Alasan lain lagi, yakni soal kekuatan argumentasi saat beradu pendapat di ruang maya. Tak sedikit orang akan melakukan manuver-manuver verbal berupa kata-kata caci-maki, kecaman, ancaman, dan ujaran kebencian saat kekuatan argumentasi keburu lelah. Dalam hal ini seringkali terjadi dimana seseorang merasa dilupuhkan secara publik melalui ide-ide atau opini lawan.
Ketika kekuatan argumen merasa dilumpuhkan, emosi bermain dan diksi tak sehat diutarakan. Fenomena ini, bisa dilihat di berbagai kolom komentar beranda apa pun. Perang gagasan, kadang-kadang berujung pilu, nestapa, dan masuk bui.
Maka, diksi kekuatan argumen, hemat saya, penting untuk dievaluasi ketika jumping ke kanal media sosial. Berdebatlah secara sehat, kemukakan argumen yang santun, dan kelola emosi. Ibarat berdebat di ruang diskusi, ruang medsos memberi kebebasan untuk kita agar lebih bijak berargumentasi. Di sana, kita bisa melihat, siapa yang mau dikritik dan siapa yang enggan untuk dikritik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H