Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dompet Solidaritas JPIC Misionaris Claretian untuk Pengungsi Lembata NTT

11 Desember 2020   20:54 Diperbarui: 11 Desember 2020   21:09 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Justice, Peace, and Integration of Creation (JPIC) Kongregasi Misionaris Claretian (CMF) hari ini Jumad (11/12/2020) berangkat ke tempat pengungsian warga Ile Ape, di Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Komisi JPIC Misionaris Claretian akan menunjukkan bentuk kepeduliaannya terhadap korban erupsi Gunung Lewotolok dengan memberikan bantuan berupa, sembako, pakaian, obat-obatan, makanan, alat-alat perelengkapan untuk kebersihan, alat-alat kebutuhan untuk tenda pengungsian, serta tenaga.

"Kami berusaha terjun langsung ke lokasi pengungsian agar kami benar-benar mengenal, mencintai, dan melayani para pengungsi dengan baik," kata Ketua Komisi JPIC Misionaris Claretian Indonesia-Timor Leste, Rm Berthon Mbete, CMF.

Aksi solidaritas dengan terjun langsung ke lapangan adalah sebuah tugas mulia. Tidak sedikit orang merasa tugas ini adalah tugas yang paling sulit, mengingat situasi pendemi Covid-19 masih menjadi problem utama di seluruh pelosok tanah air, termasuk di tempat pengungsian Ile Ape, Lembata, NTT. Akan tetapi, covid-19, tidak menjadi rintangan berat ketika kita mempunyai semangat solidaritas dan kepedulian yang tinggi untuk sesama. Semangat itu, perlu dimulai dari sekarang dengan memupuk keberanian.

Semangat persaudaraan di tengah pandemi adalah salah satu proyek besar yang perlu dibangun. Sebagai sesama saudara yang lahir, besar, dan seperjuangan di bumi pertiwi, kita memiliki tekad yang sama dalam menggotong kesejahteraan. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Di tengah pandemi virus corona ini, solidaritas terhadap sesama adalah bentuk real dari proyek kemanusiaan yang hakiki.

Menggotong persaudaraan adalah sebuah keharusan. Sebagai makhluk yang mempunyai martabat yang sama di hadapan Sang Pencipta, kita tak henti-hentinya menularkan berbagai hal baik, rasa solidaritas, kepedulian, cinta, dan solidaritas. Proyek kemanusiaan ini menjadi semacam penggerak bagaimana seharusnya kita hidup, berdinamika, dan bahu-membahu mencapai kesejahteraan bersama (common welfare).

Utusan Kongregasi Misionaris Claretian (CMF) tidak lain merupakan role model bagi kita semua bagaimana seharusnya menaruh rasa peduli (common-sense), solider (sense of being-with), cinta (sense of love), dan empati (sense of belonging) dengan mereka yang mengalami persoalan. Di tengah masa pandemi, banyak orang kehilangan semangat, kehilangan stamina, dan kehilangan pijakan ekonomi dalam menjalani hidup. Untuk itu, dompet kemanusian dalam hal ini, perlu disisihkan agar yang lain juga ikut survive di tengah situasi krisis ini.

Bagi para Misionaris Claretian, kehadiran langsung adalah bukti bahwa kita merasa menjadi sesama. Di tengah arus globalisasi dan pandemi sikap apatis akibat kehadiran teknologi serta anteknya media sosial, orang-orang cenderung berpaling dari seharusnya: dari makhluk sosial menjadi makhluk media sosial. Transformasi ini tentunya memberi dampak yang cukup besar bagi kepribadian, watak, sikap, dan perilaku seseorang di tengah lingkungan masyarakat.

"Kami bertekad untuk tetap menggotong semangat ada-bersama (being-with) mereka yang menjadi korban erupsi Gunung Ile Lewotolok Lembata, NTT dengan hadir langsung untuk mengenal mereka secara lebih dekat. Dari tindakan mengenal, kami tentunya mampu mencintai dan melayani mereka dengan sepenuh hati. Inilah tahap-tahap misi keterlibatan kami sebagai Misionaris Claretian Indonesia di tengah semua umat," kata Rm. Berthon, CMF.

Semangat Komisi JPIC Kongregasi Misionaris Claretian sejatinya tidak hanya berkutat di bidang pelayanan darurat (emergency), akan tetapi mereka juga seringkali terlibat dalam pos-pos proyek kemanusian krusial lainnya, seperti penanganan korban human trafficking, pemberdayaan UMKM, serta kegiatan peduli ekologi. Proyek ini, sudah dimulai belasan tahun yang lalu. Semua program-program komisi ini berada di bawah sebuah mega proyek dari para Misionaris Claretian di Indonesia, yakni program Solidaritas in Mission (SOMI). 

Pemimpin Delegasi Misionaris Claretian untuk Indonesia-Timor Leste Rm. Valens Agino, CMF mengatakan bahwa proyek kemanusiaan dengan semanagt kepedulian dan rasa empati sudah pernah kami mulai Yogyakarta. Pada Oktober 2010 silam, ketika Gunung Merapi di Jogja meletus, proyek SOMI sudah beregerak "Saat itu, Misionaris Claretian memberikan bantuan sembako, tumpangan, dan proyek reboisasi di wilayah Merapi," kata Rm. Valens Agino, CMF. "Jadi, hal ini, lanjutnya, bukanlah yang pertama. Bahkan proyek SOMI ini juga sudah dimulai ketika kami menangani para pengungsi Timor Timur pada tahun 1998-1999."

Opsi being-with dalam proyek solidaritas dalam misi adalah sebuah keharusan di masa sekarang. Kita sebagai sesama saudara, sebagai ciptaan yang memiliki martabat yang sama perlu meningkatkan daya imun untuk peka terhadap kebutuhan sesama. Jika kita tidak sempat untuk turun langsung ke lapangan, paling kita kita bisa menyumbangkan apa yang menjadi kelebihan kita untuk kehidupan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun