Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama Buddha Setelah Kematian Buddha Gautama

26 Mei 2021   20:46 Diperbarui: 26 Mei 2021   20:50 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seminar dialog antar-agama di Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.

Setelah kematian Buddha, muncul perbedaan dalam pelaksanaan ajaran Buddha. Perbedaan ajaran ini, kemudian melahirkan sebuah pertemuan besar, yakni konsili Sangha di Rajagaha. Dalam konsili itu, para pengikut Buddha berusaha untuk menentukan isi ketiga Pitaka (keranjang) dari ajaran Buddha. Kassapa, salah seorang murid Buddha memimpin sidang.

Sidang tersebut memunculkan beberapa keputusan, yakni Upali murid tertua mengulangi Hukum Disiplin dari Persekutuan (Vinaya-pitaka), Ananda mendaraskan Sutta-pitaka (Keranjang Kotbah), dan Kassapa sendiri mendaraskan Abhidamma, atau Pitaka metafisika, psikologi dan filsafat. Setelah konsili ini berlangsung, seratus tahun kemudian dilangsungkan konsili berikutnya di Vesali.

Sebagian dari Sangha menilai bahwa Peraturan yang ada pada saat itu sangat mengikat. Mereka meminta supaya sejumlah peraturan dilonggarkan. Merasa dikalahkan, mereka yang progresif (mungkin para Mahasanghika) meninggalkan para Sthavira yang kemungkinan besar merupakan kelompok yang menurunkan Theravada saat ini.

"Bhikkhus, you have neither mother nor father to look after you. If you do not look after each other, who will look after you? Let him who would look after me look after one who is sick..." 

Perbedaan utama yang membuat kaum konservatif Buddhis dan kaum prograsif terpecah adalah masalah jalan untuk mencapai keadaan Buddha. Kaum ortodoks, dalam hal ini berusaha mempertahankan bahwa semua norma yang diterima hingga saat ini merupakan hasil pelaksaan ketat dari berbagai jenis peraturan. Kaum minoritas yang tidak ortodoks memegang teguh, seperti aliran Mahayana sekarang ini, bahwa keadaan Buddha sudah berada dalam diri kita dan yang dibutuhkan hanyalah mengembangkannya. Kaum minoritas yang terkalahkan, kemudian mengadakan konsili sendiri.

Konsili ketiga berlangsung di ibu kota Pataliputra. Tujuan utama konsili ini adalah untuk mencegah heresis. Konsili ini tak diragukan lagi, dimana pada periode berikutnya konsili ini sangat memengaruhi munculnya Mahayana atau Sekolah-Utara dari Budhisme.

Sejarah Aliran 

Prinsip utama yang memisahkan aliran-aliran Buddhisme tetap merupakan sesuatu yang tetap diperdebatkan. Bahkan, asal dan arti kata Mahayana dan Hinayana tidak-lah jelas. Yana secara harafiah berarti kemajuan hidup dan arti kedua adalah kendaraan. Maha berarti besar sebagaimana berbeda dari hina (kecil). Istilah tersebut dirumuskan oleh orang Mahayana yang menyatakan bahwa aliran mereka merupakan kemajuan dan jalan hidup yang cukup luas untuk menampung manusia menuju keselamatan. Sedangkan aliran Hinayana yang sangat dikenal dengan nama Theravada atau Ajaran Tua-tua, memegang teguh bahwa mereka mengajarkan jalan Buddha yang ditunjuk oleh Sang Guru Buddha.

Sejatinya, ada dua usul ekstrim aliran Mahayana. Pertama, bahwa Mahayana merupakan ajaran esoterik Buddha, seperti diajarkan kepada para terpilih dan kedua, bahwa Mahayana merupakan sekumpulan ajaran heresis (bidaah) yang menyelewengkan ajaran Guru Buddha yang murni.

Dalam kedua usul tersebut ada dasarnya. Kanon Mahayana, misalnya mengandung lebih banyak ajaran esoterik bila dibanding dengan agama lain apapun. Mahayana selalu lebih mengacu kepada hati sebagai upaya pembedaan dari ajaran-ajaran yang bersifat inderawi. Di lain pihak, ajaran dalam aliran Mahayana dewasa ini betul-betul merupakan anti-tesis dari pesan yang direkam dalam Kanon Pali dari Theravada.

