Kemiskinan adalah suatu kondisi tiadanya kesejahteraan yang konkret yang muncul dalam bentuk ketidakmampuan seseorang atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan dasar. Ketidakmampuan ini bisa dipicu oleh karena pendapatan tidak cukup untuk membayar jasa atau akses pelayanan.
Dalam konstruksi filsafat sosial ada dua jenis kemiskinan, yakni kemiskinan mutlak dan kemiskinan relatif. Kemiskinan mutlak pada dasarnya mengacu ke situasi parah. Dalam hal ini, kemiskinan mutlak bisa sampai pada situasi kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebtuhan dasar manusia, seperti makanan, air, kesehatan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi (sandang, pangan & papan).
Sedangkan kemiskinan relatif mengacu pada situasi kemiskinan di bawah ambang batas pendapatan relatif, karena setiap negara atau daerah atau masyarakat mempunyai ukuran atau tuntutan yang berbeda terkait ambang batas ini.
Kemiskinan dari perspektif budaya adalah suatu kondisi miskin yang dilihat dari hubungannya antara budaya yang melekat pada etnis atau suku tertentu. Dalam hal ini, kita perlu menjelaskan hubungan perilaku dan perhitungan rasionalnya.
Perspektif perilaku meneguhkan tesis bahwa orang menciptakan, memberdayakan, dan menyampaikan ke generasi berikutnya terkait budaya yang memperkuat perilaku atau sosial. Faktor penyebab adalah perceraian, single parent, kehamilan dini, narkoba, alkohol, lemahnya etos kerja, dan tindakan kriminal yang menunjukkan disfungsi masyarakat. Disfungsi nilai dan sikap ini dikaitkan dengan pendidikan dan pekerjaan mereka. Sebagai contoh diskriminasi masuk Perguruan Tinggi (PT) juga lama-kelamaan akan menjadi suatu bentuk kemiskinan struktural.
Lalu bagaimana konsep budaya dijelaskan? Menurut Orlando Petterson (2000) budaya dilihat sebagai khasanah yang secara sosial bisa diwariskan/diajarkan. Kata budaya pada dasarnya selalu berkonotasi positif, sehingga istilah budaya koruptif sejatinya adalah istilah kontradeterminis.
Budaya dalam lingkungan sosial juga seringkali masuk dalam konsep struktur. Pola struktur yang mengakar dengan label budaya koruptif seringkali mengantar seseorang jatuh pada keterpurukan. Yang termasuk struktur, tentunya tidak hanya lembaga, institusi, atau hirarki kepemimpinan, tetapi juga mengenai Undang-Undang, hukum, interaksi sosial, dan hubungan sosial-kemasyarakatan.
Tiga Lapis Kebudayaan
Beberapa bentuk lapisan budaya yang membentuk struktur sosial kemasyarakatan antara lain: alat-alat, etos masyarakat, dan inti kebudayaan. Pertama, alat-alat. Yang dimaksudkan dengan alat-alat dalam hal ini adalah semua yang diciptakan manusia (ilmu pengetahuan & tautologi). Tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas habitat. Sebagai contoh, bazar pariwisata atau promosi budaya.
Kedua, etos masyarakat. Etos masyarakat dalam hal ini adalah prinsip-prinsip, nilai-nilai yang dipraktikkan atau bentuk moral yang dibatinkan dan tidak mengemuka dalam kesadaran, namun mengatur perilaku sehari-hari. Sebagai contoh, revolusi mental dan evangelisasi pribadi.
Ketiga, inti kebudayaan. Inti kebudayaan menyangkut pemahaman diri masyarakat, cara masyarakat menafsirkan dirinya, sejarahnya, dan tujuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H