Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sabtu Tuk Merangkul Maria

12 Juni 2021   08:19 Diperbarui: 12 Juni 2021   08:37 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kisah saling mencintai. Foto: idntimes.com.

Setiap pagi, lonceng tua yang ditempatkan di Kapela Santa Monica, tepi barat Prancis menabuh gema. Bunyi lonceng menjadi isyarat. Ketika lonceng pergi dengan suara lantang, penghuni desa berarak-arakan juga berdesak-desakan. Setiap Sabtu, desa ini diberi latar hening.

Di desa ini, sejatinya ada harta indah yang membius ingatan. Sekali melihat, mata pun langsung mengontrol ingatan. Ingatan orang-orang di desa ini selalu mendorong mulut untuk menyebut namanya. Maria. Dia gadis sederhana, ramah, polos, anggun. Ia cantik. Ia memiliki hati seluas desa. Tak jarang ia diundang makan oleh pria-pria yang tak sabar menikahinya. Selebar dan sedalam hatinya, Maria tak pernah menolak. Ia berkomitmen tuk menikah. Tapi bukan sekarang.

Setahu saya, setiap pagi, sekitar pukul 06.00, Maria berada di dekat sumur. Ia membawa beberapa ember. Di sana, ia sabar menanti. Ia setia menunggu giliran timba. Orang-orang desa sangat menyukai Maria. Keramahan, keuletan, dan kesederhanaan menjadi daya tarik orang-orang tuk menghampiri Maria. Saya sendiri pun mengagumi Maria.

Suatu ketika, Maria tiba-tiba menjadi perbincangan warga desa. Ibu-ibu di sekitar pusaran sumur rutin menyebut nama Maria. Mereka mengira Maria sudah dipinang dan hilang. Kenapa beberapa hari belakangan ini, Maria tak menghampiri sumur? Mengapa ia tak lagi ke pasar tradisional? Ia seperti lenyap dari pukatan mata. Ia hilang tanpa tahu ke mana persisnya ia bersinggah.

Kehilangan Maria dari pijakan ingatan dan bidikan mata membuat pikiran tak lagi akur disapa hari. Persis, hari ini Sabtu, 12 Juni 2021 tepat seminggu, Maria hilang dari kerumunan kata dan mata. Beberapa warga kampung memilih membenamkan berisik, masa bodoh, tapi menaruh curiga. Tak ada yang berani menghampiri rumah sekadar menanyakan keberadaannya. Berita kehilangan Maria di sekujur desa memang benar-benar misteri.

Tak seperti kebanyakan orang yang cepat menabuh curiga, saya justru mendatangi rumah Maria. Keputusan ini lahir dari kecintaan yang tak bisa disimpulkan oleh suara kerumunan. Saya mengenal Maria dan Maria mengenal saya. Kami lama berdinamika dan bertukar pikir. Selain cantik dan sederhana, Maria juga tergolong perempuan yang cerdas. Kata-katanya tertata apik dan ramah di telinga.

Saya pun berani berkunjung. Dari luar rumah, suara debat dengan nada meninggi menaikan tensi kecurigaan. Ada apa dengan Maria? Saya mendorbrak pintu dan memaksa masuk. Di ruang makan rumah tua itu, Maria seperti didakwa atas satu tuduhan memberatkan. Maria duduk dengan kucuran air mata yang tak kunjung reda. Ia kehabisan suara. Anna dan Yoakim yang duduk di depannya tak mau diam.

Saya mendengar Yoakim dan Anna berbicara. Mereka berkomentar seluas ruangan dan seleber isi kepala. Maria diam. Ia dirajam kata-kata. Ia tak paham. Ia menahan pilu dan membenamkan rahasia.

"Coba beri dia kesempatan berbicara!"

Seisi ruangan menjadi sumur kering. Hening tak berpenghuni. Maria lari ke kamar. Ia menutup pintu dan mengunci suasana. Sabtu kali ini, aku baru melihat Maria tak nyaman dan jauh berbeda. Rambutnya dibiarkan terurai. Ia menutup badannya dengan balutan yang cukup tebal. Kami diam.

Malam itu juga Maria memberanikan diri tuk menanggalkan habit kerahasiaannya di depan kami bertiga. Katanya: "Hatinya disapa Sabda yang dititip seorang Malaikat Tuhan." Tiga bulan yang lalu, ia mendengar kabar bahwa ia akan mengandung. Ia tak banyak bicara. Debatnya berhenti di batas ketaatan. Ia menyimpan semuanya di dalam hati. Hatinya seperti tabernakel suci yang susah dibuka dan ditembusi. Ketika ia mampu merawat dan menguduskan Sabda itu, ia pun diberi gelar tersuci. Hati Tersuci Perawan Maria.

Dari sana aku sempat bernalar panjang lebar. Aku sempat kebingungan. Aku bergulat dengan keadaan sampai pada sebuah catatan kusam. "Jika Maria mampu menggunakan hatinya sedemikian rupa, bagaimana dengan saya?" Dari hati tersuci Maria, pengalaman-pengalaman lain pun lahir untuk dihidupi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun