Mohon tunggu...
kris mada
kris mada Mohon Tunggu... -

Orang biasa yang sedang belajar apa saja karena belajar hanya selesai setelah nafas berhenti. Salah satu pelajaran yang sedang dilakoni : belajar menulis di Kompas sejak 16 Oktober 2003

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengakuan Wartawan Soal Saham Krakatau Steel (Bagian 1)

2 Desember 2010   05:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

DEWAN PERS memang menjanjikan akan memberikan laporan tertulis kepada SAYA setelah konfrontasi dengan HENNY LESTARI, pada 24 November 2010. Namun hingga konfrontasi berakhir, DEWAN PERS tidak memenuhi janji tersebut. HENNY LESTARI, juga menolak memberikan laporan tertulis tanpa alasan yang jelas, bahkan meninggalkan ruangan (walk out) ketika konfrontasi masih berlangsung, padahal SAYA baru mengajukan dua pertanyaan dari 20 daftar pertanyaan yang SAYA siapkan untuk konfrontasi.

Yang ditunjukkan DEWAN PERS kepada SAYA hanya surat HENNY LESTARI kepada Ketua DEWAN PERS, Bagir Manan, yang isinya menjelaskan kronologis “CURHAT-nya” kepada dua anggota DEWAN PERS, BAMBANG HARYMURTI dan AGUS SUDIBYO, dalam pertemuan di Sushitei, Plaza Senayan, pada 12 November 2010. Surat tersebut bukan aduan/laporan tertulis dan tidak ada menyebut nama SAYA atau penjelasan mengenai tudingan “PEMERASAN” yang dilakukan wartawan untuk mendapat jatah saham, sebagaimana disampaikan WINA ARMADA dan AGUS SUDIBYO dan kemudian dipublikasikan media massa.

SAYA memang sengaja menyampaikan pertanyaan mengenai laporan tertulis itu karena menurut SAYA hal itu penting apalagi sebelumnya,DEWAN PERS maupun ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI) telah membuat pernyataan dengan menuding adanya “PEMERASAN” seperti diberitakan tempointeraktif.com pada 17 November 2010 dengan judul “Gerombolan Wartawan Diduga Peras Saham KS” (sumber : Wina Armada-Anggota Dewan Persdan Umar Idris–Sekretaris AJI Jakarta).

Hal itu, juga mengacu pada Peraturan DEWAN PERS No 1 Tahun 2008 tentang PROSEDUR PENGADUAN ke DEWAN PERS pasal 1 ayat 3-5 yang menyatakan,“Pengaduan dapat dilakukan secara tertulis atau datang ke DEWAN PERS” (ayat 3); “Pengadu wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap” (ayat 4); “Pengaduan ditujukan kepada DEWAN PERS, alamat Gedung DEWAN PERS Lantai VII-VIII, Jalan Kebon Sirih No 32-34, Jakarta” (ayat 5).

Surat/pengaduan/laporan resmi, jelas penting bagi SAYA karena selain menghormati peraturan DEWAN PERS, laporan tertulis juga dapat menjadi acuan bagi SAYA dalam melakukan konfrontasi. Itu juga sekaligus sebagai upaya klarifikasi SAYA di kantor tempat SAYA bekerja di HARIAN KOMPAS. SAYA tentu keberatan memberikan klarifikasi jika tuduhan yang dialamatkan kepada saya hanya secara lisan atau lebih tepat disebut curhat yang kemudian terbukti berubah-ubah, mulai dari pemerasan, meminta uang Rp 400 juta, melakukan pemaksaan meminta jatah saham, sampai ke penggunaan hak istimewa.

Dengan demikian, SAYA menduga ada sesuatu dibalik tuduhan-tuduhan itu kepada sejumlah jurnalis, termasuk SAYA yang selama ini dipersepsikan sebagaisekelompok wartawan yang melakukan pemerasan, tekanan, meminta jatah saham, serta membuat berita yang tidak berimbang dan proposional, dengan hanya berdasarkan pada “CURHAT” HENNY LESTARI. Apa yang dituduhkan kepada SAYA menjadi tidak jelas. DEWAN PERS dan HENNY bahkan terkesan mencari-cari kesalahan SAYA. Ataukah sejak awal saya dikondisikan HARUS BERSALAH?

Pertanyaan berikutnya adalah, ada apa denganDEWAN PERS yang terkesan terburu-buru menghakimi dan mengeksekusiSAYAtanpa pernah memeriksa bahkan membaca tulisan-tulisan SAYA yang diterbitkan KOMPAS, seputar IPO saham PT Krakatau Steel Tbk, apakah telah melanggar prinsip-prinsip dan kode etik jurnalistik.

Saat dikonfrontasi dengan HENNY pada 24 November 2010, SAYA beberapa kali bertanya kepada UNI LUBIS, AGUS SUDIBYO, dan BEKTI NUGROHO, apakah mereka sebagai Anggota DEWAN PERS telah membaca tulisan-tulisan saya yang diterbitkan KOMPAS, seputar IPO saham PT Krakatau Steel Tbk? Saat itu, tidak satupun dari mereka yang menjawab YA.

Hingga saat ini, konfrontasi SAYA dengan HENNY LESTARI, belum tuntas dilakukan DEWAN PERS. Klarifikasi data yang SAYA miliki juga belum sepenuhnya dilakukan DEWAN PERS. Proses konfrontasi dan klarifikasi SAYA dengan HENNY LESTARI, berakhir pada 24 November 2010, karena yang bersangkutan meninggalkan ruang konfrontasi saat saya bertanya “Apakah Mbak HENNY pernah menyatakan niat kepada saya untuk membeli saham Krakatau Steel dan mengajak saya untuk ikut membeli? Namun HENNY LESTARI tidak menjawab.

Ketika HENNY LESTARI meninggalkan ruang konfrontasi, SAYA sempat meminta agar dia tidak pergi begitu saja karena saya masih memiliki 18 pertanyaan lagi yang bisa menjadi petunjuk dan bukti, apakah HENNY yangBERUSAHA MENYUAP SAYA atau SAYA yang melakukan pemerasan/meminta jatah saham Krakatau Steel?

DEWAN PERS juga tidak berupaya menahan kepergian HENNY LESTARI dari ruang konfrontasi, sehingga konfrontasi antara SAYA dan HENNY LESTARY berakhir begitu saja tanpa kejelasan. Saat itu yang hadir di ruang konfrontasi adalah tiga anggota DEWAN PERS, yakni BEKTI NUGROHO, UNI LUBIS dan AGUS SUDIBYO, serta SAYA dan didampingi pimpinan HARIAN KOMPAS. Ketua DEWAN PERS, Bagir Manan tidak pernah hadir saat konfrontasi, baik pada 23 November 2010 maupun 24 November 2010.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun