Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Kapital Simbolik Beroperasi di Arena Sosial

15 Juni 2021   21:09 Diperbarui: 15 Juni 2021   21:23 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapital ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik memungkinkan untuk membentuk struktur lingkup sosial. Di antara berbagai macam modal tersebut, modal ekonomi dan modal budaya adalah dua hal yang menentukan dalam memberi kriteria diferensiasi yang paling relevan bagi lingkup masyarakat yang sudah maju. Inilah yang dimaksud dengan struktur modal.

Posisi pelaku di dalam lingkup kelas-kelas sosial tergantung pada jumlah besarnya kepemilikan dan struktur modal. Menurut bidangnya, konfigurasi khas sistem kepemilikan yang melekat pada kelas terkonstruksi melalui definisi secara teoretis oleh keseluruhan faktor yang bekerja dalam bidang praktik juga besarnya modal dan struktur modal yang didefinisikan pada waktu tertentu dan perkembangannya, jenis kelamin, umur, status keluarga, dan tempat tinggal, yang mempunyai pengaruh yang besar."

Dengan kriteria ini, Pierre Bourdieu menyusun masyarakat ke dalam dua kelompok besar.

Pertama, dalam dimensi vertikal. Dalam hal ini dapat dipertentangkan antara para pelaku antara yang punya modal besar, dalam hal ekonomi dan budaya, dengan mereka yang miskin. Penataan secara hierarkis ini sangat menentukan. Para industrialis, bankir, dokter, insinyur, dosen berada pada hierarki tertinggi. Sedangkan tidak memiliki apa-apa dalam hal ekonomi dan modal budaya adalah buruh pabrik dan buruh tani yang berada pada tangga paling bawah.

Kedua, susunan masyarakat menurut struktur modal. Hal ini berkaitan dengan pentingnya kedua modal tersebut dalam besarnya secara keseluruhan. Menjadi logika khas arena perjuangan, apa yang dipertaruhkan dan jenis modal yang diperlukan untuk berperan di dalam permainan yang mengarahkan logika kepemilikan untuk menentukan hubungan antara kelas sosial dan praktiknya.

Dalam konteks ini, dipertentangkan antara mereka yang memiliki modal ekonomi lebih besar dengan mereka yang memiliki modal budaya lebih besar. Pembedaan ini dimungkinkan melihat pemisahan antara keduanya dalam posisi satu tangga dalam dimensi vertikal. "Yang membedakan kelas-kelas menemukan prinsipnya pada besarnya keseluruhan modal sebagai keseluruhan sumber daya dan kekuasaan yang secara efektif  dapat digunakan, yaitu modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Pembedaan itu dibuat dari yang paling lengkap dan besar kepemilikan modal ekonomi dan budayanya, sampai pada mereka yang sangat miskin."

Berdasarkan dua pembedaan tersebut, dapat dijelaskan kekhasan masing-masing kelas sosial yang terkait dengan kategori sosio-profesional.

Kelompok pertama adalah kelas dominan yang ditandai dengan besarnya kepemilikan modal. Kelas ini mengakumulasi berbagai modal. Mereka menunjukkan perbedaannya untuk mengafirmasi identitas khasnya dan memaksa semua orang dengan melegitimasi suatu visi tentang dunia sosial. Mereka juga mendefinisikan dan menentukan budaya yang sah menurut struktur modal yang dimiliki Struktur modal dalam hal ini meliputi borjuasi lama, seperti bos-bos perusahaan besar dan industri dan borjuasi baru, yang terdiri dari para eksekutif sektor swasta yang berasal dari sekolah-sekolah prestisius (modal ekonomi), para dosen, dan kaum intelektual (modal budaya).

Kelompok kedua ialah kaum borjuasi kecil. Mereka dIanggap masuk ke dalam kelompok borjuasi karena memiliki kesamaan sifat dengan kaum borjuasi, yaitu keinginan untuk menaiki tangga sosial. Akan tetapi, mereka masuk ke dalam posisi kelas menengah dalam lingkup sosial. Di sana, ada karyawan, wiraswasta, dan pengusaha. Praktik-praktik kehidupan mereka dan representasi anggota-anggotanya sangat terarah dan dapat dijelaskan melalui keinginan untuk menaiki tangga sosial. Mereka sangat menghormati tatanan sosial yang ada dan sangat rigoris dalam hal moral. Mereka sangat menonjolkan keinginan atau kehendak baik dalam hal budaya, meski mendasarkan keputusannya pada peniruan terhadap budaya kelas dominan.

Kelas borjuasi kecil ini meliputi para pedagang, ahli pertukangan, eksekutif menengah pada perusahaan-perusahaan swasta, ahli teknik, guru, dan sebagainya. Ada lagi kelas borjuasi kecil baru. Titik kesamaan mereka ialah berjuang untuk mengumpulkan status simbolis profesi mereka dan mengubah persepsi para pelaku yang lain. Kelompok ini, terdiri dari para seniman, kaum intelektual, dan konsultan, termasuk di dalamnya para animator televisi, radio, dan atache de presse.

Kelompok ketiga adalah kelas populer. Kelas ini ditandai dengan tiadanya kepemilikan modal. Mereka hampir tidak memiliki keempat jenis modal yang disebut di atas. Nilai yang menyatukan mereka adalah sejumlah praktik dan representasi yang menemukan makna dalam keunggulan fisik dan penerima dominasi. Mereka adalah para buruh pabrik dan buruh tani, dan para pekerja dengan upah kecil.

Pola perilaku kelas dominan biasanya membedakan diri dari kelas borjuasi kecil dan kelas populer. Dan, di antara kelas dominan, terdapat perbedaan lagi antara bos industri, dokter/insinyur, dan dosen. Salah satu cara untuk membedakan diri dari dua kelas yang lain ialah melalui tiga struktur konsumsi: makanan, budaya, dan penampilan. Yang termasuk konsumsi makanan harus diperhitungkan juga makan di restoran.

Pengeluaran untuk kepentingan budaya termasuk buku, koran, majalah, VCD/CD, komputer, olahraga, musik, tontonan, teater, dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran untuk penampilan termasuk, pakaian, sepatu, salon, pembantu, kebersihan, keperluan toilette, dan sebagainya. Pada bos industri, pengeluaran untuk  makanan cukup tinggi (37, 4 %), dokter/insinyur (24, 4%), dan dosen (24, 4%). Pengeluaran untuk penampilan pada bos industri (12, 7%), dokter/insinyur (22, 2%), dan dosen (12%). Sedangkan untuk konsumsi budaya, bos industri (1,3 %), dokter/insinyur (2,3%), dan dosen (4,3%).

Ketiga struktur konsumsi itu mempunyai makna dalam hubungan kekuasaan. Pilihan jenis makanan, jumlahnya, dan cara makan menentukan untuk menunjukkan diri berasal dari kelas sosial yang mana. Cara penampilan, cara memilih bahan yang dipakai juga memberi ciri khas pelaku, rasa percaya diri, dan menentukan pergaulan.

Demikian juga pengeluaran konsumsi budaya menjadi acuan kelas-kelas sosial yang lain. Budaya yang berlaku biasanya adalah budaya kelas dominan. Upaya membedakan diri dari kelas-kelas sosial lain merupakan bagian dari strategi kekuasaan. Tujuannya untuk mempertahankan kekuasaan. Maka, kecenderungan kelas yang didominasi adalah mengikuti budaya kelas dominan dan pola-pola pilihan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun