Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ketika Upah Menodai Makna Kerja

20 Oktober 2020   07:44 Diperbarui: 20 Oktober 2020   08:01 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kerja menjadi sesuatu yang asing ketika alat-alat produksi menjamur di mana-mana. Kemampuan dan profesionalitas seseorang ditakar dari kapasitas menggunakan alat produksi. Jadi, kerja di era kelahiran teknologi mengalami metamorfosis definisi dan praktik. 

Definisi dan praktik kerja mulai dimonopoli oleh pemilik modal dan pemilik alat-alat produksi. Para pekerja -- yang sejatinya mendefinisikan dan mengalami kerja -- tidak lagi diberi kesempatan untuk memahami kerja. Pekerja hanya memikirkan tentang jumlah yang dihasilkan. Nilai-nilai kerja pun dipelesetkan. Menjual diri pun disebut kerja. Inilah kemampuan upah -- memporak-porandakan kerja dan para pekerja.

Kerja: Kombinasi Ide, Kemauan dan Perbuatan

Sebanyak 16 mahasiswa Universitas Sophia, Jepang membantu memindahkan batako secara estafet di Kelurahan Kabil, Kota Batam, Kepulauan Riau. Mereka bergabung dalam sebuah organisasi yang digalang "Habitat for Humanity". Program ini dilakukan untuk mengisi waktu liburan dan melatih mereka untuk bekerja keras dan menumbuhkan sikap peduli (Kompas, 12 Maret 2016). 

Dalam logika kerja, perbuatan atau aksi untuk bekerja-bergerak adalah hal yang sangat penting. Ketika memulai sebuah pekerjaan, seseorang perlu memiliki ide atau gagasan -- setidaknya mengenai orientasi atau hal apa yang hendak dikerjakan. 

Kerangka kerja yang dibentuk dalam sebuah dapur kelola ide atau gagasan, wajib dibahasakan. Dalam bahasa Jean Baudrillard, kerja menuntut semacam sebuah simulasi -- simulasi kerja tepatnya. Ketika gagasan tentang kerja hanya didiamkan di kepala, kesuksesan dan arah pekerjaan akan mengalami misleading. Orang akan mengalami kemandekan orientasi visi pekerjaan ke depan. Selain ide atau gagasan tentang orientasi kerja, kerja juga perlu dilandasi kemauan. Kemauan adalah hal fundamen yang membedakan kerja manusia dan kerja binatang atau mesin. 

Paus Yohanes Paulus II melalui ensikliknya Laborem Excercens, menekankan pentingnya martabat manusia dalam bekerja. Dalam bekerja, manusia menemukan dirinya sebagai subjek yang berada -- artinya ia sadar akan setiap hal yang hendak dilakukannya. 

Dengan bekerja pula, manusia mengembangkan dunia sebagai manifestasi partisipasi dalam karya penciptaan Allah. Kerja pun harus mengangkat harkat dan martabat manusia, sebab kerja sejatinya melibatkan daya jasmani dan rohani manusia. Jadi, manusia menjadi subjek yang bebas dalam seluruh proses kerja. Aspek kebebasan itu dibahasakan melalui "gesture" kemauan -- kemauan untuk bekerja. 

Apa yang dilakukan mahasiswa Universitas Sophia di atas tentunya diback up oleh karakter khusus, yakni kemauan. Jika, orang dipaksa untuk bekerja, ia tidak jauh berbeda dengan mesin. Cara kerja mesin tergantung tangan manusia. 

Kadang mesin dipaksa untuk "lembur" atau bekerja terlalu lama sehingga hang dan mengeluarkan asap. Manusia bekerja dimotori oleh kemauan. Dan, orientasi kesuksesan dan keefektivan hal yang dicapai sangat tergantung pada kemauan seseorang untuk bekerja. Hal terakhir yang menjadi perhatian adalah kemauan dan ide orientasi kerja dibahaskan melalui perbuatan. Dalam perbuatan inilah kemauan dan orientasi kerja mendapat ruang untuk diproses.

Fenomena Upah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun