Masa muda, tentu saja menjadi masa yang indah bagi kaum muda. Masa ini juga menjadi masa pencarian dimana orang muda berusaha untuk menemukan jati diri, cita-cita, dan harapan akan masa depannya. Pilihan hidup menjadi taruhan pada usia ini.
Krisis-krisis tentu menjadi hal yang lumrah dialami. Tentu bukan bencana karena waktu telah menyajikan proses yang harus ditempuh dengan harapan untuk mencapai kematangan diri (bdk. Christus V ivit, 2).
Pencapaian-pencapaian yang diperoleh baik secara intelektual, spiritual, kepribadian, bakat, dan kemampuan pada dasarnya sudah memberi peluang untuk mengambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat dan menggereja (bdk CV 100).
Selain itu, kebutuhan dunia dan Gereja akan kaum muda sangat besar. Masyarakat dunia dan Gereja melihat kaum muda sebagai energi, kekuatan, kesuburan, inspirator, dan inisiator. Keinginan dan harapan ini memberi peluang lebar bagi kaum muda untuk mengambil bagian dan memberi diri, mengabdi, dan memberdayakan diri.Â
Paus Fransiskus menegaskan bahwa dengan iman kepada Tuhan yang bangkit, mereka dapat menghadapinya dengan kreativitas dan harapan, yang selalu siap untuk melayani, seperti para pelayan di pesta perkawinan, yang menjadi rekan kerja yang terpesona dalam mujizat pertama Yesus (CV 173).
Peluang lain yang mendukung gerakan misioner kaum muda adalah bertambahnya tenaga pastoral dan misionaris awam. Di beberapa negara ada perkembangan pesat keterlibatan kaum awam. Di Asia ada pertumbahan yang pesat di beberapa negara, seperti Filipina, Vietnam, Cina, Indonesia, dan Korea Selatan.Â
Tantangan
Selain situasi dan kesulitan yang dialami kaum muda itu sendiri, dunia dengan segala kemajuan dan perkembangan memunculkan kesulitan dan tantangan-tantangan tersendiri.Â
Realitas global menunjukkan bahwa masyarakat dunia pada umumnya, dan kaum muda pada khususnya sedang berada dalam tren-tren yang sangat besar dan dasyat pengaruhnya.Â
Suatu forum misiologi beberapa tahun lalu di Manila merumuskan realitas ini sebagai Three Megatrend yang terdiri dari mega urbanisasi, mega migrasi, dan mega mediatisasi.
Mega urbanisasi menunjukkan adanya peningkatan laju urbanisasi yang mengarah pada integrasi kota inti dengan pinggiran kota yang dihasilkan untuk memperluas batas kota dimana dampak besarnya adalah pada mobilitas masa depan, kehidupan kerja, dan hidup bermasyarakat.
Mega migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk hidup dan bekerja. Migrasi ini disebabkan oleh beberapa alasan mendasar, seperti bencana alam, bencana sosial-politik, konflik, dan kesulitan ekonomi.
Migrasi merupakan fenomena struktural di seluruh dunia dan bukan keadaan darurat sementara. Hal ini dapat terjadi dalam suatu negara itu sendiri ataupun antar-negara yang berbeda.
Mega mediatisasi adalah suatu tren dimana media membentuk dan membingkai proses dan wacana komunikasi masyarakat dimana komunikasi itu dilakukan.Â
Dalam kerangka kerja ini, aspek penting dari modernisasi adalah pengembangan media, dimulai dengan perubahan media komunikasi dan berlanjut ke subordinasi kekuatan institusi berpengaruh yang ada.
Sebagai konsekuensi dari proses ini, lembaga dan seluruh masyarakat dibentuk oleh dan bergantung pada media massa. Perkembangan media ini sangat besar dipangaruhi oleh kebangkitan teknologi.
Selain itu, tantangan lain yang sangat berpengaruh adalah globalisasi, relativisme, sekularisme, materialisme, konsumerisme, indiviualisme, dan klerikalisme.
Globalisasi secara umum adalah suatu proses menuju tatanan masyarakat yang mendunia yang menyangkut semua bidang kehidupan, seperti ideologi, politik, sosial budaya, hukum, dan lain lain sehingga antar-negara seolah-olah tidak mengenal batas wilayah lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H