Derrida justru mengambil posisi di antara -- posisi dekonstruktif. Berhadapan dengan dua model hukum ini -- baik hukum ilahi maupun hukum positif -- Derrida mengatakan bahwa kita tidak bisa memutuskan. Keduanya selalu ada, dan di situ kita tidak dapat memutuskan yang satu dan meninggalkan yang lain.
Dalam hal teoritis -- bukan ranah praktis -- keadilan memang tidak dapat diputuskan. Akan tetapi, menurut Derrida, kita tetap harus mengambil sebuah keputusan karena keadilan tidak menungggu. Keputusan yang diambil menurut Derrida tidak melulu mengikuti kaidah hukum yang berlaku, tetapi melalui interpretasi hukum; tidak melulu mangambil keputusan terprogram, tetapi melihat setiap kasus sebagai sesuatu yang unik (putusan sebagai peristiwa).
Para pengkritik positivisme hukum, salah satunya Walter Benjamin, mengklaim bahwa di dalam hukum, kekerasan justru dipertahankan, dimana wajahnya dalam bentuk lain yang lebih halus. Walter Benjamin, seperti yang dikutip Jacques Derrida dalam bukunya Force of Law: The Mystical Foundation of Authority, melihat berbagai ketimpangan yang terjadi dalam sistem hukum positif.Â
Pembahasan Benjamin dalam Zur Kritik der Gewalt berangkat dari sebuah oposisi biner induk, yakni antara hukum alam (natural law) dan hukum positif (positive law). Kedua jenis hukum ini, menurut Benjamin, masih memegang hubungan sarana-tujuan: "Tujuan-tujuan yang adil dapat dicapai melalui sarana yang sah, sarana yang sah dapat diarahkan pada tujuan-tujuan yang adil."
Hal ini berarti bahwa: pertama, keadilan hanya dapat dicapai melalui sebuah tatanan bernama hukum dan efeknya adalah segala upaya pencarian keadilan di luar tatanan (hukum) tidak dapat dibenarkan dan kedua, kekerasan yang dulu pernah dipraktikkan dalam sistem hukum alam (natural law) justru dipertahankan dalam hukum positif (positive law) bilamana hukum itu tidak diterapkan secara adil. Penetapan hukum secara tidak adil adalah bentuk kekerasan. Oleh karena itu, Derrida menolak ide keadilan yang hanya direduksi pada sebuah tatanan bernama hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H