Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Fondasi Mistis Hukum Positif

16 Februari 2021   08:24 Diperbarui: 16 Februari 2021   08:40 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ilmu hukum. Foto: kompas.com.

Fondasi mistis hukum membuat hukum itu sendiri dipertanyakan. Dalam buku Force of Law, Jacques Derrida mendiskusikan tentang elemen-elemen berikut, yakni mengenai dasar-dasar atau fondasi, otoritas, mistis, hukum, keadilan, aporia dan keputusan (William W Sokoloff, 2005). Keputusan adalah salah satu elemen penting yang disoroti dalam Force of Law. Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa meyakinkan seseorang mengenai dasar keputusan kita? Tidak ada seorang pun yang mampu menerima validitas dari sebuah keputusan, jika keputusan itu tidak mendapat pembenaran. Oleh karena itu, sebuah keputusan harus memiliki dasar yang kokoh.

"Kekerasan tanpa hukum adalah tirani. Keadilan tanpa paksaan atau kekuatan adalah sia-sia, karena selalu ada yang melanggar atau membantah; sebaliknya kekerasan tanpa keadilan adalah kutukan. Adalah lebih baik mengkombinasikan keadilan dan kekerasan, dan untuk tujuan ini tentunya membuat apa yang adil itu kuat, dan apa yang kuat itu adil" (Derrida, 1993).

Menurut Derrida hukum tidak memiliki dasar yang jelas dalam menelurkan keputusan.

"Otoritas undang-undang bertumpu pada kepercayaan yang diberikan padanya. Orang akan percaya pada hal ini; dan inilah yang menjadi tumpuan mereka. Iman ini bukanlah sebuah hal yang ontologis atau pijakan yang rasional atau masuk akal, tetapi tetap harus berpikir apa arti percaya itu.

Hukum bergerak dengan dua kekuatan besar, yakni karakter memaksa dan kekuasaan (otoritas pihak yang berkuasa). Orang menaati hukum bukan karena hukum itu adil, tetapi karena ia semata-mata adalah hukum. Dalam Force of Law, Derrida mengutip Blaise Pascal dan Montaigne terutama mengenai tulisannya yang berjudul Penses. Derrida mengakui bahwa penjelasannya mengenai paradoks tentang hukum dalam Force of Law, juga dipengaruhi oleh Pascal. Dalam fragmennya itu, Blaise Pascal mengatakan bahwa:

"Keadilan, paksaan -- adalah benar bahwa apa yang adil harus diikuti; adalah sebuah kebutuhan bahwa apa yang paling kuat harus diikuti" (Blaise Pascal, 1910).

Pada bagian pembuka fragmen ini dikatakan bahwa apa yang adil harus diikuti. Ketaatan ini diikuti dengan berbagai konsekuensi, dampak atau efek tertentu, penerapan, dan penegakan. Kemudian Pascal melanjutkan bahwa apa yang kuat juga harus diikuti dengan berbagai konsekuensi, dampak tertentu dan lain-lain. Selain mengutip Pascal, Derrida juga mengutip Motaigne. Melalui Montaigne Derrida memperlihatkan fondasi mistis hukum demikian:

"Seseorang mengakui sesuatu yang adil melalui otoritas seorang legislator, yang lain tertarik pada kedaulatan, yang lain karena adat-istiadat atau kebiasaan, dan inilah yang sangat pasti. Tidak ada yang mengikuti keadilan itu sendiri, semuanya berubah sesuai dengan waktu. Kebiasaan menuntut kesamaan sebagai alasan yang diterima oleh semua. Inilah fondasi mistis dari otoritas itu sendiri" (Derrida, 1993).

Kata must be followed merupakan sebuah instruksi yang menuntut sebuah ketaatan. Kata must be followed atau harus diikuti memaksa setiap orang untuk tunduk pada hukum. Dengan demikian, yang dikatakan sebagai yang adil adalah yang paling kuat. Di balik keadilan, ada otoritas yang mem-back up kekuatan konsep, yakni kekuasaan. Keadilan dalam hal ini mempunyai kekuatan yang beroperasi melalui bahasa.

Selanjutnya, Pascal mengatakan bahwa:

"Keadilan tanpa kekuatan adalah mandul -- dengan kata lain, keadilan bukanlah keadilan atau [dengan kata lain] keadilan tidak [dapat] digapai jika keadilan itu sendiri tidak memiliki kekuatan/daya untuk ditegakkan" (Derrida, 1993).

Keadilan tidaklah bernilai apa-apa jika ia tidak memiliki kekuatan di belakangnya. Penegakan hukum (law enforcement) justru menjadi sarana tercapainya sebuah keadilan. Keadilan bukanlah keadilan jika ia tidak memiliki kekuatan untuk ditegakkan. Akan tetapi, Derrida melanjutkan

"kekuasaan tanpa keadilan adalah tirani. Keadilan tanpa daya kekuasaan adalah penyangkalan, karena selalu ada pelanggar; kekerasan tanpa keadilan dikutuk. Adalah sebuah kebutuhan untuk menyatukan keadilan dan kekuasaan/kekuatan/kekerasan; dan untuk tujuan ini membuat apa yang adil menjadi kuat dan apa yang kuat adalah adil" (Derrida, 1993).

Pascal mengatakan keadilan dan penegakan hukum (law enforcement) tidak bisa dilepaskan dari kekuataan paksaan. Keadilan yang tidak memiliki daya paksa adalah sebuah keadilan yang mandul (law without force is powerless), dan keadilan yang mandul bukanlah sebuah keadilan. Baik hukum maupun paksaan adalah sebuah kesatuan, hukum tanpa paksaan adalah hukum yang powerless, namun di sisi lain, paksaan tanpa hukum adalah sebuah kekerasan yang tidak berdasar. Singkatnya, sebuah keadilan memerlukan "sesuatu" di belakangnya, dan sesuatu itu adalah konsekuensi berupa penegakan hukum itu sendiri (law enforcement).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun