Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Check and Ballance" Ruang Maya atas Isu Pilkada DKI Jakarta

13 Februari 2021   06:51 Diperbarui: 13 Februari 2021   06:56 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu yang lagi top di ruang maya saat ini adalah soal proyek menggotong Gibran Rakabuming Raka, Putra Presiden RI Joko Widodo ke panggung Pilkada DKI Jakarta pada 2024 nanti. Isu ini dilempar begitu saja ke ruang publik maya. Alhasil, banyak komentar berselewiran. Namanya juga isu, pasti banjir komentar dan bumbu. Tapi, itulah fungsi check and ballance ruang maya -- menguji informasi laten yang tersembunyi di balik dengung.

Isu Gibran maju ke Pilkada 2024 memang belum bisa dipastikan secara gamblang. Pasalnya, Gibran sendiri belum memberikan tanggapan serius soal isu ini di ruang publik. Dengan ekspresi polos, putra Presiden Jokowi ini memang bukan sembarang orang. Ia tak menanggap serius dan agresif. 

Melihat jejak karier sang ayah, bisa jadi kabar angin soal pencalonannya di kontestasi Pilkada 2024 nanti, terbukti benar. Siapa tahu, iya kan? Intervensi opini publik, dalam hal ini, bukan soal riuh dan hembusan angin belaka. Tapi, di dalam hembusan dan pandemi riuh itu,  ada muatan-muatan tertentu yang sebetulnya mau disampaikan melalui dengung di media sosial.

Bagaimana harus menyikapi dan mencermati? Semenjak revisi UU Pemilu dan UU Pilkada sempat memanas dan kini berhenti dibicarakan di badan legislasi (baleg) DPR RI, bias hyperlink informasi kian ditarik ke mana-mana. 

Tokoh yang paling banyak disoroti adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies disebut-sebut tak lagi memiliki panggung kompetisi jika UU Pemilu dan Pilkada tidak direvisi. 

Jika Pemilu Serentak pada 2024 nanti diadakan, maka dengan sendirinya, durasi dua tahun tanpa kekuasaan membuat citra politik, peran, dan kepemimpinan Anies hilang. Isu ini, juga digulirkan di ruang maya.

Anies Baswedan sendiri tak menanggapi serius terkait polemik intervensi politik di ruang maya. Apa yang penting bagi Anies adalah soal penyelesaian masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan baik -- menyelesaikan persoalan dan melayani kebutuhan warga Jakarta. 

Saat ini Pak Anies tak terlalu komentar. Itu artinya, ia sendiri masih harus menyelesaikan banyak pekerjaan rumah terkait wilayah kekuasaannya. Reaksi Pak Anies, hemat saya merupakan strategi bijak dalam menghadapi intervensi opini publik.

Intervensi opini di ruang maya yang kerap kali menghebohkan bukanlah proyek besar yang ditarget Gubernur Anies. Jika Pak Anies tetap fokus pada pekerjaan dan tanggung jawabnya saat ini, itu artinya ia memberi prioritas etika pelayanan publik sebagaimana mestinya. 

Mereka yang berambisi menjadi calon pemimpin mungkin dengan cepat baper dan memberikan statement tertentu jika diserang isu sensitif terkait narasi politik. Akan tetapi, perubahan mekanisme komunikasi politik justru terlihat dalam pribadi Pak Anies yang lebih tenang dan tak agresif dalam menanggapi isu.

Baik Pak Anies maupun Gibran, keduanya tak terlalu berkomentar. Mereka tahu etika politik yang sesungguhnya dan bagaimana menyikapi itu dengan bijak. 

Di ruang publik maya, kontraksi opini kian memanas karena polemik lain juga tengah digodok, yakni soal partai politik yang tengah mengalami turbulensi ruang internal. 

Partai Demokrat misalnya, saat ini hadir dengan isu besar mengenai kudeta pemimpin. Situasi ini, hemat saya ikut memainkan opini di ruang maya dengan cara menghadirkan isu lain terkait Gibran versus Anies.

Jika salah satu dari keduanya, baik Anies maupun Gibran egresif memberi komentar, maka dengan sendirinya, intervensi publik atas polemik internal Demokrat akan memudar. 

Pandemi opini di ruang maya memang mampu memberi perubahan pada dinamika "point of view" masing-masing kelompok dan individu untuk membuat sebuah strategi dan keputusan. 

Dalam hal ini, saya bisa katakan bahwa isu terkait Gibran versus Anies di Pilkada 2024 nanti adalah latar baik bagi kelompok tertentu untuk kembali melakukan reformasi. Ketika semua opini digiring ke isu Anies versus Gibran, orang tak lagi memberi perhatian terhadap polemik lain yang sebetulnya, tak kalah riuh sebelumnya.

Intervensi opini di ruang maya memang baik di satu sisi. Akan tetapi, di sisi lain, hal ini justru membuat kita lupa akan problem pokok yang tengah dialami masyarakat saat ini, yakni keluar dari masalah pandemi Covid-19 dan gejolak ekonomi. 

Isu-isu yang gemar dikermuni massa ruang maya, kadangkala membuat konsentrasi kita sebagai warga masyarakat terbagi -- antara menyelesaikan opini aktual tapi bukan faktual, atau memberi perhatian pada titik persoalan utama yang nilai unsur faktualnya lebih tinggi. Persis di sinilah, intervensi opini berlebihan bermain dan merusak perhatian bersama.

Cara Pak Anies dan Mas Gibran dalam menelaah isu politis, saya rasa cukup bagus untuk dicermati. Keduanya tetap mengedepankan proyek komunal yang tengah digarap bangsa ini. 

Jika proyek ini selesai, baru dengan agresif dan sedikit panas,  kita ataupun mereka memberikan komentar panjang. Saat ini, tetap tenang dan jangan gegabah. 

Ujian kebijaksanaan pemimpin memang teruji di saat intervensi opini politik menutup komponen masalah aktual yang tengah dicermati bersama. Tugas kita sekarang, ya tetap menjaga stabilitas suasana, jangan sampai cepat digerus arus isu yang berlebihan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun