Tempo hari saya sempatkan diri dolan ke satu pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa keperluan. Kepada SPG yang tengah bertugas, saya bertanya,
“Mbak, leging di mana ya tempatnya?”
“Apa, Mbak?” jawab si SPG dengan muka diyakin-yakinkan.
“Leging, Mbak,” ulang saya.
“Ooohh… Lejing? Ada di bagian belakang, Mbak.”
Malas berlama-lama, saya iyakan saja jawaban mbaknya yang sumpah mati pasang muka sinis ke saya. Ini salah saya di mana?
Entah, pengalaman di atas masuk kategori apa. Dibilang lucu ya agak miris, dibilang miris ya memang lucu. Mbuh, budrek.
Kita semua tentu tahu apa itu legging; celana ketat yang umum dipakai perempuan sebagai inner. Kata legging sendiri berakar dari bahasa Inggris leg yang artinya kaki. Dalam bahasa Inggris, huruf G memang dibaca ji, tapi hal tersebut tak lantas menjadikanleg dilafalkan lej, atau legging menjadi lejing. Tidak, ini sesat bahasa yang harus segera disembuhkan.
Leg tetap dibaca leg
Legging juga tetap dibaca leging, dengan huruf G.
Kekeliruan berbahasa seperti ini memang sudah jamak dilakukan masyarakat kita seakan salah rame-rame adalah sesuatu yang wajar. Mau dibetulkan ya sudah kadung terbiasa. Terbiasa latah dengan yang salah-salah. Malah pada beberapa hal, yang benar justru dianggap keliru.
Pokoknya salah kaprah bener ora lumrah.
Saya sendiri sering geli ketika menemui beragam kekeliruan berbahasa di lingkungan sekitar. Kekeliruan paling umum adalah ketika mengucapkan kata Wi-Fi, kebanyakan orang melafalkannya wai-fi. Meski benar wi-fi adalah akronim dari wireless fidelity (baca: wairles fideliti), akan tetapi jika sudah menjadi akronim, kata Wi-Fi kembali dibaca wai-fai, bukan wai-fi, apalagi wifi.
Yang kedua adalah ketika membaca singkatan jejaring Instagram yang umum diseret IG. Masih banyak sekali netizen yang keliru. Alih-alih melafalkannya dengan ai-ji (sesuai aturan pelafalan alfabet Inggris), mereka justru menyebut IG dengan ai-gi.
Duh, ini lagi, sejak kapan huruf G dalam bahasa Inggris dibaca gi? Atau kenapa tidak dibaca dalam bahasa Indonesia saja, i-ge? Kan lebih beraroma nasionalisme gitu. Masih ingat nggak, kita toh baca moto-GP dengan moto-jipi, kan? Bukan moto-gipi? Hayooo…
Sebenarnya masih banyak kekeliruan berbahasa yang jamak dilakukan di sekitar kita. Mungkin akan ada postingan kedua di sini yang mengulas hal serupa. Doain semoga saya masih semangat nulis ya.
Meninggalkan kekeliruan lama dan beradaptasi dengan hal baru memang sedikit susah dan butuh proses. Tapi jika diri sudah berniat untuk terus memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu (kesalahan berbahasa, maksudnya, tolong jangan baper), yakinlah bahwa di depan akan selalu ada jalan. Saya pun demikian. Sama-sama belajar, ya.
Selamat berpuasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H