Persis seperti kegiatan sunat itu sendiri. Ketika mau sunatan, tak semua orang mempercayai kegiatan sunat iru sendiri pada sembarang orang. Hanya tabib-tabib tertentu yang memegang kuasalah, proses sunat itu bisa dilakukan dan dianggap pas.
Lalu, apa sebetulnya yang salah? Banyak orang menilai cara pemerintah menularkan bantuan sosial dengan kemasan barang adalah alasan utama kenapa Menteri Juliari Batubara menyunat sebagian nilai kemasan.Â
Jika tak dikemas dalam bentuk barang, sejatinya bantuan sosial itu bisa sampai ke tangan penerima dengan utuh. Alternatif ini, sejatinya belum tentu terbukti benar. Justru dengan uang tunai, tindakan sunat bantuan sosial bisa lebih mudah dilakukan.
Dalam hal ini, permainan angka jumlah penerima bantuan bisa saja dibuat semacam kemasan baru. Jika tak ada kemasan riil berupa sembako, maka uang juga bisa disunat dengan manipulasi data.Â
Sistem seperti ini justru malah rumit untuk ditelusuri. Persoalannya, siapa yang benar-benar bertanggung jawab menjadi penyalur bantuan jenis tunai ini?Â
Bagaimana sistem pengawasannya nanti? Seaandainya semua proses pendistribusian bantuan ini dilakukan oleh robot, saya yakin semua bisa tepat sasaran dengan jumlah yang utuh tanpa sunat.
Proyek bagi bantuan sosial ini sebetulnya tak jauh berbeda dari sistem bagi-bagi minyak. Dari tangan orang pertama, minyak ditumpahkan dengan kadar ukuran yang pas. Menuju tangan yang kedua, minyak mulai berkurang karena sebagian sudah menempel pada tangan penerima pertama.Â
Jika bantuan ini harus melewati tiga tangan atau lebih, maka otomatis angkanya akan terus berkurang sampai di tangan si penerima utama. Menteri Juliari Batubara terbukti melakukannya. Hanya saja, pada kasus Menteri Juliari, minyak sudah membekas terlalu banyak di tangan penerima pertama.
Lah, seharusnya bagaimana? Jika ingin bantuan bisa utuh sampai ke tangan penerima, sistem audit langsung, sebaiknya perlu dilakukan. Dalam hal ini, data dana bantuan yang berhasil didistribusikan kepada para penerima ditayangkan secara publik melalui media digital.Â
Hal ini mempermudah siapa saja boleh mengawasi, mencermati, dan mengevaluasi semua proses pendistribusian dana. Tanpa adanya mekanisme publikasi data bantuan secara transparan dan molornya proses audit langsung, mustahil proses alir dana bantuan sosial sampai ke tangan penerima dengan utuh.
Hemat saya, mekanisme ini sudah pernah dibuat oleh Basuki Tjahaja Purnama ketika mengaudit rencana anggaran belanja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi DKI Jakarta. Saat itu, dana-dana siluman yang masuk kalkulasi sistem e-budgeting justru berhasil dipukat dan dipertanyakan.Â