Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wejangan Malam Terakhir (Kamis Putih)

1 April 2021   21:06 Diperbarui: 1 April 2021   21:22 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perayaan Ekaristi. Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.

Perjamuan Malam Terakhir (The Last Supper) merupakan momen krusial sekaligus penuh makna bagi Yesus dan murid-murid-Nya. Hari ini, Kamis 1 April 2021, penetapan Perjamuan Malam Terakhir masih dibayang-bayangi pandemi Covid-19. Akan tetapi, situasi pandemi, tak memadamkan api momen Malam Terakhir -- perjamuan malam bersama, pembasuhan kaki, menemani Yesus, dan mengikat wejangan. 

Bagi umat Katolik di seluruh dunia, perayaan Malam Perjamuan Terakhir ditetapkan pada Hari Kamis. Karena dianggap menjadi momen mendengar wejangan eksristis Yesus Kristus, perayaan ini kemudian dinamakan perayaan Kamis Putih (Holy Thursday). Apa yang diikhtiarkan Yesus di sela-sela Perjamuan Terakhir ini?

Penetapan Ekaristi

Malam Perajmuan Terakhir merupakan momen pengenangan kehadiran Yesus. Dalam ritual Perjamuan Malam Terakhir, Yesus memberi perintah kepada para murid: "Lakukanlah ini, sebagai peringatan akan Daku!" (Lukas 22:19). Perintah ini memuat kata-kata institusi bagaimana Umat Katolik merayakan ekaristi hingga saat ini. "Inilah Tubuh-Ku dan inilah Darah-Ku" (Lukas 22:19-20).

Perjamuan Malam Terakhir kemudian ditetapkan sebagai momen mengahdirkan kembali (anamnesis) -- menghadirkan Yesus di sini dan saat ini. 

Dalam hal ini, Yesus memperingatkan para murid-Nya agar momen perjumpaan terakhir sebelum Ia menderita, sengsara, dan wafat, dilakukan setiap kali mereka berkumpul. Dalam perjalanan waktu, momen ini kemudian diaprobasi dengan nama Ekaristi. Dalam Ekaristi, Yesus dihadirkan kembali dalam rupa roti dan anggur. Roti melambangkan Tubuh Kristus dan anggur melambangkan Darah Kristus.

Kasih Persaudaraan

Sebelum melakukan Perjamuan Terakhir bersama para murid, Yesus membuat satu ritual khusus sebagai pesan untuk selalu menjaga persekutuan dan persaudaraan di antara mereka. Memang, ketika seseorang hendak pergi, wejangan tertentu selalu diberikan sebagai sarana memperkuat komunio di antara orang-orang yang ditinggalkan. Pada momen Kamis Putih, ikatan persaudaraan dan cinta kasih itu diperlihatkan melalui ritual pembasuhan kaki.

Ketika Yesus hendak dibawa ke pengadilan orang Yahudi, Yesus tak henti-hentinya mengingatkan para murid: "Kamu juga harus membasuh kaki saudara-sudarimu!" Pembasuhan kaki dalam hal ini tidak hanya bermakna pelayanan, tetapi juga soal penghapusan dosa. 

Momen pembasuhan kaki tak lain merupakan bentuk pemberian diri Yesus yang total kepada kehendak Bapa. Membasuh kaki berarti mau menjadi hamba dan siap melayani. Ketika seseorang mau menjadi seorang pelayan, hal yang dituntut dalam hal ini adalah soal pengorbanan -- (totalitas pemberian diri).

Lalu, pertanyaan berikutnya adalah kenapa Yesus menuntut para murid agar membasuh kaki sesamanya? Makna tersirat yang disampaikan melalui kalimat instruksi ini adalah soal penyemaian benih pengampunan. Mencuci kaki sesama berarti mau mengampuni. 

Dalam hal ini, Yesus berpesan kepada semua orang yang menaruh iman dan kepercayaan kepada-Nya, agar tetap menyekolahkan semangat pengampunan kepada sesama.

Berjaga-jaga

Hal ketiga yang menjadi isi wejangan Kamis Putih adalah soal kewaspadaan. Pada momen menjelang penangkapan-Nya, Yesus selalu berpesan kepada para murid untuk berjaga-jaga. 

Dalam kisah di taman Getsemani, Yesus menemukan situasi dimana para murid justru kurang berstamina dalam iman dan pengharapan. Ketika Yesus sementara berdoa -- menyentuh sekat-sekat kepedihan sebelum menanggung penderitaan -- para murid justru mengisi waktu sambil menunggu Yesus dengan tidur. Sikap seperti ini, tentunya diperingatkan oleh Yesus.

"Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" (Matius 26:40). Pertanyaan Yesus sejatinya tidak hanya menghentak nurani para murid, tetapi juga menjadi peringatan untuk momen-momen berikutnya ketika Yesus sudah tidak lagi bersama-sama dengan mereka. 

Bagi Yesus, berjaga-jaga adalah bentuk kesiap-sediaan seorang murid. Seorang murid dalam hal ini tidak hanya menunggu perintah dari gurunya agar selalu berjaga-jaga. Selalu berjaga-jaga seharusnya sudah diinternalisasikan dalam diri masing-masing pengikut Yesus agar siap diutus untuk proyek misi selanjutnya.

Untuk selalu berjaga-jaga, maka pada malam Kamis Putih dibuat perarakan Sakramen Mahakudus dan tuguran. Ketika sakramen ditahtakan, setiap orang atau kelompok tertentu setidaknya memiliki waktu selama beberapa menit bersama dengan Yesus. 

Kamis Putih menjadi momen-momen terakhir bersama Yesus. Untuk itu, kita perlu mengisi momen terakhir ini dengan hal-hal yang baik. Waktu tuguran, juga sebaiknya dipakai untuk melakukan komunikasi intens bersama Yesus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun