Friendzone: Udah Pegangan Tangan kok bisa Bertepuk Sebelah Tangan?
Apakah kamu salah satu pendengar lagu yang Friendzone dari Budi Doremi? Lagu berjudul “Friendzone” yang dirilis oleh Budi Doremi pada tahun 2015 masih sering terdengar dinyanyikan sampai saat ini. Liriknya yang lugas menggambarkan dinamika emosional seseorang yang sedang terjebak dalam hubungan friendzone, namun dibawakan dengan melodi-melodi yang menyenangkan. Di awal lirik lagu tersebut memang terkesan manis, tapi lama kelamaan didengar malah menjadi kisah yang tragis ya. Lagu tersebut bukan hanya sekedar lagu yang catchy atau sedap untuk didengar, terlihat di setiap liriknya banyak mengandung pesan-pesan mengenai dinamika antar-personal yang mengalami friendzone. Ketika seseorang memiliki perasaan atau keinginan untuk memiliki hubungan yang romantis dengan temannya, tetapi perasaan tersebut tidak dibalas dengan cara yang sama atau yang biasanya dijawab dengan ‘kita kan cuma temen’. Atau bisa dibilang kalau satunya menginginkan hubungan yang romantis, tapi satunya lagi menginginkan hubungan yang platonis.
Kisah dari seseorang yang sedang mengalami friendzone seperti di dalam lagu tersebut dapat dijelaskan menggunakan perspektif cognitive dissonance theory. Cognitive dissonance theory adalah konsep teori psikologi yang diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Festinger menyatakan bahwa seseorang akan merasa ketidaknyamanan psikologis (cognitive dissonance) apabila ia memiliki dua atau lebih keyakinan, persepsi, atau sikap yang saling bertentangan. Jika dikaitkan dengan hubungan friendzone, cognitive dissonance terjadi pada seseorang yang merasa memiliki keyakinan bahwa hubungan pertemanan mereka dapat berlanjut menjadi hubungan yang romantis, tetapi kenyataan yang terjadi bahwa temannya tersebut hanya melihat hubungan mereka sebatas persahabatan saja.
Terdapat berbagai cara untuk menyelesaikan disonansi kognitif salah satunya yaitu mekanisme pertahanan Freud. Dalam lagu tersebut, seseorang berharap bahwa hubungan akan menjadi lebih indah apabila mereka bersama (dalam hubungan romantis), tidak hanya didalam mimpinya tetapi juga didalam dunia nyatanya. Dia menggunakan mekanisme pertahanan (denial) dengan menolak kenyataan yang terjadi bahwa hubungan mereka hanya sebatas teman, adanya harapan untuk terus bersama dengan bermimpi, mencoba untuk menolak kenyataan bahwa cintanya tidak terbalaskan. Nah, mari kita bahas untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan friendzone didalam lagu milik Budi Doremi dan bagaimana jika dilihat dari perspektif cognitive dissonance theory.
Berikut bagaimana cognitive dissonance theory tercermin dalam lirik lagu “Friendzone”:
Dissonance:
“Kita jalan berdua, bergandengan tangan tapi tak jadian”
Pada lirik baris ini menggambarkan adanya perasaan yang samar-samar. Bergandengan tangan identik dengan hal yang dilakukan oleh pasangan yang menjalin hubungan romantis, meskipun begitu pada kenyataannya mereka hanya teman. Hal ini kemudian menimbulkan dissonance antara tindakan secara fisik (intim) dan realitas yang menyatakan bahwa mereka hanya teman.
“Ini nasib yang mengenaskan, harus terjadi lagi, bukan mau suudzon, tapi orang bilang itu friendzone”
Pada bait tersebut, menggambarkan adanya konflik internal yang terjadi. Ketika seseorang memiliki keyakinan yang kuat bahwa hubungan mereka saat ini harus lebih dari sekedar pertemanan/persahabatan, di sisi lain dia menyadari bahwa realitasnya ‘orang bilang’ itu hanya friendzone.
“Tidakkah cukup yang engkau lihat, pertemanan ini sungguh berat, tidakkah indah bila kita bersama, tapi tidak di mimpi saja”
Pada bait terakhir ini, menyatakan bahwa ia berusaha untuk meredakan dissonance-nya dengan mencari pembenaran atau fakta atas situasi rumit yang terjadi. Lirik tersebut menyatakan bahwa dia mulai mempertanyakan apakah temannya ini melihat semua tanda-tanda ‘menyukai’ yang ia tunjukkan. Namun, kembali lagi pada akhirnya dia menerima bahwa yang ia inginkan selama ini hanya di dalam mimpi saja, dan tidak terjadi di dalam dunia nyata nya.
Untuk mengurangi disonansi yang dirasakan, bagi kalian yang lagi di fase “friendzone” ini dapat melakukan yang namanya konsistensi. Hal yang dapat anda lakukan adalah merasionalisasikan hubungan pertemanan anda dengan mencoba melihat sisi positif apabila anda memiliki pertemanan yang kuat. Kedua dengan meningkatkan keyakinan lain bahwa masih ada orang lain yang ingin membangun hubungan romantis dengan saya. Selanjutnya yaitu dengan menerima situasi yang terjadi, meskipun dia (teman anda) tetapi menganggap anda hanya sebatas teman, anda dapat menerima fakta bahwa tidak semua perasaan akan di balas.
Kesimpulan
Lagu “Friendzone” dari Budi Doremi ini adalah sebuah karya seni yang memperlihatkan adanya konflik psikologis yang kompleks dan terjadi karenakan adanya perasaan cinta (romantis) dengan persahabatan. Melalui perspektif cognitive dissonance theory, kita dapat melihat bahwa seseorang yang sedang terjebak dalam hubungan friendzone berusaha untuk menyeimbangkan atau meredakan ketidaknyamanan psikologisnya dikarenakan cognitive dissonance. Melalui lagu ini, membuktikan bahwa adanya lagu atau musik tidak hanya sekedar untuk menghibur saja, tetapi juga untuk memperdalam pengetahuan kita mengenai konflik emosi yang mungkin sering dialami.
Daftar Pustaka
Baumeister, R. F., Dale, K., & Sommer, K. L. (1998). Freudian Defense Mechanisms and Empirical Findings in Modern Social Psychology: Reaction Formation, Projection, Displacement, Undoing, Isolation, Sublimation, and Denial. Journal of Personality, 66(6), 1081–1124. https://doi.org/10.1111/1467-6494.00043
Chelsea, R. (2014). The “Friendzone”: Renegotiating Gender Performance and Boundaries in Relationship Discourse. University of Colorado at Boulder.
Fredric A. Powell. (1968). A THEORY OF COGNITIVE DISSONANCE: An Examination and Re-statement of Festinger’s Theory (INSTITUTE FOR SOCIAL RESEARCH).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H