Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keutamaan Moral, Corak Hidup Bermoral

5 Juli 2021   14:03 Diperbarui: 5 Juli 2021   15:20 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekal menghidupkan keutamaan moral. Foto: ucareindonesia.org.

Keutamaan dalam diri seseorang dapat dilihat ketika ciri yang menjadi karakter khasnya mewujud secara optimal. Menurut Lon Robin, istilah keutamaan (Yunani: aret) merujuk pertama-tama pada ciri khas yang berkaitan dengan fungsi optimal (excellency) sesuatu (A. Setyo Wibowo, Aret: Hidup Sukses Menurut Platon: 2010).

Platon berbicara mengenai keutamaan secara sederhana dengan mengambil sempel sehari-hari. Seekor kuda adalah utama manakala ia mampu berlari dengan cepat. Keutaman seorang hakim adalah ketika ia mewujudkan ciri dan fungsi khasnya sebagai hakim secara maksimal. Artinya, ia mampu memilah dan memutuskan secara adil.

Maka, keutamaan, pertama-tama merujuk pada kondisi optimal manusia. Manifestasi optimal keutamaan ini pun hadir secara gamblang dalam jiwa manusia. Jiwa manusia memiliki keutamaan, ketika masing-masing bagian darinya memaksimalkan apa yang secara kodratiah menjadi fungsi-fungsinya. Dari sinilah muncul manusia yang adil dan harmonis.

Orang yang berusaha hidup baik secara tekun dalam waktu yang lama dapat mencapai keunggulan moral. Keunggulan moral dalam hal ini adalah keutamaan. Untuk mencapai sebuah keutamaan, diperlukan ketekunan usaha pribadi maupun dukungan positif dari lingkungan, bahkan meminta campur tangan Tuhan.

Sebagai manusia, kadang sikap batin dan tindakan kita keliru. Dalam keadaan demikian, intervensi pihak lain, entah itu lingkungan atau Yang Ilahi, menjadi sebuah tuntutan. Keutamaan moral menuntut keterlibatan pihak lain. Moralitas dalam kerangka edukatif dan konsistensi penerapannya yang sesuai membutuhkan sebuah aret. Keutamaan atau aret, menjamin kelangsungan praktik moral seseorang. Dengan keutamaan, seseorang dilibatkan dalam proses eksekusi keputusan dan mulai mempertimbangkan segala kemungkinan laten dalam sebuah keputusan moral.

Tuhan hadir dalam mengasah keutamaan seseorang melalui relasi intim-Nya dengan manusia. Maka, yang dituntut dari manusia adalah bersikap taat kepada-Nya. Tanggung jawab moral seorang manusia ketika berhadapan dengan pilihan atau keputusan dilematis, akan diasah melalui keterbukaan dirinya akan keterlibatan pihak lain di luar dirinya -- termasuk Tuhan. Keutamaan moral, pada akhirnya, memberi pendasaran pada pertimbangan moral dengan menghadirkan Tuhan (Al. Purwa Hadiwardoyo: 1990).

  

Wajah Moralitas

Dalam menempuh pelayaran bersama sang waktu, manusia selalu bersinggungan dengan praktik norma kehidupan sehari-hari. Norma yang dibangun atas dasar kesepakan bersama (konsensus) atau atas regenerasi adat-istiadat, selalu menuntut seseorang untuk bersikap dan berperilaku seperti content norma yang ada. Agama Kristiani memiliki acuan-acuan tertentu sebagai patokan nilai-nilai yang berlaku bagi hidup bersama.

Pada dasarnya, semua acuan nilai-nilai Kristiani lahir dari pengajaran Yesus Kristus dan implikasi konkret Sabda-Nya. Salah satu norma yang ditaati di sini adalah Kesepuluh Firman Allah. Seluruh Perintah Allah ini bersifat wajib (imperatif kategoris). Imperatif kategoris atau perintah tak bersyarat pada dasarnya bersifat mutlak, absolut, tidak ada tawar-menawar, begitu saja.

Immanuel Kant membedakan imperatif kategoris dari imperatof hipotetis (bersayarat). Maka, dosa melawan Kesepuluh Perintah Allah dianggap sebagai sebuah penyangkalan atas perjanjian yang dibangun bersama antara Allah dan manusia. Adapun wajah kehidupan moral secara umum akan dijelaskan secara singkat.

Moral Hidup

Anugerah terbesar yang dimiliki oleh seorang manusia adalah anugerah kehidupan. Manusia merasa berharga justru ketika Tuhan menghendakinya untuk menikmati hidupnya. Sebagai sebuah anugerah terberikan, manusia wajib untuk berterima kasih serta wajib bersyukur. Kerinduan akan hadirnya buah hati dalam sebuah keluarga, misalnya, adalah salah satu gambaran akan indahnya kehidupan. Akan tetapi, di samping kerinduan yang mendalam ini, masih ada orang yang membenci adanya kehidupan.

Bunuh diri, peperangan, mutilasi, serta peristiwa mencekam lainnya adalah sebagian dari litani tentang kedurnya penghargaan terhadap sebuah kehidupan. Kehadiran teknologi, di samping memberi dampak positif kepada manusia, juga mengantar manusia untuk menghalalkan segala cara dalam menempuh keinginannya. Problem praktik bayi tabung, pemandulan, penggunaan spiral, serta segala upaya yang menunda dan pencegahan kehamilan adalah tantangan moral zaman ini. Manusia dalam hal ini tidak lagi menghargai proses biologis-kodrati yang dianugerahkan Tuhan kepada dirinya (Al. Purwa Hadiwardoyo: 1990).

Mungkin secara medis atau untuk tujuan tertentu (mulia), cara-cara yang dilakukan dipandang baik. Akan tetapi dari segi moral, berbagai upaya di atas adalah potret kemunduran nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi, misalnya menghargai proses biologis dalam mendapatkan anak sekaligus mensyukuri rahmat Tuhan itu sendiri (mandul).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun