Saya pernah terlibat obrolan jarak jauh dengan seorang teman, sebut saja namanya X. Seperti biasa, kami ngobrol cukup lama malam itu. Di tengah obrolan, teman saya ini bilang, “Akhir-akhir ini aku kok males banget kerja ya. Rasanya pengen resign aja.”
Saya sebetulnya setengah kaget setengah biasa saja mendengar pengakuannya. Tentang keinginannya untuk segera minggat dari satu instansi pemerintah tempatnya bekerja, dia menyodorkan segudang argumen yang cukup bisa diterima akal. Intinya, dia bosan dengan rutinitas kerja yang cenderung monoton. Lebih dari itu, dia ingin menjajal minatnya di bidang lain. Menggambar dan berladang.
Saya lantas teringat cerita kawan lain, ibu muda dengan dua balita cantik yang belum lama diangkat menjadi pegawai negeri. Alih-alih menikmati jabatan barunya, dia justru sering uring-uringan sampai berniat untuk segera mengakhiri kariernya sebagai guru.
“Aku jenuh. Pengen bakulan nasi uduk aja, jadi bisa sekalian jagain anak-anak di rumah,” katanya pada suatu sore.Saya tak mau membohongi diri, profesi-profesi serupa memang bisa memberikan jaminan keamanan finansial; hidup enak dari gaji dan tunjangan yang masuk ke rekening setiap bulan, kerjanya nggak berat-berat amat, serta perasaan bangga bisa terlihat ‘lebih tinggi’ di hadapan orang lain, juga menjadi alasan kenapa banyak dari kita yang masih menginginkan pekerjaan seperti ini.
Lihatlah betapa banyak orang tua yang memimpikan anak-anaknya menjadi PNS, atau kalau tidak, minimal dapat mantu pegawai lah. Pokoknya kalau sudah pegawai, aman deh. Begitu yang ada di pikiran orang-orang.
Membludaknya jumlah peserta ketika tes penerimaan CPNS diadakan dan kasus seorang pengajar yang (pernah) terpaksa masuk bui setelah ketahuan ngirim teror ke Bapak Menpan dengan alasan tak jua diangkat menjadi PNS, merupakan gambaran jelas betapa pekerjaan sejenis masih menjadi top level di hati masyarakat. Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan betapa kita masih bermental buruh.
Ironis? Saya yakin betul Anda tahu jawabannya.
Saya kok juga sedikit curiga sama orang-orang yang ngebet sekali ingin jadi PNS. Kalau kata saya sih, mereka yang ngebet jadi pegawai sebenarnya adalah orang yang malas. Meski tentu saja, tidak semuanya. Bagaimana tidak, dari awal mindset-nya sudah belok dan keliru gitu kok; ingin cepat mapan tanpa perlu kerja keras, maka PNS adalah potong kompas yang pas. Eh, memang ada ya PNS mapan?
Saya memang belum pernah menjalani profesi sejenis, tapi cukup bisa memahami apa yang dirasakan kedua kawan di atas. Pekerjaan seperti ini memang potensial memunculkan rasa jenuh. Melihat beban kerja yang cenderung itu-itu aja dan tekanannya juga tidak terlalu berat, saya kok sepenuhnya yakin jika dijalani terus-menerus, menjadi pegawai tidak akan membuat kita berkembang.
Tentu karena sudah telanjur stay di zona yang nyaman melenakan, sebagian orang akan cepat puas dengan apa yang mereka miliki. Takut gagal dan enggan menempuh risiko, serta emoh mengadakan gebrakan atau perubahan yang sebenarnya justru membuat kita menjadi semakin berkualitas. Kalau sudah seperti ini, lama-lama potensi yang kita miliki akan menurun, dan bukan mustahil menjadi tumpul karena nganggur tak lagi diasah.
Saya nggak bilang kalau menjadi pegawai—negeri maupun swasta—adalah salah dan dosa besar yang harus dihindari. Nggak lho ya. Cuma niat awalnya saja yang harus banyak-banyak dibenahi. Kalau mau sukses ya usaha, mau mapan ya kerja. Sesederhana itu. Masih ada yang mau nyanggah, “Lho, jadi pegawai kan juga sebagian dari usaha!” Ya terserah situ deh, cuma apa nggak sayang sama diri sendiri?