Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jokowi, Omnibus Law, dan Kesejahteraan Bangsa

16 Oktober 2020   08:24 Diperbarui: 16 Oktober 2020   08:48 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebijakan membuka investasi, kemudian memiliki efek turunan, yakni membuka dan memperluas lapangan kerja baru. Dalam hal ini, pemerintah tentu saja tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan perluasan lapangan kerja (dengan membuka investasi) dan upaya perlindungan pekerja (existing). 

Untuk membuka lapangan kerja baru dan upaya perlindungan pekerja, maka diperlukan reformasi regulasi secara menyeluruh. Gurita regulasi perlu disederhanakan, diselaraskan dan dipangkas agar tak mempersulit, baik kegiatan investasi maupun para pekerja sendiri.

Mimpi Jokowi tak berhenti di hari ini. Ia bergerak ke depan. Di tangan Jokowi, gurita regulasi dirampingkan ke dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Sebagai kepala rumah tangga dan warga negara Republik Indonesia (RI), Jokowi memetakan konsep. 

Saya salut, di masa pandemi Covid-19 ini, Jokowi tak hanya berpikir satu arah -- kesehatan melulu. Ia tak hanya mencemaskan dirinya sendiri. Ia tak hanya berpikir ke dalam. Ia justru membuka sekat-sekat berpikir yang cenderung mengungkung dan memberi angin segar untuk orbit bangsa dan negara ini, agar tak berhenti di mimpi. 

Di masa pandemi Covid-19, Jokowi menyusun strategi agar puing-puing kehancuran bisa direkat, ditata, dan dibangun kembali pasca pandemi Covid-19. Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja adalah salah satu bukti keseriusan Jokowi dalam membangun negeri ini. Menarik, Jokowi berpikir dengan konsep, dan bekerja dengan bukti.

Strategi penetapan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan buah dari optimalisasi kerja keras Jokowi. Dalam branda Omnibus Law, Jokowi mengajarkan tentang keterbukaan (transparancy) dan keramahtamahan (hospitality). 

Konsep Omnibus Law memang sengaja didesain untuk membuka diri. Hal ini dilatarbelakangi oleh konsep lama Indonesia yang rigid, pakem, sempit, dan berbelit-belit. Gurita kebijakan dan sistem regulasi yang umumnya mengerutkan dahi, memicu mandeknya aksi silaturahmi investasi ke Indonesia. Jokowi memahami tendensi ini. Untuk itu, ia berkomitmen untuk membuka diri dengan memangkas, menyederhanakan, dan menyelaraskan berbagai bentuk regulasi yang ada.

Aksi Jokowi, bagi saya, memang bak superhero. Kenapa demikian? Melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Jokowi justru berkomitmen melawan mafia, calo, koruptor, dan penjahat kelas kakap di negeri ini. Mereka itu selalu mengais keuntungan lewat mafia sistem perizinan. Berbagai regulasi sengaja dibuat berbelit-belit agar pungli bisa beraksi. Sengaja dipersulit, agar ongkos penyederhanaan bisa diraup. 

Praktiknya demikian. Alhasil, semua gurita regulasi yang dikelola oleh para mafia, membuat orang enggan 'tuk bersilaturahmi ke Indonesia. Jika dipersulit, untuk apa mendekat. Dalam hal ini, outlook ekonomi, dari segi marketing harus pandai melakukan promosi dan bersikap ramah. Inilah cara Jokowi melakukan marketing ekonomi.

Strategi Jokowi tentunya beralasan. Ia bermimpi soal esok dan seterusnya. Dalam potret demografi, kita bisa melihat bagaimana negeri ini dihuni begitu banyak penduduk usia produktif. Mereka adalah generasi millenial yang suatu saat akan berbisnis, membuka usaha, dan berkolaborasi dengan berbagai jenis usaha-pengusaha. 

Konteks ini mendorong Jokowi untuk mencermati peluang: "Kira-kira bagaimana memberdayakan jutaan penduduk usia produktif ini di kemudian hari?" Jokowi berpikir. Jokowi merenung. Jokowi memetakan konsep. Jokowi mengambil kebijakan. Jokowi mengeksekusi kebijakan untuk kesejahteraan bersama (common welfare). Lalu untuk Jokowi sendiri? Jokowi hampir tak dapat apa-apa dari penetapan kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja. Orientasinya selalu untuk bersama. Ia hanya mendapat hujat, label, caci-maki, fitnah, ancaman, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun