Sistem belajar ini diperkuat lagi dengan istilah "e-learning." Mekanismenya pun sepenuhnya diberikan kepada teknologi. Kuliah online dengan aplikasi "video-conference," penilaian dan pengiriman tugas dengan sistem online, hingga absensi kehadiran juga dilakukan dengan sistem virtual-online.Â
Dalam sistem belajar berbasis online ini diandaikan bahwa semua peserta didik dan pendidik paham tentang teknologi dan fitur-fitur yang dioperasikan. Jika tidak, masalah baru muncul karena ignorance dalam proses belajar.
Lalu, seberapa efektif model pembelajaran online ini berpengaruh bagi proses belajar para pelajar dan mahasiswa? Dari fenomena yang terlihat, intensitas ketertarikan peserta didik dalam mengikuti kuliah online sangat kecil. Bahkan, kebanyakan menciptakan kejenuhan dalam proses belajar. Beberapa mahasiswa merasa kehilangan momen perjumpaan langsung dengan dosen-dosen favorit. Seperti tak ada yang dipelajari selama semester ini dan mungkin untuk tahun ini. Ini reaksi-reaksi spontan yang disampaikan mahasiswa terkait sistem belajar virtual-online.
Intensitas ketertarikan pada sistem belajar online tentunya membuat seseorang tidak produktif dan memilih absen. Padahal, kehadiran (presence) merupakan salah satu tolok ukur dalam membantu proses internalisasi pendidikan dalam kegiatan belajar.Â
Dari sharing para mahasiswa, kebanyakan telah memilih pulang kampung dan berlibur. Tak ada kuliah. Kuliah memberatkan karena memerlukan data dan harus mencari tempat yang baik agar terkoneksi. Kuliah online dengan kata lain menambah beban perkuliahan karena harus membeli data agar bisa masuk dalam kelas video-conference dan mendownload-upload tugas perkuliahan.
Idealnya, proses pendidikan berlangsung dalam koridor interaksi. Proses interaksi dilakukan dalam "setting" yang memadai. Dalam hal ini, latar dan fasilitas proses distribusi pengetahuan dalam kegiatan belajar menjadi prioritas.Â
"Kami diutus untuk belajar di universitas. Tapi dalam kurun waktu hampir tiga bulan, kami tidak pernah melihat ruang perkuliahan, tidak pernah bertemu dosen, tidak ada kerja kelompok. Ingin mengisi waktu dengan kerja, tapi semua lapangan kerja juga ditutup. Akhirnya, kami memilih pulang kampung, daripada tinggal di kos, tapi tidak kuliah dan kerja," kata salah seorang mahasiswa.
Tapi semua ini adalah usaha agar pendidikan tetap berjalan. Teknologi dan internet tentunya menjadi tulang punggung pergerakkan sistem pendidikan saat ini. Beberapa universitas atau lembaga pendidikan lainnya menerapkan kebijakan "kurikulum darurat." Dalam kotak "kurikulum darurat," semuanya tidak pasti. Konsepnya, tetap produktif meski dirumahkan. Sistem pendidikan tahun ini memang unik. Nikmatin saja, toh kita dalam transisi "merdeka belajar."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H