Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Kekuasaan Beroperasi Melalui Seksualitas

15 Februari 2021   07:02 Diperbarui: 15 Februari 2021   07:24 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi begaimana kekusaan beroperasi melalui seksualitas. Foto: lifestyle.okezone.com.

Lebih lanjut, agama dituduh sebagai biang keladi diskriminasi terhadap kaum LGBT. Agama dinilai menghambat dan membatasi ruang gerak kaum LGBT. Penafsiran ajaran agama yang mendiskreditkan kelompok LGBT sangat sulit untuk diubah sehingga stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap LGBT mendapat pembenaran dari masyarakat.

Menguatnya fundamentalisme agama belakangan ini turut berperan dalam menghambat perkembangan perjuangan hak-hak LGBT. Lebih jauh lagi, tafsir agama yang tidak berpihak pada kelompok LGBT tersebut mendapatkan pengesahan dari negara melalui aturan hukum seperti undang-undang perkawinan yang tidak mengakui perkawinan sejenis.

Selain itu, Pandangan umum (ideologi) yang beredar dalam masyarakat umumnya menegaskan bahwa LGBT adalah soal gangguan kejiwaan. Hal demikian, tidak lepas dari peran ilmu-ilmu klinis: medis, psikiatri, psikologi, dan psikoseksual. Label gangguan kejiwaan pada LGBT ini memiliki dasar hukumnya, yakni Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Dalam undang-undang tersebut, terdapat dua pengelompokan, yakni Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Perbedaannya, ODMK memiliki resiko mengalami gangguan jiwa, sedangkan ODGJ sedang mengalami gangguan jiwa. Kaum lesbian, gay, biseksual masuk dalam kelompok ODMK, kalau transgender masuk ODGJ yang perlu mendapat terapi. Masuknya kaum lesbian, gay, dan biseksual dalam kelompok ODMK bertujuan mengklasifikasi gangguan psikologis yang dialami.

Diskriminasi (eksploitasi) juga bisa terjadi dalam bentuk iklan. Dalam dunia advertisement, tubuh perempuan ditampilkan sebagai yang berkulit putih, langsing, anggun, seksi, buah dada montok, dan bokong besar. Urusan kecantikan dan pemeliharaan tubuh ini telah menjadi industri (kapitalisme). Stereotipe kecantikan adalah bagian dari konstruksi pasar, sehingga industri kecantikan dan perawatan tubuh dapat dilihat sebagai sebuah big business.

Untuk itu, tidak heran jika wacana kecantikan seperti inilah yang akan mewarnai era baru sehingga senam aerobik, yoga,  salon kecantikan, dan fitness-center (gym) sangat marak di Indonesia, juga industri-industri produk diet, kosmetik, dan pakaian semakin pesat. Selain itu, make up, hair show, workshop, hingga seminar kecantikan juga sangat laku di era sekarang.

Di Indonesia, maraknya iklan dengan menggunakan perempuan sebagai model merupakan hal yang lazim di era kemajuan teknologi sekarang. Tubuh perempuan sering tampil sebagai simbol kenikmatan minuman, keindahan produk furnitur, keanggunan dan kecantikan produk mobil, dan image pada iklan sabun cuci yang seolah-olah ingin mengatakan bahwa yang bisa mencuci bersih adalah perempuan, dan serangkaian iklan yang menampilkan sosok perempuan untuk pekerjaan di dapur dan merawat anak-anak (Surajiyo, 2011).

Untuk sekarang, kita bisa dengan mudah menemukan iklan produk kecantikan dari sabun mandi, shampo, lotion, sampai pengharum ketiak perempuan (deodorant). Untuk itu, kita dengan mudah mendapatkan nama-nama selebriti yang sedang tenar di tanah air (stasiun televisi swasta) seperti Luna Maya, Dian Sastrowardoyo, Sandra Dewi, Carrisa Puteri, Bunga Citra Lestari, Rianti Carwright, bahkan Tamara Blezinky dan Alya Rohali, mantan Puteri Indonesia tahun 2002. Mereka adalah artis-artis yang sangat marak menjadi bintang iklan perawatan tubuh perempuan (Zuly Qodir, 2010). Hal demikian, merupakan tren budaya populer (populer culture).

Selain itu, fenomena menjamurnya Closed Circuit Television (CCTV) di berbagai instansi swasta maupun negeri, tentu sedang menyingkapkan sesuatu di baliknya. Hal ini tampak dalam pemasangan 3000 CCTV untuk memantau kegiatan warga Jakarta, terutama menyangkut pelayanan publik.

 Ahok menargetkan CCTV akan ada di seluruh sudut kota Jakarta, termasuk dipasang di seluruh taman di wilayah Jakarta agar bisa memantau PKL (Pedagang Kaki Lima) liar dan pelaku perusakan taman secara jelas. Kamera CCTV banyak dipasang di tempat-tempat publik, namun pengguna terbanyak adalah hotel, bank, dan mall. Pemantauan lewat kamera pengintai ini jelas menunjukkan upaya tertentu dalam kerangka strategi tertentu pula.

Fenomena di atas merupakan gambaran bagaimana kekuasaan beroperasi. Praktik kekuasaan, umumnya merangkak dari aspek seksualitas. Seksualitas menjadi peta pembagian kekuasaan dijalankan. Antara pria dan wanita, sejatinya ada rentang jeruji penjara yang memisahkan. Kadang yang satu mendominasi, dan yang lain didominasi. Korban lahir dari relasi kekuasaan demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun