Mohon tunggu...
Kristian Pand
Kristian Pand Mohon Tunggu... Freelancer - investor ritel

Mahasiswa UAJY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Reaksi Penonton terhadap Sholawat Miracle in Cell No. 7

13 November 2022   22:54 Diperbarui: 13 November 2022   23:07 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Miracle in Cell No. 7 merupakan film yang mengangkat penyandang disabilitas dari Korea lalu diadaptasi di berbagai negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadaptasi film tersebut melalui Falcon Pictures. Film versi Indonesia ini mengangkat isu agama dan mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia. 

Isu Agama

Film ini menceritakan kisah seorang orang tua tunggal yang mengasuh anaknya dengan kondisi disabilitas. Dodo Rozak yang memiliki kondisi disabilitas memiliki anak bernama kartika. Ibu dari Kartika meninggal sudah sejak dia kecil mengharuskan Dodo berjuang sebagai ayah sekaligus ibu.

Dodo mendapatkan penghasilan dari usahanya menjual balon keliling. Suatu ketika, Dodo berkesempatan untuk menghias perayaan ulang tahun anak seorang pejabat dengan balon yang dijual Dodo. Dari sinilah awal permasalahan yang ada dalam film ini.

Singkat cerita, film ini menunjukan bahwa Dodo dijebloskan kedalam penjara. Kehidupan penjara yang dijalaninya membuat Dodo mendapat kawan baru sesama penghuni penjara. Kehidupan di dalam penjara yang dialami Dodo memunculkan kegiatan agama yang ditujukan kepada para napi yang ada di penjara tersebut.

Salah satu bagian dalam film yang mendapatkan banyak perhatian dari penonton adalah sceen dimana Kartikatampil di atas panggung untuk mengisi kegiatan keagamaan dengan membacakan shalawat.Shalawat ditampilkan dengan pembawaan sedih dimana banyak penonton yang menyalurkan emosi dengan menangis saat menyaksikan sceen ini.

Penyampaian Pesan

Penyampaian pesan dilakukan oleh pembuat film yang ditujukan terhadap penonton film. Dalam isu keagamaan ini, sceen kartika menampilkan sholawat memberikan pesan bahwa ada emosi sedih dari perjuangan seorang ayah terhadap anaknya. Namun pesan ini dibawakan dengan sholawat yang merupakan bagian dari Agama Islam.

Dalam kondisi ini, akan terdapat kemungkinan untuk penerima pesan tidak menangkap apa yang dimaksud oleh pengirim pesan. Menurut Avriyanty dalam Jurnal Audiens Volume 1 Nomor 1 (2020), kita dapat mengklasifikasikan posisi audiens dari hasil proses mengartikan kode atas wacana pertelevisian. 

Klasifikasi tersebut antara lain:

  1. Dominant-Hegemonic Position atau Posisi Dominan-Hegemonis yang terjadi ketika audiens memahami pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan.

  2. Negotiated Position atau Posisi Negosiasi yang terjadi ketika audiens sebenarnya menangkap isi pesan namun masih memiliki pandangan untuk tidak setuju dalam menerimanya.

  3. Oppositional Position atau Posisi Oposisi yang terjadi ketika audiens bertolak belakang dengan isi pesan dari pengirim pesan.

Survei kecil-kecilan

Saya mencoba untuk mencari tahu mengenai penyampaian pesan terhadap penonton Miracle in Cell No. 7 versi Indonesia. Saya menanyakan terhadap tiga orang dengan berbagai latar belakang yang telah menonton film ini. Pertanyaan yang saya ajukan adalah: "Apa yang kamu rasakan ketika melihat scene Kartika tampil di depan napi dan menampilkan sholawat?". Setelah pertanyaan dijawab oleh orang yang menjadi narasumber survei saya, saya melanjutkan untuk menanyakan alasan mereka merasakan perasaan tersebut.

Dari tiga narasumber yang saya wawancara, hasil dari wawancara tersebut adalah:

  1. Orang pertama mengatakan bahwa dirinya merasakan perasaan biasa saja saat melihat scene tersebut. Ketika saya tanya mengapa biasa saja, jawabanya adalah karena dia tidak dapat menikmati scene tersebut dan memilih bermain hp untuk menghindari ketidaknyamanan yang dimilikinya.

Latar belakang orang pertama ini adalah beragama non Islam dan sedang menempuh pendidikan S1 Ilmu Komunikasi.

  1. Orang kedua mengatakan bahwa dirinya merasa sedih saat menyaksikan scene tersebut. Perasaan sedih itu muncul karena dia mengaitkan sholawat tersebut sesuai dengan kisah yang dijalani Kartika dan ayahnya.

Latar belakang orang kedua ini adalah beragama Islam dan merupakan pengusaha muda yang menjalankan usaha di bidang konveksi.

  1. Orang Ketiga mengatakan bahwa dirinya merasakan kegelisahan karena dirinya terbawa suasana nada sedih dan ingin sedih, tapi dia kurang nyaman dengan sholawat yang ditampilkan dan tetap coba mencermati walaupun kurang nyaman.

Latar belakang orang ketiga adalah beragama non Islam dan merupakan siswa SMA Negeri.

Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil wawancara yang saya dapatkan, saya dapat menghubungkan reaksi ketiga orang narasumber terhadap tiga posisi audiens dengan hasil:

  1. Orang pertama menempati posisi oposisi karena dirinya sepenuhnya menolak akan nuansa sedih yang dibangun pengirim pesan.

  2. Orang kedua menempati posisi dominan-hegemonis karena dirinya merasakan sedih sesuai dengan nuansa sedih yang dibangun pengirim pesan.

  3. Orang ketiga menempati posisi negosiasi karena dirinya merasakan sedih sesuai kondisi yang dibangun pengirim pesan namun ada bagian dalam dirinya yang masih menolak perasaan sedih tersebut.

Daftar Pustaka

Pertiwi, M., Riaeni, I., & Yusron,A. (2020). Analisis Resepsi Interpretasi penonton terhadap konflik keluarga dalam film "Dua Garis Biru". Jurnal Audiens, 8(1), .1-8.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun