Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Rutin Check up Finansial di Era Daring

29 September 2020   09:36 Diperbarui: 29 September 2020   10:03 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kita wajib sekolah daring. Kerja daring. Canda daring. Nangis daring. Nge-date daring. Ngumpul daring. Ekaristi daring. Wisuda daring. Check up daring. Ngaji daring. Belanja daring. Dari dapur sampai ruang tamu, semuanya daring. Dari kamar mandi sampai kamar tidur, juga disulap daring. Kita dalam jaringan (daring).

Selama kita dikuasai Covid-19, kita wajib masuk dalam jaringan. Kita diinstruksi untuk beradaptasi. Kita masuk dalam era kenormalan baru - "new normal on daring." Ekonomi juga berubah daring - "new economy" (ekonomi daring). Semua ketentuan dikebumikan dalam jaringan. Tak ada yang disembunyikan. Yang jauh, serasa dijengakal dan disapa.

Meski masuk dalam jaringan (daring), ketentuan medis tetap dibawa serta: salah satu dan yang paling penting, yakni menggunakan masker. Bertemu daring tetap mematuhi protokol pemerintah: pake masker. Pas luring (luar jaringan), kita diawasi. Anehnya, dalam jaringan (daring), kita juga tetap diawasi. Sekali lagi, jangan lupa pake masker. Jika Anda ketahuan tak bermasker meski daring, Anda siap-siap diviralkan dan dibully habis-habisan.

Di lahan kebutuhan pokok, seperti makan, solusi daring bak mujizat. Orang 'tak lagi memasak, toh masak juga daring. Tinggal klik, makanan sampai di meja. Menarik, tapi menimbun malas. Cepat, tapi menyingkir kodrat. Enak, tapi menyantun lemak. Daring memang membantu di satu sisi, tapi di sisi lain mengungkung kreativitas.

Di bilik transportasi, sistem daring membantu. Tiap hari, saya boleh mengganti merk kendaraan dan supir pribadi. Dengan sistem transportasi online, saya bisa memesan grab atau gojek dengan model kendaraan berbeda dalam sehari. Tak hanya mobil atau motor baru, "new driver" juga berganti. Apalagi jika saya mendapat "driver" seorang dosen. Saya justru mendapat kuliah gratis dengan modal reward atau nukar poin. Bagian ini, mahasiswa tahu baik.

Sistem daring ya demikian. Tapi sekolah daring, justru menyedihkan. Biaya operasional untuk sekolah sekarang lebih gemuk. Selain bobot finansial untuk pendidik, extra biaya untuk peserta didik juga mulai menggeliat. Jarak yang dulu ditempuh langkah keringat kaki, kini dihitung pulsa data. Peserta didik yang dulu tak diberi uang jajan atau uang jajan berkisar Rp 5.000/hari, kini naik drastis dengan skala android (Rp 1 - 2 juta).

Itu baru biaya. Bagaimana dengan dinamika? Semua dinamika sistem edukasi berpusat di mana saja. Dulu pernah ada sekolah rimba; sekarang sekolah justru dirimbakan. Anak sekolah bersekolah dari hutan dimana sinyal bermukim. Guru mengajar dari ruang tamu, dapur, kamar tidur, sedangkan anak didik menyimak dari bawah pohon, pula di atas pohon. Toh di sana, sinyal bersarang. Lucu: Institusi pendidikan kita dikendalikan sepenuhnya oleh jaringan.

Di pasar, perjumpaan tak lagi dimungkinkan. Semua jajakan dialihkan ke sistem daring (dalam jaringan). Ketika dagangan berpindah ke sistem daring, tampilannya memukau. Alhasil, obesitas kebutuhan meningkat. Daftar kebutuhan tak terduga menjamur. Pingin beli tas itu, baju itu, makanan itu, sepatu itu, hp itu. Semuanya dijajak dalam jaringan (daring). Kemasannya menarik. Alih-alih daring, kita tak siap menahan laju budaya mengkonsumsi.

Saya melirik ke bursa efek. Rupiah diperdagangkan cukup murah Rp 14.000 per dollar AS. Kita bisa menahan prediksi harga rupiah karena kita tak berhenti membeli. Pangsa pasar tetap selancar. Masyarakat Indonesia tetap memperlancar laju perputaran uang di tengah pandemi. Meski pasar interaksi langsung (mall & pasar tradisional) hening dan terancam punah, kita tetap dibantu daring. Salut aku!

Sistem daring mempermudah kita 'tuk mengkonsumsi. Tak ribet, mudah, menarik, lancar, murah, dan cepat. Apalagi jika ada promo. Itu surga bagi penggemar dan pelancong dunia daring. Biaya ongkir tak penting. Yang penting barangnya sampai. Kita diarak ke sebuah perubahan gaya hidup. Taglinenya: Eh, ada promo, beli yuk! Eh, ada diskon, belanja yuk!

Ingat "sebanyak apapun uang yang Anda miliki, itu 'tak pernah cukup membeli gaya hidup." Apa yang penting ketika kita masuk dalam kultur hidup yang baru adalah soal bagaimana rutin melakukan "financial check up." Kita mungkin getol merawat diri dari serangan Covid-19, tapi kita lupa merawat keuangan pribadi atau keluarga. Covid-19 dengan senjata daring juga menyerang pertahanan ekonomi rumah tangga. Jika tak lihai dan jeli melihat, kita lupa dan dininabobokan untuk melepas masker keuangan rumah tangga.

Keker kebutuhan saat pandemi memang tak gampang; apalagi ketika semuanya dimasukkan ke dalam jaringan (daring). Kita diberi aba-aba agar tak ceroboh. Marketing via daring sangat membahayakan konsumen. Maka tetap ikut protokol. Bila perlu pake "masker"agar tak diserang pandemi e-bisnis.

Rutin check up ekonomi rumah tangga!

Kristianto Naku - Penulis Daring dan Blogger.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun