Perceraian pada dasarnya menghina Allah, karena Allah telah menjadi saksi dari janji perkawinan antara suami dan istri (Matius 19:6).
Hosea 1--3
Perkawinan suami-isteri Israel adalah lambang hubungan cinta antara Allah dan Israel. Hosea disuruh Allah untuk mengawini perempuan sundal (Hosea 1:2). Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah mengawini Israel, walaupun Israel sama-sekali tidak pantas menerima perlakuan istimewa tersebut.
Istri Hosea menggambarkan karakter Israel yang tidak setia kepada Yahwe. Israel meninggalkan Yahwe dan menyembah dewa-dewi bangsa kafir. Akan tetapi, Allah tetap setia membujuk Israel untuk kembali ke pangkuan-Nya.
Proyeksi dari harapan Allah diberikan kepada Hosea. Hosea disuruh Allah untuk menerima kembali istrinya yang telah berbuat sundal. Hal ini mennunjukkan bahwa Allah selalu menerima kembali Israel sebagai isteri-Nya.
Kesimpulannya: "Perkawinan selalu berciri setia sepenuh-penuhnya. Ketidaksetiaan dari satu pasangan tidak menjadi alasan bagi pasangan yang lain untuk berbuat hal yang sama (tidak setia).
Dalam ilustrasi Kitab Hosea, gambaran kesetiaan Allah sungguh luar biasa. Perjanjian antara Allah dan Israel selalu mengikat, sehingga walaupun Israel tidak setia, Allah tidak mengingkari janji-Nya untuk setia kepada Israel, istrinya. Maka dengan sendirinya, perceraian tidak diizinkan.
Dalam Matius 19:9, cerai diizinkan khusus untuk jemaat Matius. "Kemungkinan editor Matius yang menambahkan pernyataan tersebut dengan alasan tertentu dan bukan ipsisima verba (kata-kata Yesus sendiri)." Â
Perkawinan selalu berciri setia. Konsekuensinya: 1) suami-isteri selalu setia satu sama lain dan 2) jika salah satu berzinah, ia wajib diterima kembali sebagaimana Allah menerima Israel yang selalu mengingkari kesetiaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H