga bisa diputuskan segera.

"Jadi jalan, gak?"

"Differance!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun