Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Meneropong Kompleksitas Diri Manusia dari Klinik Filsafat

20 November 2020   14:46 Diperbarui: 20 November 2020   14:51 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia adalah sebuah misteri, bukan sebuah persoalan. Jika sebuah persoalan, pasti segala pertanyaan tentang hakekat kedalamnnya terjawab secara sempurna. Segala pertanyaan mengenai hakekat - siapa sesungguhnya manusia itu, apa tujuan ia hidup, dll - merupakan belati analisis atas misteri jati diri makhluk yang bernama manusia. Oleh karena jumlah daftar pertanyaan yang belum terjawab dan tersembunyi itu, maka manusia pun disebut sebuah misteri -- tersembunyi sekaligus ada. 

Untuk memahami secara bertahap akan identitas manusia, diperlukan suatu ilmu yang secara khusus mengkaji tentang manusia. Di sini peran filsafat manusia sebagai ilmu yang menjelaskan kenyataan manusia dari sudut pandang yang menyeluruh sejatinya mendampingi proses perefleksian manusia akan dirinya. Inilah hal membedakan filsafat manusia dan ilmu-ilmu lain (psikologi, sosilogi), yang hanya meggali kedalaman identitas manusia secara sektoral.

Pengenalan Terhadap Jati Diri Manusia

Manusia merupakan apa atau kenyataan yang ada di tengah-tengah dunia dan keberadaannya sangat dipengarui oleh keberadaan benda-benda dan ciptaan lain. Namun, manusia bukan sekedar apa (benda material), tetapi lebih dari sekedar apa. Dengan kata lain manusia adalah siapa. Istilah siapa dan apa menunjukkan kekhasan dari setiap objek yang disebut. Manusia disebut siapa karena kebebasan (kemampuan menentukan diri sendiri) dan otonominya sendiri (mandiri-tidak ditentukan oleh orang lain). 

Ada beberapa jalan untuk memahami manusia. 1) Sampai abad XVIII usaha untuk memahami manusia, yakni dengan cara mengenal jiwa (anima). Jiwa  berperan sebagai prinsip hidup yang berciri rohani spiritual yang menggerakkan tindakan berpikir, kehendak dan usaha untuk memaknai hidup. 2) Memahami hubungan jiwa dan badan untuk semakin mengenal manusia atau dirinya sendiri. 3) Pada bagian ini istilah Antropologi pertama kali dipakai oleh Emmanuel Kant. Yang terpenting di sini adalah manusia dianugerahkan akal budi dan ditopang oleh panca indra sehingga dia bebas dalam mebentuk diri dan dunianya.

Manusia Sebagai Kesatuan Jiwa dan Badan 

Manusia merupakan substansi yang sangat kompleks. Dari dalam diri manusia kita dapat melihat sekaligus mempelajari alam semesta (makrokosmos). Membicarakan manusia berarti melihat keutuhan  dirinya, yakni sebagai jiwa dan badan. Kita tidak bisa mendeterminasikan keduanya hanya sebagai jiwa atau sebagai badan saja, meskipun ada suatu pandangan yang menitikberatkan jiwa sebagai aspek yang lebih unggul dibanding badan. 

Pernah terjadi di dalam sejarah manusia bahwa badan, dimensi material manusia, kurang dihargai. Jiwa lebih dihargai dibandingkan badan. Dengan kata lain, badan manusia dianggap bagian sekunder dari jati diri manusia. Jiwa dimengerti sebagai dimensi kehidupan yang lebih mendasar dan penting dibandingkan badan. 

Pandangan yang cenderung negatif terhadap badan ini, sudah terjadi sejak zaman Plato (abad V-VI SM). Badan sering dianggap identik dengan napsu, atau keinginan-keinginan yang menghambat kesempurnaan hidup. Cara pandang yang cenderung negatif terhadap badan ini juga terjadi dalam lingkup penghayatan keagamaan. Hal ini tampak dalam praktik mati raga dengan menyiksa diri, hidup menyingkir dari dunia, menentang keinginan-keinginan badan yang dianggap sebagai dorongan napsu atau setan.

Menurut Plato jiwa dibagi menjadi tiga: jiwa intelektual (rohani, di dalam kepala), jiwa sensitif (emosi-emosi, di dalam dada), dan jiwa vegetatif (di dalam perut). Plato tidak menyangkal kesatuan intim antara badan dan jiwa, namun hubungan itu bersifat aksidental, dengan dipentingkannya jiwa spiritual. Sedangkan dalam pandangan tokoh Materialistik manusia itu materi; aspek-aspek yang lazimnya disebut spiritual itu tidak disangkal, tetapi dikembalikan kepada materi itu. Dianggap merupakan salah satu jenis fenomena materil yang khusus atau pula merupakan 'epifenomen' pada fenomena fisiko-kismis.

Pada masa itu ada usaha untuk menyatukan konsep manusia sebagai keutuhan jiwa dan badan. Thomas Aquinas menyatakan bahwa manusia merupakan kesatuan badan-jiwa. Tanpa badan bukanlah manusia, tanpa jiwa tidak ada manusia juga. Meskipun jiwa masih dianggap lebih luhur dibandingkan badan, Thomas Aquinas berupaya untuk menemukan pamahaman yang seimbang tentang keutuhan manusia. Tidak mudah memahami konsep manusia sebagai jiwa dan badan. 

Dualitas tentang manusia ini perlu dipahami bertolak dari kesadaran dan pengakuan manusia mengenai diri dan yang lain. Kesadaran ini membantu manusia untuk menemukan keberadaan dirinya di tengah yang lain. Kesadaran ini, juga mendekatkan manusia pada dirinya sebagai 'siapa' yang khas, yakni 'aku'. 

Melalui kesadaran ini pula manusia akan mampu menemukan sisi kerohanian dan kejasmanian di dalamnya. Dari sana manusia dapat menentukan arti dan nilai yang pertama dan asali. Jalan ini jauh lebih ilmiah daripada mengandaikan pengertian kerohanian dari malaikat dan mengambil pengertian kejasmanian dari hewan. Manusia lebih diketahui daripada malaikat atau hewan.

Kebersatuan antara jiwa dan badan dapat dikatakan sebagai jiwa yang membadan atau badan yang dijiwai demikian Thomas Aquinas mengatakan. 

Di dalam manusia materi atau badan ialah ekspresi dan kompleksitas pengakuan manusia; roh atau jiwa ialah 'intensi' dan interioritas (kebatinan) pengakuannya. Ekspresi atau kompleksitas itu menggayakan diri (menginteriorisir diri) di dalam intensi; 'intensi atau interioritas itu mewujudkan diri (mengkompleksifisir diri) di dalam ekspresi. Oleh karena kebersatuan itulah, manusia tidak dapat dipisahkan sebagai badan atau jiwa saja.

Manusia Membangun Identitas

Manusia mengalami proses perubahan dan perkembangan diri. Sebagai makhluk hidup, perubahan dan perkembangan diri manusia berlangsung terus menerus dan digerakkan dari dalam (motus ab intrinsico). Perubahan yang terjadi pada manusia juga tidak hanya berciri fisik melainkan rohani. Manusia terus mengalami perkembangan secara kuantitas dan kualitas. Identitas manusia ditandai dengan adanya perkembangan dalam hal relasi dengan sesama dan lingkungan sekitar. Manusia juga mengalami perkembangan dari saat ke saat. 

Manusia digerakkan untuk mengarah pada tujuan tertentu, yaitu kemampuan yang dimiliki manusia untuk menentukan hidupnya sendiri secara dinamis. Dinamis berarti daya atau kekuatan yang mendorong perkembangan manusia yang tidak hanya berciri fisik tetapi juga spiritual. Kekuatan dari dalam diri manusia memungkinkannya untuk berkembang secara kualitatif. 

Manusia mampu menyempurnakan dirinya terus-menerus. Dia mempunyai diemensi otoperfektif secara utuh dan kompleks. Manusia mampu mengembangkan kualitas rohani yang secara jelas tampak dalam upaya untuk selalu memaknai hidup dan menemukan nilai-nilai dari berbagai kegiatan yang ia laksanakan. Dia berkembang secara kontinu  dan mampu  mengubah apa yang ada di luar dirinya  demi kepentingan perkembangan mutu hidupnya.

Manusia memiliki kemampuan untuk berasimilasi sebagai upaya membangun identitas diri. Artinya, manusia mampu mengambil unsur-unsur dari luar dan mengolahnya demi perkembangan hidupnya. Ia juga mampu untuk menyerap prinsip-prinsip atau hal-hal yang baik dari luar dirinya sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan-keputusan penting. Tindakan manusia untuk mengambil unsur-unsur di luar dirinya tidak hanya  didasarkan pada pertimbangan kelangsungan hidup fisik melainkan juga pertimbangan  kepentingan  untuk memperjuangkan nilai-nilai pribadi, sosial, kemanusiaan, dan religius yang diyakininya. 

Manusia mampu mengembangkan dirinya dengan cara mamulihkan dirinya. Manusia juga mampu untuk memperbarui prinsip-prinsip hidup dan cara pandangnya terhadap berbagai kenyataan. 

Hal-hal yang diyakini penting sementara kini ditinggalkan demi hal-hal  yag mendasar. Perubahan dan perkembangan hidup manusia ditandai oleh proses reproduksi. Proses reproduksi yang dimaksud adalah kelahiran pribadi-pribadi baru dari buah cinta perkawinan sepasang suami-istri. Proses reproduksi itu, tentu saja akan memengarui perkembangan kehidupan kita dalam mewarisi nilai-nilai luhur dan kehidupan generasi manusia.

Perubahan dan perkembangan hidup manusia ditopang oleh kemampuan manusia untuk mereaksi dan mengantisipasi apa yang ada di luar dirinya dan beradaptasi dengan situasi baru. Manusia tidak hanya menyesuaikan diri dan ditentukan oleh lingkungannya melainkan juga menentukan perkembangan lingkungannya. Selain itu, manusia juga  mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi masa depannya. Identitas manusia ditentukan oleh perkerjaan dan tindakan yang ia jalani secara konsisten dan kontinu. 

Pilihan terhadap perkerjaan dan tindakan tidak hanya didasari oleh motivasi ekonomis demi kelangsungan hidup. Manusia bekerja dan bertindak juga didorong oleh kepentingan sosial, yaitu membuat hidupnya berarti dan bermakna bagi sesama. 

Kerja dan tindakan juga sering didorong oleh motif melestarikan sejarah dan budaya, yaitu melanjutkan dan memperbarui sejarah kehidupan yang ditandai oleh etos ketekunan, kerja keras, tanggung jawab, dll. Kerja dan tindakan manusia juga sering di dorong oleh cinta, yaitu ingin membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun