Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gustavo Gutierrez: Musa Pembebas dari Amerika Latin

12 Januari 2021   11:12 Diperbarui: 12 Januari 2021   12:38 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gustavo Gutierrez menemui Paus Fransiskus. Sumber: www.vaticannews.va.

Hal pertama yang diperjuangkan oleh para teolog Amerika Latin adalah pembebasan, yaitu pembebasan yang mendapat perluasan makna dan definisinya -- pembebasan dari penindasan, belenggu kemiskinan, kelas-kelas sosial, dan lain-lain. 

Dalam bahasa Gustavo Gutierrez, sebuah revolusi sosial muncul dengan dengan pawai pemberian kekuasaan penuh kepada kelas yang tertindas dan membuat societas mampu menikmati udara segar keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan lebih leluasa mengatur SDA di rumah sendiri -- yang belakangan dihisap habis oleh lintah kapitalisme dan para penguasa. 

Orang-orang Kristen yang berperan serta dalam proses pembebasan akan terbimbing untuk memahami bahwa tuntutan-tuntutan prakxis revolusioner mendorongnya untuk kembali menemukan tema-tema inti dan pesan-pesan Injili. Teologi pembebasan juga pada dasarnya berusaha mengeluarkan teologi dari sifat kekakuannya. Teologi yang kaku -- yang hanya bermain di ruang kelas dan tataran ordoxy -- mampu dibawa keluar menyapa mereka yang butuh dibebaskan dan dimerdekakan (Rm. Mangunwijaya).

Gema Pembebasan -- Gutierres-Gutierrez Lain  

Walaupun praktik perjuangan dan pembebasan terjadi di belahan bumi lain (Amerika Latin dan Tengah), resonansinya pembebasannya sangat menggema. Kontekstualisasi berteologi dengan model praxis pembebasan ini pun, laris diunduh di sekujur tubuh bumi. Gemanya memang menyentuh telinga dan tentunya akhirnya Gereja mengapresiasi perjuangan societas Amerika Latin. 

Sayangnya, konkretisasi pembebasan di Gereja tertentu -- misalnya di Indonesia -- masih hanya menyentuh kulit sekamnya. Banyak penghuni Gereja di Indonesia yang meskipun berteduh di bawah payung Gereja -- mengenal baik teori-teori praxis pembebasan -- akan tetapi hidup dalam kemiskinan dan penindasan akibat kurangnya edukasi. 

Jika Gutierrez dkk, sanggup mengeluarkan societasnya dari jeruji  keterasinagan di rumah sendiri, apakah kita Gereja Indonesia lebih memilih menjadi teolog-interpreter? Kita perlu mengapresiasi usaha the new Gutierrez-an, seperti  Rm. Inosensius Nahak Pr, Pastor Paroki Nualain di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Pater Kopong MSF, dan Uskup Ruteng Mgr. Hubertus Leteng, dalam aksinya menolak tambang. Mereka adalah orang-orang yang sedang dan dalam usaha mengeluarkan Gereja Setempat dari jeruji keterasingan di tanah sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun