Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menggagas Kemakmuran Papua

31 Maret 2021   21:03 Diperbarui: 31 Maret 2021   21:10 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menggagas kemakmuran Papua memang sudah digodok dari tahun ke tahun. Akan tetapi, semua upaya ini, seringkali tak menyentuh kata kemakmuran, kesejahteraan, dan keamanan masyarakat Papua. Tak banyak yang mau menjelaskan alasan kenapa upaya menuju kemakmuran ini tersendat. Tak ada orang yang berani mengungkapkan realitas pekat yang mengungkung masyarakat Papua dalam banyak polemik.

Semakin ke Timur, pandangan kita memang agak susah untuk diarahkan. Terlalu jauh, terlalu luar, dan sudah menyentuh periferi. Sejak orang asing menemukan kekayaan alam yang sungguh bernilai, Papua pelan-pelan dilirik. 

Perhatian memang hanya sebentar karena mayoritas kepemilikan dan pengelolaan kekayaan alam di Papua, sejatinya ada di tangan orang asing. Pemerintah sebagai pucuk dari keanggotaan rumah tangga Indonesia, tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengiyakan dan mengayak sedikit keuntungan dari taring Freeport. Separuh dari isi kekayaan alam Papua, akhirnya persis dikeruk untuk kepentingan orang asing.

Saat ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tengah menetapkan panitia khusus (pansus) terkait proyek pembangunan Papua. Sesuai dengan evaluasi yang muncul selama ini, Papua sejatinya perlu membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. 

Perhatian khusus, dalam hal ini, diharapkan mampu membawa masyarakat Papua keluar dari berbagai pelik persoalan. Ada beragam kategori persoalan, antara lain kemiskinan, korupsi, masalah keamanan, diskriminasi, serta aspek keadilan sosial. Beragam persoalan ini kemudian menuntut Pemerintah dan DPR membuat regulasi khusus -- berupa Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) untuk wilayah Papua.

Undang-Undang Otsus Papua lahir dari suguhan realitas. Masalah keamanan adalah salah satu masalah krusial yang tengah dialami oleh masyarakat di Papua. Konflik antar-warga dan aparat keamanan seringkali terjadi karena berbagai alasan. Untuk mengamankan situasi ini, setiap tahunnya, negara membuat banyak gebrakan terkait masalah ini. Penempatan berbagai pos pengaman disertai pengerahan petugas keamanan hingga penggelontoran dana miliaran rupiah tidak pernah berhasil mendinginkan situasi di Papua.

Masalah lainnya yang cukup menyayat hati masyarakat Papua adalah soal diskriminasi. Indeks pergolakan massa akibat problem diskriminasi ini memang sangat menguat. Beberapa kali, negeri ini mengalami situasi mencekam karena polemik rasial. Problem ini tentunya membuat daftar "kecurigaan" orang-orang Papua terhadap keseriusan bangsa dan negara ini semakin menanjak. Ketika ada nada celaan berupa diskriminasi rasial, masarakat Papua langsung beraksi. Mereka seperti merasa bukan bagian dari, dibedakan, dan dilupakan.

Dalam kolom usulan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, pemerintah mengingatkan dua hal penting terkait Otonomi Khusus Papua, yakni penambahan dana otsus menjadi 2,25 persen (dari semuala hanya 2 persen) dan upaya pemekaran wilayah Papua. Untuk bagian penambahan dana otsus, hal ini memang sudah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Apa yang terjadi terkait penyerapan dana di lapangan tidak terlalu terlihat. Ada harapan, semua dana ini ditelusuri dan diberi pengawasan ketat agar benar-benar menyentuh sasaran.

Hemat saya, evaluasi berkala terkait penggunaan dana perlu dilakukan. Evaluasi dalam hal ini membantu pemerintah untuk mengegolkan upaya pembangunan di Papua. Kita sejatinya tak boleh lengah dengan Papua. Pembangunan Papua tersendat kadang karena ulah oknum-oknum tertentu yang kurang bertanggung jawab dalam mengelola dana.  

Lalu, bagaimana dengan usulan pemekaran? Beberapa proposal dari utusan Papua memang pernah menyambangi pemerintah untuk meminta pemekaran wilayah. Hemat saya, proposal ini tak ada salahnya -- mengingat wilayah Papua memang cukup luas. Akan tetapi, perlu diperdalam konsekuensi futuris terkait persaingan yang bisa muncul dalam diri warga. 

Ketika Papua dipecah menjadi beberapa provinsi atau kabupaten, ada ketakutan operasi evaluasi anggaran akan susah dikontrol. Dalam hal ini, tali korupsi akan muncul seiring pemekaran wilayah diikhtiarkan. Biasanya, ketika pembagian wilayah mulai terlihat, persaingan antar-wilayah akan ikut terlihat. Apa yang ditakutkan dari hal semacam ini adalah soal bentrok di antara warga yang sudah dizonasi ke dalam distrik atau wilayah kota tertentu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun