Aku adalah anak ke 9 dari 10 bersaudara. Saudara bungsuku adalah seorang anak laki-laki yang sangat bandel tapi baik hati. Walaupun dia sangat bandel, aku menyayanginya dengan sepenuh hati. Sekarang usianya sudah memasuki 19 tahun dan telah menyelesaikan SMA. . Namun, Dia memiliki jalan hidup yang lebih unik dibandingkan dengan Remaja yang lain.
Kisahnya bermula ketika suatu pagi, sekitar pukul 03.00 dini hari, kami sekeluarga dikejutkan oleh suara gonggongan anjing dan suara ketukkan keras di pintu depan. Ayahku langsung mengambil senter karena waktu itu juga listrik belum tersedia di desa kami dan Ia langsung menuju sumber suara.Tidak lama berselang, terdengar suara ayah membentak, ‘saya tidak akan terima!!’. Ibu langsung bergegas menyusul ayah ke depan. Aku serta saudara yang yang lain menyusul dari belakang ibu. Ayah sangat marah terhadap sesuatu namun kami tidak mengerti apa itu. Saudaraku mengambil senter dari tangan ayah dan mengarahkan cahaya kearah di mana ibu berada. Terlihat ibu sedang berlutut dan mengarahkan kedua tangannya ke depan. Betapa kami sangat terkejut ketika melihat seorang wanita yang berlumuran darah sedang menggendong seorang bayidi tangan kirinya dan di tangan kanannya ada ari-ari si anak. Bayi itu masih terbungkus plasentanya sendiri dan tidak memakai selembar kain pun. Tali pusarnya pun masih menggantung layaknya selang dan itu sudah membengkak terpapar angin. Dia masih bernapas dan gemetar kedinginan.
Melihat itu kami semua hanya terpaku. Bayi itu telah berpindah tangan, Ia digendong ibu sekarang. Wanita itu langsung pergi dari rumah kami ketika itu juga. Ibu membawa bayi itu ke kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur dan memerintahkan saudara-saudaraku untuk mencari gunting agar bisa memotong tali pusar si bayi. Rumah yang hanya diterangi oleh pelita dan senter membuat gunting susah ditemukan dan memang tidak bisa ditemukan. Hanya ada parang, pisau pun tidak ada. Dengan terpaksa ibu memakai parang untuk memotong tali pusarnya. Setelah terpotong, ibu mengikat tali pusarnya dengan benang dan mengelap seluruh badan bayi itu dengan kain yang dibasahi dengan air hangat. Setelah bayi tersebut bersih, ibu mengambil baju bayi lama yang dulu kupakai dan memakaikannya.
Mentari sudah mulai tampak di ufuk timur dan saudara-saudaraku yang lain sudah mulai melakukan segala pekerjaan rumah. Si Bayi yang masih berada dalam gendongan ibu tiba-tiba menangis dengan sangat keras, mungkin karena haus, dan membuat semua tetangga berlari menuju rumah kami. Mereka heran mengapa ada suara bayi padahal tidak ada tanda-tanda ibuku sedang mengandung. Mereka semua berkumpul dan bertanya kepada ibu tentang bayi itu. Ibu pun menceritakan semuanya dengan berlinang air mata. Ibu dan ayahku ternyata mengenal ibu si anak. Semua tetangga kami pun mulai menyebarkan berita di seluruh kampung. Ayah yang tadi tidak mau menerima si bayi sekarang sudah mulai luluh. Ia mulai merencanakan untuk melaporkan kejadian ini ke Kantor Polisi dan membawa si bayi ke Rumah Sakit.
Sekitar pukul 07.00, kami sekeluarga berjalan kaki ke kantor polisi dan kemudian ke rumah sakit. Jarak yang kami tempuh sekitar 1 KM. setelah selesai di kantor Polisi, kami menuju Rumah Sakit. Di Rumah sakit, bayi itu langsung dimandikan, diberi minum dan Dia pun langsung tertidur. Dia berada di rumah sakit selama hampir 1 minggu setelah dia bisa dibawa pulang. Ayah pun sudah memilihkan nama untuknya. Namun ketika hari pertama dia berada di rumah sakit, Polisi memanggil ibu biologisnya untuk datang dan menyusuinya tapi si ibu menolak. Si ibu kemudian dibawa Polisi dan si bayi hanya minum susu formula. Karena cerita tentang si bayi sudah menyebar, banyak orang datang menjenguknya selama berada di rumah sakit. Ada yang membawa baju bayi, susu formula dan lain-lain.
Ketika si bayi sudah kembali berada di rumah, keluarga kami merasa sangat gembira karena ada hiburan tersendiri. Si bayi tidak cengeng, dan penampilannya yang sangat berbeda dengan malam pertama dia datang ke rumah kami, dia sangat Menggemaskan.Dia adalah kebanggan baru dalam keluarga kami. Namanya Jacky (Jeki), karena dia merupakan Rejeki menurut ayah.Aku menyanyanginya meskipun Dia merebut kedudukanku sebagi anak bungsu dalam keluarga (Hehee..).
Ketika dia sudah berusia sekitar 6 atau 7 tahun ada seorang tante yang memanggilnya dengan sebutan “Anak WC “. Mendengar hal itu, ibuku sangat marah dan langsung menuju rumah si tante untuk ditanyai. Setelah itu tidak pernah ada lagi yang mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk adik bungsuku itu. Memang, ibu biologisnya melahirkan dia di dalam WC dan berencana membuangnya ke dalam jamban namun karena kepalanya terlalu besar dibandingkan dengan lubang pada jamban, maka dia mengurungkan niatnya dan mengantarkannya ke keluarga kami. Si ibu melakukan hal itu karena si anak bukan merupakan anak dari suaminya namun hasil berselingkuh. Suaminya baru tiba dari rantau pada malam sebelum si anak dilahirkan. Ketika lahir pun badan si bayi kebiru-biruan karena si ibu selalu memakai korset untuk menyembunyikan kehamilannya dari masyarakat sekitar.
Jacky megetahui kisahnya dan kami menceritakan hal itu kepadanya. Dia bisa menerima keadaan dirinya dan sekarang dia tetap menganggap keluarga kami sebagai keluarganya. Aku bersyukur atas kehadirannya dalam keluarga kami. Aku menyayanginya.
Salam Kompasiana!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H