Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Calon Yang Mulia Dicegat "Dugaan Plagiat"

29 Januari 2021   09:18 Diperbarui: 29 Januari 2021   09:47 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia akademis, plagiarisme adalah "dosa" paling berbahaya. Ketika seorang mahasiswa ketahuan menjiplak dan mengcopy paste tulisan orang, dengan sendirinya, ia beserta karya besar yang ditulis akan rubuh seketika. Mengutip karya orang lain, tentunya harus disertai dengan sumber yang valid.

Tujuan dari penyertaan sumber valid ini, antara lain untuk membuktikan bahwa karya yang saya tulis atau kutip ada pada karya lain sebelumnya; memberi apresiasi kepada penulis yang sudah memublikasikan karyanya dan sekarang saya tengah mengutipnya; dan menghindari aksi plagiarisme.

Hal ini penting, mengingat tak semua orang memahami dengan baik bagaimana sebuah karya diterbitkan, bernilai objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara objektif.

Pada Rabu, (27/1/2021), Komisi III DPR RI menghentikan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) kandidat Hakim Agung Triyono Martanto. Calon Hakim Agung Triyono "diduga" melakukan plagiat ketika menyajikan makalah yang dijadikan materi uji di ruang uji Komisi III DPR RI, kompleks Senayan, Jakarta.

Menurut Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Ichsan Soelistio, Calon Hakim Agung Triyono "diduga" melakukan plagiat terhadap makalah yang diterbitkan oleh Mimbar Jurnal Ilmu Hukum yang ditulis oleh Rio Bravestha dan Syofyan Hadi dengan judul "Kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia" (MI, 28/1/2021).

Dugaan Komisi III DPR akhirnya membuat proses perjalanan uji kelayakan dan kepatutan diberhentikan. Calon Hakim Agung Triyono, menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa, belum bisa mempertanggungjawabkan bagian tulisannya yang "diduga" memiliki kemiripan dan kesamaan dengan karya Rio dan Syofyan. Jika calon Hakim Agung Triyono mampu mempertanggungjawabkan dengan baik, maka proses "fit and proper test" bisa dilanjutkan.

Temuan tim penguji Komisi III DPR RI merupakan sesuatu yang patut diapresiasi. Di dunia akademis, unsur kejelian dan kritisisme dalam membaca, mencermati, dan mengevaluasi karya seseorang adalah hal yang paling sulit dilakukan. Tak banyak tim penguji -- entah model ujian apapun -- mau betah membaca, mencermati, serta mengkritisi sebuah hasil karya agar layak diapresiasi dan dipublikasi. 

Tulisan dengan jumlah halaman yang melebihi angka seratus, misalkan, kadang membuat orang jenuh dan nanggung 'tuk membaca. Karakter ini, biasanya lahir, tumbuh, dan berkembang di zaman sekarang. Mental instan -- mau cepat saji, cepat garap, dan cepat dapat hasil -- kadang membuat kita kurang mendalami isi tulisan.

Peristiwa "dugaan" sementara yang disematkan pada Calon Hakim Agung Triyono tentunya mengingatkan kita pada kasus-kasus yang hampir sama dalam dunia akademis. Pada tahun 2012, misalnya, Presiden Hungaria Pal Schmitt diketahui menjiplak karya orang lain ketika menyelesaikan tesis doktoralnya di University of Physical Education, Budapest. 

Ketika diselidiki oleh pihak universitas, ternyata benar, Schmitt mencuri karya orang lain untuk dijadikan miliknya sendiri. Atas kejahatan akademis ini, gelar doktor yang semula disematkan pada Schmitt dicabut dan Schmitt sendiri memilih mundur dari jabatannya saat itu.

Hemat saya, apa yang dialami di ruang sidang Komisi III DPR RI dengan "dugaan sementara" kasus plagiat yang dilakukan oleh Calon Hakim Agung Triyono Martanto patut dievaluasi secara berkala.

Dalam menilai, mengkritisi, dan mengevaluasi karya seseorang, kita butuh ketegasan dan pertanggungjawaban yang jelas dari pemilik karya, jika nantinya ditemukan problem-problem serupa. 

Jika urusan laiknya pengerjaan sebuah karya akademis, seperti makalah, skripsi, tesis, atau disertasi hanya taken for granted, bagaimana seseorang bisa mempertanggungjawabkan sesuatu yang nilai dan beban tugasnya lebih besar -- katakanlah pelayanan kebijakan publik?

Masalah copyright atau copywritings memang kerapkali lolos dari sistem screening metode pengujian. Konteks umum, seperti ketersedian waktu untuk membaca dan mendalami, jumlah karya yang terlalu banyak, dan daya kritis seorang penguji atau pembaca, bisa saja menjadi tantangan besar dalam mengelola dan mengapresiasi sebuah karya.

Hemat saya, kajian yang sama untuk Calon Hakim Agung yang akan diuji pada kesempatan berikutnya bisa didalami dan diteliti secara serius. Publik tak ingin seorang calon atau pemimpin, seperti halnya mereka yang nanti disemat gelar "Yang Mulia" justru lahir dari perhatian yang ceroboh.

Untuk saat ini, apa yang disematkan pada kasus Calon Hakim Agung Triyono Martanto masih sebatas "dugaan." Tim uji dan juga publik, masih menunggu dan terus mengawasi apakah "dugaan" yang disematkan terbukti kebenarannya atau sebaliknya dapat dipertanggungjawabkan.

Jika dapat dipertanggungjawabkan dengan penjelasan yang jelas disertai fakta-data yang objektif, hemat saya, proses "fit and proper test" bisa diteruskan. Publik tentunya bangga jika seorang calon pemimpin atau pelayan publik bisa transparan dan jujur.

Calon Hakim Agung Triyono hanyalah salah satu dari sekian banyak tokoh publik atau akademisi yang berhasil "dicurigai." Tentu masih banyak orang di luar sana yang suka main kotor dalam mengejar posisi, jabatan, dan kekuasaan.

Kasus-kasus lain yang serupa, misalkan, menggapai gelar tertentu dengan cara yang tak layak atau menyelesaikan "studi secara diam-diam" dengan kurun waktu yang relatif singkat, juga bisa didalami secara kritis. Fenomena demikian bisa dijadikan alat ukur serta bahan uji ke depannya agar bagaimana kita sebagai warga negara yang terdidik mampu memberi pendidikan yang baik bagi generasi selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun