Dalam menilai, mengkritisi, dan mengevaluasi karya seseorang, kita butuh ketegasan dan pertanggungjawaban yang jelas dari pemilik karya, jika nantinya ditemukan problem-problem serupa.Â
Jika urusan laiknya pengerjaan sebuah karya akademis, seperti makalah, skripsi, tesis, atau disertasi hanya taken for granted, bagaimana seseorang bisa mempertanggungjawabkan sesuatu yang nilai dan beban tugasnya lebih besar -- katakanlah pelayanan kebijakan publik?
Masalah copyright atau copywritings memang kerapkali lolos dari sistem screening metode pengujian. Konteks umum, seperti ketersedian waktu untuk membaca dan mendalami, jumlah karya yang terlalu banyak, dan daya kritis seorang penguji atau pembaca, bisa saja menjadi tantangan besar dalam mengelola dan mengapresiasi sebuah karya.
Hemat saya, kajian yang sama untuk Calon Hakim Agung yang akan diuji pada kesempatan berikutnya bisa didalami dan diteliti secara serius. Publik tak ingin seorang calon atau pemimpin, seperti halnya mereka yang nanti disemat gelar "Yang Mulia" justru lahir dari perhatian yang ceroboh.
Untuk saat ini, apa yang disematkan pada kasus Calon Hakim Agung Triyono Martanto masih sebatas "dugaan." Tim uji dan juga publik, masih menunggu dan terus mengawasi apakah "dugaan" yang disematkan terbukti kebenarannya atau sebaliknya dapat dipertanggungjawabkan.
Jika dapat dipertanggungjawabkan dengan penjelasan yang jelas disertai fakta-data yang objektif, hemat saya, proses "fit and proper test" bisa diteruskan. Publik tentunya bangga jika seorang calon pemimpin atau pelayan publik bisa transparan dan jujur.
Calon Hakim Agung Triyono hanyalah salah satu dari sekian banyak tokoh publik atau akademisi yang berhasil "dicurigai." Tentu masih banyak orang di luar sana yang suka main kotor dalam mengejar posisi, jabatan, dan kekuasaan.
Kasus-kasus lain yang serupa, misalkan, menggapai gelar tertentu dengan cara yang tak layak atau menyelesaikan "studi secara diam-diam" dengan kurun waktu yang relatif singkat, juga bisa didalami secara kritis. Fenomena demikian bisa dijadikan alat ukur serta bahan uji ke depannya agar bagaimana kita sebagai warga negara yang terdidik mampu memberi pendidikan yang baik bagi generasi selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H