Mohon tunggu...
Gracideo Deus
Gracideo Deus Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - R3

hanya mas mas pelajar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hilang

5 April 2022   10:14 Diperbarui: 5 April 2022   10:27 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hmm... Rud, gini deh. Sebenarnya ada yang ingin kuobrolin tentang kamu, mungkin ini masalah privasimu sih ya. Jadi kalau misalnya gak mau juga gapapa kok." Aku terdiam mendengarnya berbicara demikian. Dengan begini. Aku tahu siapa sosok di balik penerima pendaftaran siswa kemarin. Ia dengan mudah mengetahui masa laluku cukup dengan membaca formulir pendaftaran yang kukirim.

"Katanya, kamu ada peristiwa kelam? Boleh nggak aku ndengerin ceritamu? Sekaligus siapa tahu bisa kujadiin bahan tugas menulis cerpenku."

"Oke deh, Jess. Aku sekarang juga tahu ternyata kamu itu admin penerima pendaftaran." Ia hanya tersenyum.

"Kita belum ada sehari penuh bertemu. Bahkan berkenalan pun baru saja. Tetapi entah mengapa, aku ada rasa percaya ke kamu. Ya, semoga aja, kamu nggak mengkhianati kepercayaanku, Jess." Ia mendengarkanku, sambil mengangguk-angguk.

"Aku dulunya dua bersaudara. Aku adalah ragil. Kakakku perempuan, dua tahun lebih tua dariku. Ada dukaku yang mendalam tentangnya." Aku menghela napas. Ia pun juga demikian.

"Dulu, ia pernah pergi ikut omku ke Kediri. Ia berpamitan denganku. Tapi tak sampai 2 jam setelah ia berpamitan, tiba-tiba saja aku melihat notifikasi cuitan berita di HP. Ada mobil berpenumpang 2 orang yang kecelakaan. Satu laki-laki dewasa, dan satunya lagi seorang perempuan." Mataku berkaca-kaca menceritakan hal ini. Sebab, ini adalah kali pertamaku menceritakan peristiwa ini kepada orang lain, yang bukan bagian dari keluargaku.

"Banyak pengalaman yang menggembirakan bersamanya. Kami pernah bermain di taman bermain. Bahkan waktu itu kami hanya berdua saja. Kedekatan kami, kakak dan adik, sangat terasa. Di rumah, dia juga sering menjahiliku, membangunkanku di tengah malah hanya untuk menemaninya ke WC, menjenguknya saat sedang sakit DBD di rumah sakit, mengambilkan makan untuknya, dan masih banyak lagi cerita-ceritaku bersamanya. Atau lebih tepatnya, kenangan manis." Aku tak sanggup melanjutkan ceritaku kepada Jessica. Aku tertunduk, menyembunyikan tangisanku, yang pada akhirnya juga menetes ke beton taman. 

Tiba-tiba, ada suatu gerakan mistik yang tak terduga. Gerakan ini pernah kutemui terakhir kali saat aku berumur 8 tahun. Malaikat itu, Jessica, memelukku erat, erat sekali. Seperti pelukan seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya yang baru saja jatuh dari sepeda. Seperti tak mau kehilangan orang yang disayangnya.

Aku menangis, ia pun terharu. Kami menangis dalam diam, di pundak lawan main. Tak lama, ada suara laknat yang memecah suasana. "TIGA PULUH MENIT LAGI, KUMPUL DI BANGSAL PERTEMUAN!" Suaranya bulat, keras, namun agak pecah, lebih tepatnya memekakkan telingaku. Sumber suara itu tersebar dimana-mana, termasuk di taman, di belakang kami.

"Rud, aku nggak nyangka kamu bisa terbuka kayak gini ke aku. My respect to you, my dear. Don't be sad. Semangat ya, sampai bertemu nanti." Aku terperangah. Aku terdiam. Aku tidak tahu mau merespon apa, mendengar perkataannya, "My boy". Apa artinya? Seperti sebuah novel 400 halaman yang memakai huruf sandi rumput. TIDAK MUNGKIN!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun