Menurut Sri Mulyani, untuk saat ini -- keadaan luar biasa dan shock -- semua negara pasti menambah beban utang negaranya. Tentu saja eskalasi utang yang terlalu banyak justru tak membuat ekonomi menjadi sehat.Â
Akan tetapi, menurut Sri Mulyani, kenaikan utang malah dibenarkan karena situasi shock dimana tidak ada instrumen lain yang mampu menopang kecuali negara sendiri. Jika negara bungkam dan tak reaktif menanggapi hanya karena takut ngutang, tentu saja keadaan negara semakin tak membaik.
PPKM dan "No Money"
Selain ruwetnya penanganan masalah ekonomi, isu lain yang diudarakan adalah soal kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang dilihat oleh para haters sebagai strategi "no money" dari pemerintah.Â
Isu ini melebar di media sosial lantaran kebijakan PPKM dinilai merubuhkan ekonomi masyarakat. Banyak warga, terutama para pelaku usaha, menentang kebijakan PPKM karena bertentangan dengan semangat program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Lalu, bagaimana Bu Menteri Sri Mulyani menanggapi ini?
Menurut Sri Mulyani, PPKM darurat punya kaitan erat dengan target penyerapan anggaran. Sejauh ini, anggaran yang dicairkan untuk pos-pos penanganan masih belum terserap seluruhnya.Â
Lagi-lagi, kendalanya ada pada crossing check data yang selalu berubah. Di pojok Menteri Sosial yang ditangani Bu Tri Rismaharini, masih banyak anggaran yang belum terserap dengan baik.
Misalkan, Program Kaluarga Harapan (PKH) yang targetnya 10 juta orang, hingga Juni 2021 baru 9,9 juta. Hal lainnya, misalkan program Kartu Sembako yang dianggarkan untuk 18,8 juta keluarga sampai Juni 2021 baru 15,9 juta (Tempo, 11/7/2021). Jadi, penyerapan anggaran sesuai target sebetulnya membantu program-program lain dari pemerintah dalam perang melawan pandemi Covid-19.
Upaya pemerintah sebetulnya sangat "berotot." Bantuan sosial sangat berlapis-lapis. Tinggal bagaimana kita mengelolanya demi keseimbangan neraca rumah tangga kita masing-masing. Kadang ada yang ngotot karena usaha tidak laku dan ekonomi rumah tangga ambruk.Â
Hal ini bisa saja dipicu oleh data-data tidak valid terkait sasaran bantuan yang disalurkan oleh Kementerian Sosial. Buktinya, pihak Kementerian Sosial tetap berusaha memperbaiki data target mereka yang seharusnya mendapatkan bantuan dan mengularnya antrian laporan pengaduan terkait bantuan yang tak tepat sasaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H