Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sabtu dan Konseling

7 Agustus 2021   23:39 Diperbarui: 8 Agustus 2021   00:20 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bimbingan konseling berkaitan dengan pembicaraan dua orang untuk mencari solusi atas permasalahan. Pembicaraan itu terjadi secara tertutup dan kerahasiaannya dijamin penuh. Pembicaraan terbuka biasanya dihindari oleh seorang konselor dan klien. Trusting each other adalah tolok ukur dalam membangun sebuah konseling.

Dalam kegiatan bimbingan konseling kita mengenal istilah klien (orang yang datang berkonsultasi atau datang meminta peneguhan), sedangkan orang yang bertugas mendengarkan dan memberi solusi adalah konselor. Dalam kegiatan konseling atau konsultasi, isi pembicaraannya menyangkut hidup dan harapan klien. Dalam pembicaraan, seorang konselor berusaha menjaga rahasia hidup yang diungkapkan oleh si klien. Hukum mutlak dari kegiatan konseling adalah tidak membocorkan isi pembicaraan dan dilakukan empat mata (face to face).

Dalam membangun kegiatan konseling, sikap dasar yang perlu dibangun antara seorang konselor dan klien adalah soal keterbukaan untuk berbicara bersama, keterbukaan klien, kejujuran, convidence, menghargai proses, konten pembicaraan dijaga. Kegiatan bimbingan konseling selalu didasari pada tanggung jawab moral. Syarat-syarat pertimbangan moral dalam hal ini adalah berkaitan dengan motif/intensinya, cara/sarana, dan tujuan yang hendak dicapai.

Motif atau intensi dalam kegiatan konseling menjadi penting untuk mengukur sebuah tindakan moral. Dalam hal ini, relasi yang dibangun antara konselor dan klien harus terbuka dan jujur. Semua aspek ini menjadi kekuatan dari keberhasilan kegiatan konseling. Intensitas waktu yang diterapkan dalam kegiatan konseling maksimal 2 jam, karena di luar itu, justru yang terjadi adalah permainan perasaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan menemukan dua istilah yang hampir sulit untuk dipahami atau bahkan diartikan sama. Dua istilah itu adalah konseling pastoral dan dan bimbingan rohani. Lalu, apa perbedaan keduanya? Bimbingan rohani pada dasarnya berkaitan dengan relasi manusia/klien dengan Tuhan (berkaitan dengan iman). Sedangkan konseling pastoral berarti mencakup banyak aspek kehidupan manusia -- dalam hal ini kita juga bisa menyinggung kehidupan spiritual atau berkaitan dengan keberimanan seseorang.

Bimbingan rohani bertujuan untuk menolong klien mencapai kedalaman hubungan dengan Tuhan, sedangkan konseling pastoral bertujuan menolong seseorang keluar dari masalahnya. Akan tetapi, dalam praktiknya, antara bimbingan rohani dan bimbingan konseling justru menyatu dalam diri seorang imam. Hal ini dipengaruhi oleh pra-pemahamn seseorang mengenai identitas seorang imam yang merupakan representasi kehadiran Allah (impersona Christi). Banyak umat yang melihat diri seorang imam sebagai perantara relasi dengan Tuhan (bdk. sakramen Tobat).

Pada umumnya ada dua hal yang penting dipahami berkaitan dengan pekerjaan konseling. Dalam hal ini ada perbandingan antara kegiatan konseling dan profesionalitas. Profesionalitas itu berkaitan dengan sumpah, yakni menegaskan komitmen terhadap masyarakat untuk melakukan tugasnya secara jujur dan konsekuen. Dalam menjalankan konseling, seorang imam sudah menegaskan sumpah sebagai tanda profesi. Sumpah ini menjadi tanda profesionalitas diri seseorang.

Dalam dunia pendidikan, dunia hukum, kesehatan, dll., juga menyampaikan sumpah profesi. Profesionalitas konseling bertujuan menerapkan pengetahuan dan keahliannya sesuai dengan standar terbaik. Akan tetapi, kesan umum yang muncul berkaitan dengan profesionalitas adalah soal kekakuan dalam kompetensi teknis, kaku, tidak peka, tidak lazim, dan tidak manarik. Konseling dengan imam justru lebih rileks, dimana seorang imam tidak terlalu kaku dengan aspek profesionalitas yang dituntut. Konseling dengan imam tidak seketat dan sekaku seorang yang profesional. Contoh: seorang yang profesional akan lebih kaku, sistematis ketika berhadapan dengan klien. Sedangkan dengan seorang imam, lebih rileks dan cair.

Dengan demikian, imam bukanlah konselor dan kaum profesional. Dengan kata lain seorang imam itu konselor sekaligus bukan konselor, dan seorang profesional sekaligus bukan profesional. Dikatakan demikian karena seorang imam tidak benar-benar menghidupi dua tuntutan tersebut, yakni menjadi konselor dan profesional, akan tetapi ia menjalankannya tanpa menghidupi secara rigid dua tuntutan tersebut.

Sifat utama dari seorang imam adalah melayani, akan tetapi tetap menjaga profesionalitasnya. Pada intinya, prospek hubungan imam, bimbingan, dan profesionalitas adalah menuntun umat pada Allah. Profesionalitas imam dalam hal ini tidak hanya berarti kemampuan menerapkan sesuatu di bidang-bidang pelayanan tertentu (seperti psikologi, kedokteran), melainkan pada sumpah publik. Seorang imam ketika ditahbiskan mengucapkan sumpah dengan mengatakan: "Saya bersedia!" Sumpah bersedia menjadi tanda profesionalitas seorang imam untuk berbagai persoalan yang menuntutnya untuk diselesaikan.

Seorang imam menerima tugas perutusan setelah uskup menumpangkan tangan di atas kepala. Saat itulah perutusan dimulai dan Roh Kudus hadir dalam diri si imam. Dari sudut pandang Teologi Katolik, profesionalitas seseorang dianggap sebagai bagian yang harus melekat pada dirinya, yakni sebagai "utusan Kristus" (2Kor 5:20). Seorang imam dianggap profesional karena ia mengemban tugas (profesi) sebagai murid Kristus dengan pengakuan imannya (profesi) di depan publik. Profesionalitas seorang imam, misalnya, tampak dalam keahliannya dan kekuatan iman kepercayaannya dalam tugas pelayanan.

Dari sudut pandang moral Katolik, profesionalitas seseorang benar-benar hanya didasarkan pada dedikasi yang menuntut seseorang untuk mempunyai hati sejuk, kepala dingin, dan tangan terampil. Loyalitas seorang imam pada tugas dan pelayanan menjadi salah satu ciri profesionalitas. Hal lain yang penting diperhatikan adalah soal dedikasi tinggi dari pelayanan kita tanpa balas jasa apapun. Jika seorang klien memberikan insentif tertentu (amplop tanda terima kasih), seorang imam tidak boleh menerima. Tanda terima kasih boleh diterima di luar proses konseling. Profesionalitas selalu berkaitan dengan pro bono (demi kebaikan) klien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun