Mohon tunggu...
Kristiadji Rahardjo
Kristiadji Rahardjo Mohon Tunggu... Dosen - manusia biasa yang mendamba cinta hadir di dunia; suka membaca, traveling, fotografi, main biola dan badminton

manusia biasa yang mendamba cinta hadir di dunia; suka membaca, traveling, fotografi, main biola dan badminton

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkat vs Kutuk

19 November 2018   10:05 Diperbarui: 19 November 2018   10:30 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengertian "Berkat"

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "berkat" berarti:  1) karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam hidup manusia; 2) doa restu dan pengaruh baik (yang mendatangkan selamat dan bahagia) dari orang yang dihormati atau dianggap suci (keramat); 3) makanan dan sebagainya yang dibawa pulang sehabis kenduri; dan 4) mendatangkan kebaikan; bermanfaat; berkah.

Dalam teologi Kristiani, berkat adalah "gratia", "gratias" (Latin) atau "grace" (Inggris) = rahmat, karunia Allah. Rahmat atau karunia Allah itu pastilah semua yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan manusia dan semua mahkluk. Memberkati berarti tindakan Tuhan mendatangkan rahmat, kebaikan, kebahagiaan atau keselamatan. Sedangkan orang yang terberkati disebut "benedictus" (dari kata "bene", "bonum" = baik; "dicere"=berbicara/mengatakan, "dictus" = dikatakan), artinya yang diberkati, yang dikatakan baik, atau orang yang dilimpahi rahmat kebaikan Allah. Menjadi jelas bagi kita, berkat adalah suatu peneguhan atau mengatakan hal yang baik, mengatakan "YA" pada kebaikan yang ada pada sesuatu atau seseorang.

Tuhan memberkati kita berarti meneguhkan apa yang baik (yang sudah ada pada kita, sifat-sifat keilahian yang ditanamkan Tuhan dalam diri kita) dan meneguhkannya atau mengatakan "YA, kamu baik". Berkat itu diberikanNya melalui banyak ungkapan (kata/kalimat/Sabda), wujud (benda, keadaan, tindakan) dan sarana (alat, orang yang menjadi pembawa/utusan). Hidup yang terberkati adalah hidup yang ditandai dan dilimpahi dengan berbagai ungkapan, wujud dan sarana berkat dari Tuhan.

Bukan hanya Tuhan yang memberkati. Kita pun dipanggil untuk menjadi berkat dan saling memberkati. Kita diutus untuk menjadi ungkapan, wujud dan sarana yang mengungkapkan, mewujudkan dan menghadirkan berkat Tuhan bagi semua orang dan seluruh alam ciptaan ini. 

Sederhananya, seluruh sikap, kata, perbuatan dan semua yang ada pada kita (bakat, harta, jabatan, waktu, tenaga, dll) mestinya menjadi berkat bagi yang lain. Bahkan saat menghadapi resiko dari perjuangan itu, kita tetap berdoa dan memberi berkat atau memohonkan pengampunan dari Allah yang akan mendatangkan kebaikan bagi mereka yang membenci kita. Itulah balasan kita untuk semua sikap dan perlakuan buruk yang dialamatkan pada kita. 

Orang yang diberkati berani "merangkul" penderitaan dan menempatkannya dalam kerangka kasih Tuhan, di mana kemuliaanNya akan dinyatakan. Singkatnya, ciri orang yang terberkati adalah menjadi berkat bagi yang lain.

Berkat vs Kutuk 

Lawan dari berkat adalah kutuk. Kutuk atau kutukan merupakan sumpah serapah, laknat, hal yang mendatangkan kesusahan, penderitaan, musibah, atau keadaan buruk lainnya. Berbeda dengan berkat yang fokus pada apa yang baik dan meneguhkannya, kutuk berfokus pada apa yang buruk dan mengharapkan itu terjadi. Berkat menerima dan meneguhkan kebaikan, sedangkan kutuk menolak kebaikan dan mengharapkan keburukan. 

Berkat membuat kehadiranku meneguhkan dan membawa kebaikan bagi yang lain. Sedangkan kutuk membuat kehadiranku menjadi ancaman dan membawa ketidaknyamanan bagi yang lain. Orang yang diberkati akan mampu menerima yang lain apapun keadaannya sebagai berkat. Sebaliknya orang yang hatinya dikuasai oleh kutuk, akan mudah menganggap yang lain sebagai ancaman.

 Orang yang terberkati akan mudah mengapresiasi dan optimis, sedangkan orang yang dipenuhi kutukan, akan mudah pesimis dan cenderung merendahkan yang lain. Jelas, sikap dan tindakan mengutuk atau pun merasa dikutuk/terkutuk bukanlah ciri orang yang diberkati atau dikasihi Allah.

Kita perlu tetap waspada karena diri kita terus-menerus menjadi tempat "pertarungan antara berkat vs kutuk". Terkadang kita dihadapkan pada keadaan kurang pasti untuk memilih tinggal di dalam berkat atau membiarkan diri terjerat oleh kutuk. 

Dalam kondisi ini doa dan keheningan untuk merasakan kehadiran Allah sangatlah kita butuhkan agar kita dapat memilih jalan atau cara  hidup yang benar, yakni berada dalam naungan berkat dan kasihNya.

Doa dan berkat yang menyertai perjuangan kebenaran itu, kita lakukan dengan dasar iman, harapan dan kasih. Kita berdoa dan memberkati dilandaskan kepercayaan dan penyerahan diri kita pada Allah yang Mahakuasa dan Adil. Kita berdoa dan memberkati karena ada harapan akan janji dan kesetiaan Allah untuk mendatangkan keselamatan. Kita berdoa dan memberkati karena sudah lebih dulu dikasihi dan diberkati Allah. Kita terdorong untuk membalas kasih dan berkat Allah itu dengan mengasihi dan melayaniNya lewat pengorbanan bagi kebaikan bersama (bonum commune). Baca juga artikel Bonum Commune.

Itu semua bisa kita hayati dan wujudkan bila kita membiarkan hati kita "dilembutkan" oleh kasih dan rahmat Allah yang paling sempurna mengalir dari HatiNya. Bila hati kita masih keras dan beku, penuh amarah dan dendam, iri dan benci, egois dan sombong, maka tidak ada kata terlambat untuk datang kepadaNya. Yang sudah merasa diberkati pun dinanti oleh Tuhan untuk menerima lebih banyak berkat yang mengalir tiada habisnya. 

Berkat Tuhan tetap dibutuhkan karena kita masih bisa terjerat oleh sikap mengutuk dan dikutuk. Tuhan setia menunggu kita, apapun keadaannya. Kita dinantiNya untuk mau membuka diri dan menerima Yesus serta dibentuk dalam proses "pendidikan hati" atau proses pembentukan gaya hidup menurut gaya hidupNya. Gaya hidup seorang pendoa, penebar kasih dan pengampunan, penyalur berkat, peneguh harapan, pelayan yang rendah hati, serta pembawa damai dan keadilan itulah gaya hidup kristiani.

Mari bertanya pada diri kita masing-masing: Siapkah aku memperjuangkan kebenaran yang berlandaskan iman, harapan dan kasih? Sanggupkah aku mendoakan dan memberkati yang lain? Relakah aku menjauhkan diri dari sikap mengutuk dan terbebas dari rasa terkutuk? Bersediakah aku "diproses dan dilembutkan" oleh HatiNya? Semoga Tuhan menyertai dan memampukan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun