"Tetapi, apabila Roh Kebenaran datang, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya, itulah yanga akan dikatakan-Nya, dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang" (Yohanes 15:13).
Sesuai dengan janji-Nya pada Minggu yang lalu, Yesus akan menghadirkan Roh Kudus bagi komunitas para rasul. Janji itu ditepatinya hari ini dan di sini (hic et nunc).Â
Katanya: "Jikalau Penghibur yang akan diutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku." Gereja pun mengamini amanat ini hingga saat ini. Gereja mengakhiri peristiwa lima puluh hari pasca Kebangkitan Yesus dengan merayakan kehadiran Roh Kudus.
Pentakosta. Peristiwa ini merupakan puncak dari seluruh masa perjalanan para rasul pasca Kebangkitan Yesus. Selain sebagai puncak harapan dan interaksi, peristiwa Pentakosta juga menjadi penanda lahirnya Gereja-Gereja mulai keluar untuk bersaksi.Â
Kehadiran Gereja dalam wujud keterlibatan Yesus dengan kata lain tak berhenti di kelas-kelas terakhir sebelum Kenaikan-Nya ke surga. Agar materi kelas khusus pasca kebangkitan dapat diendapkan, diterapkan, dihidupi, menjiwai, dan menggerakkan komunitas para rasul, Yesus kemudian mengutus Roh Kudus. Yesus mau agar para rasul bersaksi sesuai dengan arahan dan tuntunan Roh Kudus.
Kehadiran Roh Kudus sejatinya adalah sebuah jaminan sekaligus bekal perjalanan misi perdana para rasul. Situasi ditinggalkan Sang Guru Sejati, secara manusiawi menggoncang dan membenamkan keberanian para rasul. Para rasul sungguh diliputi rasa cemas, tak berdaya, kehilangan orientasi, dan takut. Maka, untuk merobohkan situasi ini, para rasul membutuhkan penuntun, pengarah, kompas, dan stimulus.
Pertama-tama, Roh Kudus hadir untuk mempersatukan kekuatan komunitas para rasul. Kehadiran Roh Kudus tampak dalam rupa angin kencang dan lidah-lidah api. Simbol ini, dalam artian tertentu memperkuat dan menyatukan. Ketika badai datang, kita biasanya berusaha menyatukan kekuatan bersama agar tetap survive.Â
Kekuatan lain dari lidah api adalah berupaya menggabungkan. Dalam bara api, semua wujud benda tertentu akan dilahap habis dan berubah wujud menjadi abu. Di sana, kita tak dapat membedakan mana yang putih dan mana yang hitam; mana yang besar, mana yang kecil. Semuanya menjadi satu.
Kedua, kehadiran Roh Kudus menggerakkan dan memampukan para rasul untuk berani bersaksi. Di tengah laut, misalkan, kekuatan angin mampu menggerakkan perahu untuk berlayar. Di Belanda, kekuatan angin mampu menggerakkan kincir agar menghasilkan daya untuk kebutuhan manusia. Selain angin, wujud Roh Kudus seperti yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul hadir juga dalam rupa api. Wujud api biasnya melambangkan keberanian.
Ketiga, kehadiran Roh Kudus menjamin kesaksian para rasul. Menjamin dalam hal ini juga berarti Roh Kudus berusaha memberi arah, tuntunan, dan peringatan. Keberhasilan dari prospek ini tidak bisa ditakar dari satu arah.Â
Jika hanya Roh Kudus yang "berusaha" tanpa keterbukaan diri masing-masing untuk dibimbing dan dipimpin oleh Roh Kudus itu sendiri, maka karya misi bisa jadi akan mengalami kepincangan. Maka, benar apa yang dikatakan oleh Paulus dalam Suratnya kepada Jemaat di Galatia: "Jika kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh" (Galatia 5:25).
Dengan demikian, ajakan untuk kita di hari Pentakosta ini, hendaklah hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus. Realitas hidup dipimpin oleh Roh Kudus biasanya dimulai dari masing-masing pribadi, dengan pertama-tama terbuka terhadap karya Roh Kudus yang berbicara melalui Sabda Tuhan dan keluar dalam wujud bisikan hati nurani.Â
Selamat merayakan Hari Raya Pentakosta!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H