Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Koinonia untuk Pendidikan Iman

8 Agustus 2021   23:25 Diperbarui: 8 Agustus 2021   23:41 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi persekutuan. Foto: jangipan.com.

Bidang koinonia sering digeluti dan paling luas cakupannya dalam bidang-bidang pelayanan pastoral. Lingkup bidang pelayanan ini ada tiga, antara lain pengembangan cara hidup Katolik, community building, dan tata kelembagaan. 1) Pengembangan cara hidup Katolik. Dalam bahasa teologi, pengembangan cara hidup Katolik berkaitan dengan fides et mores (iman dan tata cara hidup Kristiani).

Maka, tata cara bidang pastoral koinonia mencakup banyak hal terutama berkaitan dengan pendidikan iman. Alat yang dipakai untuk membina cara hidup Katolik ini adalah Katekismus Gereja Katolik. 2) community building mencakup tiga bidang pelayanan, yakni partisipasi kaum awam, pemberdayaan umat, dan asas teritorial-kategorial-kontekstual. Community building membangun iman seseorang dengan model persekutuan yang terstruktur dan terorganisir.

Dalam hal ini, prospeknya adalah pertumbuhan dan perkembangan iman seseorang dan memperdalam daya kritis seseorang mengenai imannya. Asas kontekstual juga megarah pada situasi atau trend tertentu. Misalkan komunitas yoga, komunitas pencinta lingkungan, dll. 3) Tata kelembagaan. Dalam bidang ini, ada beberapa poin yang ditekankan, antara lain berkaitan dengan leadership, management system (Planing Organaizing Action Control, resources system), team building, administrasi-kearsipan, serta sarana dan prasarana.

Pengembangan Hidup Katolik

Gambaran mengenai pengembangan hidup Katolik mengacu pada Surat-surat Pastoral, antara lain Surat Paulus kepada Timotius, Titus, dan Surat Yakobus. Dalam surat-surat pastoral, masalah koinonia adalah masalah yang berkaitan dengan ajaran yang benar dan ajaran yang sesat. Dengan demikian, koinonia merupakan kesetiaan ortodoksi pada ajaran yang benar.

Poin penting dari koinonia ini adalah mengarahkan orang pada kebenaran ajaran. Ajaran-ajaran ini perlu dijamin oleh tokoh-tokoh umat setempat entah sebagai presbyteroi/imam, diakonoi/pelayan, dan episkopoi/penilik (model tata kelola kaum Esseni) dengan tuntutan keutamaan tertentu untuk status ini. Dalam hal ini, susunan kelembagaan dari kerangkeng ajaran yang benar perlu ditetapkan dengan jelas.

Hierarki dan struktur kelembagaan sebagai penjamin persekutuan dimana kelompok kekristenan dengan model itu berkembang menjadi sebuah lembaga/institusi. Koinonia pada Surat-surat Pastoral sudah berbentuk lembaga dengan corak kepemimpinan tertentu. Koinonia harus dijamin oleh seorang tokoh dan kelembagaan yang jelas. Fungsi hierarki dalam hal ini, antara lain mengajar, menguduskan, dan memimpin.

Adanya lembaga, tentunya menjamin keberlangsungan persekutuan dan kebenaran ajaran yang ditetapkan. Jika, lembaga atau pemimpin yang bermasalah, tentunya arah koinonia yang bangun juga mengalami disorientasi. Koinonia bentuk lembaga, pada dasarnya melindungi, memperjelas, dan memperhatikan kontiunitas jemaat. Tuntutan pemimpin sempurna merupakan kekuatan dengan gaya penginjil yang berkeliling tentunya berlawanan dengan konsep kepemimpinan demikian.

Koinonia model Surat Pastoral memiliki keuntungan dalam hal menjaga stabilitas dan kontiunitas kelompok tersebut. Akan tetapi, kelemahan koinonia model ini adalah cenderung mengarah ke hal yang eksklusif dan kehilangan fleksibilitas kontekstual karena cenderung mapan dan kurang dinamis. Model kepemimpinan Paulus rupanya bertolak belakang dengan konsep kepemimpinan yang sempurna. Paulus sering berkeliling ketika melakukan pewartaan dan kebiasaan ini dikritik oleh saudara-saudaranya. Semangat misioner model kepemimpinan Paulus kurang mendalam. Hal ini ditengarai oleh kebiasaan untuk berpindah-pindah.

Berbeda dengan Paulus, koinonia model Lukas sangat berbeda. Pola jemaat dalam Kisah Para Rasul agak mirip koinonia model Efesus dan Kolose dimana koinonianya berpusat pada misteri Paskah Kristus -- ciri Kristosentris yang kuat. Dalam hal ini, peran Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta juga membantu mengikat persekutuan jamaat dan para rasul. Koinonia Pentakosta yang paling tampak adalah saol pemahaman akan berbagai bahasa. Akan tetapi, dalam teks Kisah Para Rasul, istilah Tubuh Mistik tidak ditemukan. Istilah ini, justru ada adalam teks Efesus, Kolose (horisontal), dan Korintus (relasi vertikal-horisontal).

Koinonia juga dibangun dalam aneka budaya, dan cara berpikir Yerusalem menjadi pusat ibadah orang Yahudi dan orang-orang asing dan Antiokhia menjadi pusat mereka yang berkebudayaan Yunani. Pusat di Yerusalem memiliki tiga tokoh, yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes; sedangkan bangsa-bangsa lain memiliki tokoh, seperti Paulus, Barnabas, dan Silas dengan banyak Gereja lokal di berbagai tempat. Koinonia itu persekutuan yang total, soal relasi dengan Kristus dan sesama. Istilah Christ yes, Church no tidak bisa dibenarkan, karena hanya mementingkan relasi dengan Kristus daripada dengan sesama.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun