Publik -- tentunya tidak merangkum semua opini -- mengklaim bahwa konflik yang terjadi memang dilatarbelakangi perbedaan agama itu sendiri. Kata "atas nama" tidak menjadi representan dari faktor lain di luar agama. Dengan kata lain, faktor pemicu kekerasan tidak perlu dicari di luar agama -- agamalah pemicu konflik itu sendiri.
Sedangkan faktor penentu penyelesaian -- menurut data responden -- tidak dicari di luar agama. Agama sebagai penyebab kekerasan terjadi, sekaligus menawarkan solusi untuk dijadikan pertimbangan penyelesaian. Akan tetapi, dari data yang dikelola, faktor lain yang menjadi penyebab konflik atas nama agama adalah politik dan sosial-ekonomi.
Faktor politik dijadikan sebagai dalang yang memainkan wayang (agama) sebagai pemain utama dalam menciptakan persoalan. Pernyataan "kekerasan atas nama agama" dapat dipahami dalam kerangka ini. Agama menjadi sarana dan representan atas ambisi berkuasa dan polemik politis lainnya. Responden juga menyebutkan bahwa faktor sosial-ekonomi menjadi solusi-prospektif dalam menyelesaikan tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama.
Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi tidak pernah terlepas dari orbit persoalan yang mengintari kehidupan suatu bangsa, kelompok atau etnis tertentu. Dalam banyak kasus, ekonomi selalu memainkan peran behind the scene, terutama dalam mengatur kelancaran proyeks ambisi berkuasa tertentu. Analisis Marx mengenai "bangunan bawah" dan "bangunan atas", tidak luput dari strategi kelompok tertentu dalam merebut "kue" kekuasaan. Maka, reaksi responden -- memilih faktor sosial-ekonomi sebagai penentu lain penyelesaian konflik -- dianggap berpengaruh terhadap upaya solutif-futuris.
Dari analisis rangkuman hasil penelitian ini, penulis membuat sebuah pertanyaan penuntun yang berusaha dikonfrontasikan dengan pemikiran Thomas Aquinas mengenai dialog lintas-agama. Pertama, mengapa agama dilihat sebagai faktor utama penyebab tindakan kekerasan? Kedua, apakah jalan keluar penyelesaian tindakan kekerasan mampu dijawab seluruhnya oleh agama ataukah agama hanya menjadi halaman depan dari kalkulasi politik-ekonomis yang menanti untuk dipenuhi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H