Dalam sejarah Filsafat Politik, John Locke dikenal sebagai salah satu pencetus dan pendobrak absolutisme politik melalui politik liberalisme. Hal ini sejalan dengan apa yang ditkemukakan oleh John Dunn bahwa Locke adalah seorang filsuf liberal yang hebat. Ia juga menjadi figur yang tidak bisa dipisahkan ketika kita membicarakan tentang politik liberalisme dan demokrasi. Ia memberi banyak sumbangsih pemikiran yang luar biasa.
John Locke meyakini bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk menggunakan akal budinya dalam membuat sebuah keputusan atau menyatakan ketidaksetujuan terhadap kekuasan tertentu, baik Gereja, maupun politik dalam masyarakat. Locke mendukung ide mengenai kepemilikan alat produksi pada individu dan percaya bahwa kontrak sosial (kesepakan) dapat mengatur masyarakat yang terdiri atas individu-individu yang pada dasarnya bersifat egois. Dalam bukunya yang berjudul The Second Treatise of Government, Locke menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak atas kepemilikan pribadi.
 "Setiap manusia memiliki kepemilikan pribadi. Tidak ada yang memiliki hak, selain dirinya sendiri. Kerja keras badannya, dan kerja yang dilakukan tangannya, kita dapat menyebut semuanya adalah miliknya sendiri."
Ide-ide liberalisme yang mengedepankan asas 'kebebasan' dan 'individu' menjadi hal yang menarik ketika itu -- ketika Eropa masih dikuasai Gereja dan tak ada satu pun yang bisa menentang kekuasaan Gereja. Dalam politik, liberalisme bisa dilihat implikasinya pada perimbangan kekuasaan dalam pemerintahan, parlemen, dan sebagainya. Implikasi yang cukup signifikan dari liberalisme ini juga dibuktikan atau ditunjukkan, misalnya, dalam "Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat" (1776) yang memuat nilai-nilai dari liberalisme:
"Kami memegang kebenaran ini sebagai sebuah bukti, bahwa semua manusia diciptakan sama; bahwa mereka diberkati oleh Pencipta mereka dengan hak-hak asasi tertentu yang tak bisa dicabut darinya dan bahwa di antara hak-hak tersebut ialah hak untuk Hidup, Kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.
Bahwa untuk menjamin hak-hak ini, Pemerintah-Pemerintah dilembagakan di antara manusia, dengan mendapatkan kekuasaan mereka yang ada dari persetujuan rakyat. Bahwa setiap kali ada bentuk pemerintahan yang malah merusak tujuan ini, adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghapuskannya, dan melembagakan pemerintahan baru." Â Â Â Â Â
Nilai-nilai yang mau ditegaskan di sini adalah setiap manusia itu diciptakan sama dan dianugerahi hak hidup yang sama di antara satu sama lain. Sejak lahir hingga dalam seluruh proses hidupnya, manusia mempunyai hak-hak tersebut. Akan tetapi, perlu disadari bahwa untuk menjamin hak-hak yang ada, manusia membutuhkan lembaga tertentu untuk menjaminnya.
Dalam konteks liberalisme, lembaga yang dimaksud adalah pemerintah. Pemerintah ada untuk menjamin, bukan untuk merusak atau mencabut hak-hak tersebut dari setiap individu. Liberalisme pada dasarnya sangat mengecam pemerintah atau politik absolutisme. Sebab sistem pemerintah ini, sejatinya berlawanan dengan tujuan dan maksud dari liberalisme yang menekankan kebebasan setiap individu.
Pemerintah  dengan gaya kepemimpinan absolutisme justru menekankan kemutlakan kekuasaan mereka; yang mana setiap individu harus tunduk dan patuh tanpa kompromi pada kekuasaan yang ada. Artinya dalam sistem pemerintahan semacam ini, secara mutlak tidak ada kebebasan setiap individu.
Semua kebijakan untung-rugi dan baik-buruk dari pemerintah harus diterima oleh rakyat. Keadaan semacam inilah yang dilawan oleh liberalisme. Liberalisme menganjurkan  sistem kekuasaan yang dapat menjamin hak-hak dari setiap individu. Untuk itu, liberalisme menekankan sistem pemerintah dalam suatu negara perlu dibangun atas dasar kesepakatan bersama rakyatnya.