Pendekatan lain yang mungkin lebih membantu untuk mengerti munculnya Mahayana mengarah ke masalah psikologis. Beberapa penulis memperlihatkan bahwa munculnya Mahayana tidak lain sebagai suatu protes terhadap Theravada. Pemikiran India telah memiliki warisan yang paling luhur dalam nuansa mistik yang tidak pernah puas dengan pandangan hidup melulu moral dari Aliran Selatan. Dalam hal ini, aliran Theravada kurang menanggapi pencarian jiwa manusia yang telah mencapai tingkatan yang lebih tinggi.

Berbeda dengan Theravada, Mahayana justru berusaha untuk mengisi kekurangan tersebut. Cara pandang hidup Theravada yg bernada negatif tidak dapat menjadi agama populer secara mudah. Ketika Buddhisme menjadi universal dalam semangat dan mencakup massa yang sangat luas, Theravada malah kurang dapat berfungsi.

Perubahan Status 

Seratus tahun sesudah kematian Raja Asoka terjadilah perubahan yang mendalam dan penuh dalam ajaran Buddha. Buddha yang mula-mula dipandang sebagai manusia, kemudian dilihat sebagai super-manusia. Esensi spiritualnya pun masuk dalam pantheon atau didewakan.

Meski ada perubahan yang mendasar, namun Mahayana sejak awal menyatakan bahwa tidak pernah menolak Theravada atau bagiannya. Sampai sekarang, di Cina dan Jepang Kanon Pali masih dipelajari.

Maka Dr. McGovern mengatakan: "Sementara Hinayana menganggap Mahayana sebagai suatu penyelewengan dari Buddhisme yang asli, atau lebih baik sebagai cabang yang keliru atau merosot, Mahayana memandang Hinayana tidak sebagai sesuatu yang keliru atau berlawanan pada Budhisme yang benar, melainkan hanya sebagai yang tidak sempurna, atau ajaran yang dangkal yang diajarkan oleh Sakyamuni (Buddha) kepada mereka yang tidak mampu untuk mengerti kebenaran-kebenaran yang lebih mendalam dari Mahayana."

Para penganut Mahayana selalu menyatakan bahwa Mahayana adalah perluasan dari Theravada dan bukan penggantinya. Untuk membahasa ketegangan ini, Raja Kanishka yang memerintah sekitar tahun 78-103 akhirnya mengikuti contoh Raja Asoka dengan mengadakan konsili yang keempat.

Sementara para penganut Mahayana tidak menyinggung Konsili Asoka, kecuali para Sarvastivadin, suatu sekte Theravada yang hadir pada konsili Kanishka, bersama dengan orang-orang Tibet dan Cina.

Para penganut Theravada dari Sri Langka, Siam dan Birma tidak mengakui konsili tersebut. Tujuan utama konsili tersebut adalah untuk mencoba mengharmoniskan dua aliran yang semakin menjauh. Hanya sebagian kecil usaha ini menampakkan hasilnya.

Penyebaran Buddhisme 

Budhisme sejak awal merupakan agama yang bersifat misioner. Hanya beberapa hari setelah Buddha menyampaikan Kotbah Pertama, ia mengutus para pengikutnya keliling dunia. "Go ye forth, O Bikkhus, for the gain of the many, for the welfare of the many, in compassion for the world. Proclaim the Doctrine Glorious, preach ye a life of holiness, perfect and pure."

Himbauan yang sama ditemukan dalam karya Mahayana Suara Kesunyian. Dalam buku ini dianjurkan supaya mereka menunjukkan Jalan Keselamatan kepada para pengikut meski kabur laksana bintang di malam hari. Tujuannya tdak lain agar mereka dibimbing dalam peziarahan yang sulit dan supaya mereka menerima Roti Kebijaksanaan dan biarkanlah mereka mendengarkan Hukum. Demikianlah pada perkembangannya Buddhisme berkembang ke sebagian besar negara-negara di Asia Selatan dan Asia Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun