Mohon tunggu...
Kristanti Wardani
Kristanti Wardani Mohon Tunggu... wiraswasta -

Arkeolog yang tak lagi bersahabat dengan kotak gali. Sekarang lebih menekuni kegiatan bersepeda dan plesiran untuk meramunya menjadi bahan dongeng.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Museum: Aset Menjanjikan bagi Pariwisata

22 Januari 2015   00:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:39 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Museum dalam bingkai pariwisata

Sektor pariwisata kian hari semakin merasuk ke dalam tiap sendi kehidupan. Bisa dikatakan bahwa dunia pariwisata memberikan dampak pada ekonomi, sosial, lingkungan, dan politik hampir di seluruh dunia. Salah satu bagian yang mengalami pertumbuhan paling cepat ialah cultural tourism atau wisata budaya.

Dalam Cultural Tourism, Bob McKercher & Hilary du Cros menyatakan bahwa wisata budaya menjadi salah satu produk dalam payung besar pariwisata yang muncul di akhir 1970an. Ketika itu para penyedia jasa wisata dan peneliti pariwisata mulai menyadari bahwa beberapa orang pejalan melakukan perjalanan wisata khusus untuk tujuan memahami lebih dalam tentang budaya atau tinggalan sejarah di tempat yang dikunjungi.

Menurut Bob McKercher dan Hilary du Cros antara 35 % - 70 % pejalan internasional menjatuhkan pilihannya untuk wisata budaya. Aktivitas yang dilakukan meliputi wisata sejarah, wisata etnik, wisata seni, wisata museum, wisata arsitektur, dan wisata kuliner. Wisata budaya idealnya dicocokkan dalam pengembangan sebagai generator permintaan sektor pariwisata.

Sebagai salah satu elemen dalam wisata budaya museum harus menawarkan produk mereka di mana aset cultural heritage ditransformasikan ke dalam produk wisata budaya. Begitu menurut Bob McKercher dan Hilary du Cros. Pemberian nilai bisnis pada museum ini juga dilontarkan oleh GJ Ashworth dalam salah satu artikel di The Construction of Heritage. Sementara Eilean Hooper-Greenhill dalam Museums and Their Visitors menyepakati ide tersebut. Museum menawarkan produk berupa pameran, edukasi,  program-program untuk publik/masyarakat, dan pengalaman berbeda ketika menikmati museum.

Dalam ringkasan master disertasinya, Museums and tourism: Stakeholders, resource and sustainable development, Guðbrandur Benediktsson menilai bahwa museum harus menjadi tempat yang mampu menawarkan pengalaman, ide-ide, dan kepuasan yang tidak akan dijumpai di tempat lain. Jika dilihat dari sudut pandang pejalan, museum harus mampu menjadi titik awal untuk mengeksplorasi sebuah kota atau tempat. Tampilan koleksi yang menarik bisa menjadi cinta pada pandangan pertama terhadap destinasi yang bersangkutan. Hal itu menjadikan pejalan memiliki keingintahuan lebih jauh tentang budaya dan masyarakatnya.

Di Inggris museum menjadi salah satu kunci kesuksesan dunia pariwisata. Museum-museum di sana mampu menarik pejalan lokal maupun asing untuk berkunjung. Museum mampu menjadi tempat di mana pejalan dimanjakan dengan cerita-cerita lokal dan global.

Kerjasama Lintas Sektor

Berbicara mengenai museum tak bisa dilepaskan dari kementerian yang menaunginya, yaitu kementerian pendidikan dan kebudayaan (saya ikut istilah Menteri Anies saja). Dalam hal ini, ketika museum dikawinkan dengan pariwisata tentunya harus ada kerja bersama di antara dua instansi. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Citra “penjual” –sekedar menjual- yang lekat dengan kementerian pariwisata harus digeser menjadi “penjual cerdas”.

Sebagai pihak yang akan memanfaatkan aset, maka kementerian pariwisata juga harus pro aktif untuk menjadi mitra dalam hal pengemasan dan pemasaran. Sebagai penjual mereka harus mengerti produk yang dijual. Jadi, ketika ada pejalan yang datang untuk mencari informasi ke Pusat Informasi Turis, petugas mampu “menjual” museum-museum sebagai titik awal yang harus didatangi sebelum menjelajah kota. Otomatis waktu tinggal akan semakin lama jika mereka tertarik dengan apa yang ditawarkan oleh museum. Museum harus dibuat sebagai “jendela” untuk memahami budaya, sosial, dan masyarakat daerah destinasi.

Barangkali pula Kementerian Pariwisata memiliki inisiatif untuk melakukan survei mengenai hal apa saja yang dilakukan oleh pejalan selama berada di sebuah destinasi. Hal tersebut misalnya meliputi usia responden, jenis kelamin, latar belakang, tempat-tempat yang dikunjungi, tipe perjalanan yang dilakukan (pejalan beranggaran ketat, pejalan yang mengambil paket wisata). Mungkin dari sana akan terlihat seberapa besar tantangan yang dihadapi oleh museum untuk menjadi magnet pejalan seperti yang terjadi di Inggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun