Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Apa Sakramen Pengurapan Orang Sakit?

10 Agustus 2021   22:02 Diperbarui: 10 Agustus 2021   22:29 3356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang imam memberikan sakramen pengurapan orang sakit. Foto: https://twitter.com/edyprasscj/status.

Sakramen Pengurapan Orang Sakit (SPOS) adalah salah satu sakramen yang yang diterima oleh umat Kristiani. Sakramen ini, pada praktiknya kadang disalah mengerti. Banyak umat Kristiani memahami Sakramen Pengurapan Orang Sakit sebagai sakramen menuju kematian. Pemahaman ini kadang membuat orang takut untuk menerimanya.

Banyak orang berpandangan bahwa sesudah menerima sakramen POS, orang tersebut akan mati. Alasan ini kemudian dipakemkan dan dijadikan sebagai suatu pemahaman yang diterima umum. Benarkah Sakramen Pengurapan Orang Sakit memiliki makna sebagai sebuah persiapan menuju kematian? Apakah dengan menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit, seseorang dipastikan meninggal?

Tulisan ini sejatinya mau menunjukkan makna Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan bagaimana pemahaman tentang makna itu ditunjukkan oleh Gereja. Kekeliruan mengenai pemahaman tentang makna Sakramen Pengurapan Orang Sakit kadang membuat umat takut atau enggan untuk menerima. Pemahaman yang sudah ditanam dalam pemikiran masing-masing umat adalah efek langsung dari penerimaan sakramen, yakni mempercepat dan memastikan kematian.

Dalam tulisan ini, saya akan menunjukkan bagaimana Gereja -- terutama melalui Konstitusi Pembaruan Liturgi (Sacrosantum Concilium) -- memperlihatkan makna sakramen Pengurapan Orang Sakit yang sebenarnya dan bagaimana perbandingan antara pemahaman sebelum Konsili Vatikan II dan sesudah Konsili Vatikan II.

Pertama-tama, penulis akan menggunakan metode studi tekstual -- mencermati teks asli dalam bahasa Latin dari ritus sakramen ini, baik sebelum maupun sesudah Konsili Vatikan II; kedua, hasil proses pencermatan ini kemudian dilanjutkan dengan upaya memahami model-model pembaruan yang ditekankan dalam Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Dogmatis Sacrosantum Concilium tentang Pembaruan Liturgi; dan pada bagian terakhir, penulis akan membandingkan transformasi -- segi makna, teologi, ritus, pelayan, dll., -- yang diterangkan melalui perbandingan sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II. Tujuan dari semua proses pencermatan ini adalah agar umat dibantu untuk memperbarui makna sakramen Pengurapan Orang Sakit dan bagaimana ritus-ritus yang dibuat dipahami dengan baik.

Sketsa Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Pelayanan sakramen-sakramen -- ketujuh sakramen dalam Gereja Katolik -- merupakan tanda nyata kehadiran Kristus dalam Gereja. "Dengan kekuatan-Nya, Kristus hadir dalam sakramen-sakramen sedemikian rupa, sehingga bila ada orang yang membaptis, Krsitus sendirilah yang membaptis" (SC 7). Tanda nyata kehadiran Kristus justru dirasakan oleh Gereja melalui sakramen-sakramen, yakni ketujuh sakramen.

Praktik dalam sakramen-sakramen merupakan formasi lanjutan (on going formation) dari karya-karya Yesus dan wejangan-Nya kepada para murid, yakni seruan pembaptisan (Mat 28:19), ekaristi (Luk 22:15-20), atau kisah-kisah penyembuhan (Yoh 9:1-7). Kisah-kisah ini, akhirnya mendorong Gereja sebagai Sakramen Kristus menetapkan ketujuh sakramen sebagai buah nyata kehadiran Kristus di tengah umat.

Sakramen Pengurapan Orang Sakit lahir dari sebuah kepedulian umat beriman Kristiani terhadap sesama yang sedang sakit. Kepedulian ini pertama-tama diungkapkan melalui doa dan upaya penyembuhan. Rasul Yakobus bahkan menekankan demikian: "Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan" (Yak 5:14). Pernyataan Rasul Yakobus akhirnya dijadikan dasar biblis refleksi teologis dari pemberian Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Dua hal yang ditekankan dalam pernyataan Rasul Yakobus adalah kekuatan doa dan pengurapan melalui minyak demi kesembuhan orang sakit. Hal ini menunjukkan bahwa teologi yang dibangun dari pemberian Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah teologi kesembuhan -- supaya orang sakit diselamatkan dan Tuhan membangunkannya (Yak 5:15).

 Perbandingan

Perbandingan ritus dan perubahan teologi mengenai Sakramen Pengurapan Orang Sakit dapat diketahui dari praenotanda. Perubahan justru terlihat dari perbandingan indeks masing-masing periode, yakni antara periode pra-Konsili Vatikan II (Rituale Romanum: 1925) dan  periode pasca Konsili Vatikan II (Rituale Romanum: 1975). Pembaruan terjadi baik dalam ritus maupun teologi yang dibangun. Pada pra-Konsili Vatikan II, konsep teologi yang hendak dicapai adalah teologi keselamatan, yakni agar si sakit dapat memperoleh keselamatan ketika meninggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun