Sudah jelaskan kan, dari katanya saja ada huruf De-Â berarti berkebalikan dengan motivasi itu sendiri. De-motivasi, berarti kehilangan motivasi, lagi-lagi kita harus membenahi kembali kenapa bisa kehilangan semangat. Ya, semangat beraktivitas. Baik itu kehilangan semangat untuk mengejar ranking akademis, kehilangan untuk beraktivitas bekerja, atau bahkan kehilangan mengejar karir impian.Â
Bangun pagi rasanya berat sekali, terasa malas ketika harus melakukan aktivitas, untuk mencoba merasakannya saja kehilangan antusias. Seperti robot saja, pagi ketemu malam, malam bertemu pagi. Begitu saja terus, tapi tetap perlu diapresiasi juga karena sudah mau bertahan meskipun terasa begitu berat dan sangat menjemukan!Â
Padahal mungkin sebenarnya, aktivitas ini adalah rangkaian jalan menuju apa yang dicita-citakan, dan mungkin awalnya merasa "panggilan hidup" Atau passion. Eh, ternyata kenyataan tetap kenyataan, perkiraan tetap perkiraan. Kenyataan dan perkiraan tidak sejalan, bertolak belakang, bahkan gontok-gontokan. Berhubungan tapi berlawanan arah. Layaknya, dua sisi mata uang.Â
Awal-awalnya sih, semangat menggebu-gebu dengan merangkai target. Baik itu memupuknya dalam pikiran dan ingatan, dan ada juga menuliskan dalam secarik kertas (biar terus mengingatnya, agar tidak lupa). Kehilangan untuk semangat beraktivitas, memang cukup mengganggu, dan akan bertanya kembali kedalam diri, "sebenarnya saya kenapa sih, nggak punya semangat lagi. Bukannya yang paling baik itu harus semangat, agar apa yang ditargetkan akan menghasilkan hasil yang baik juga."
Kehilangan arah, mulai menjangkit. Kemungkinan hal itu terjadi karena stress berkepanjangan, pada akhirnya menjadi burnout. Kayaknya sudah bisa merasakan nafas saja, sudah syukur alhamdulillah. Tappi Kalau sudah stress begini, apa sebenarnya yang perlu dilakukan? Itulah pikiran yang terlintas di dalam benak.Â
Mencoba mencari jawaban dari demotivasi
Memaksakan diri untuk menjalankan aktivitas adalah bentuk pertanggungjawaban juga lho, terhadap tugas yang diemban. Mungkin inilah, suatu bentuk seni "bertahan hidup", yang tidak kita sadari. Namun, kita perlu juga untuk mencari tahu kenapa, kok bisa kita kehilangan antusias pada " Panggilan hidup" Ini. Mungkin tanpa kita sadari, ada hal yang tidak beres yang terjadi, sehingga tubuh merespon tantangan tersebut dengan nge-freeze.
Demotivasi ini kalau dibiar secara terus-menerus, akan membahayakan produktivitas itu sendiri. Maka penting untuk bisa mengetahui, mengapa kita kehilangan arah untuk antusias dalam mengejar produktivitas.
Mungkin kita ingin hasilnya Perfect
 Kita kadang ingin hasil yang baik dengan semangat yang membara agar optimal. Padahal kita sebenarnya tidak bisa memperkirakan, jalan seperti, hambatan seperti apa, yang akan dilalui. Sibuk membuat skenario, sehingga kita malah kehilangan kesempatan yang ada didepan mata. Ingat, tidak ada kepastian, yang ada hanya "ketidakpastian".
Paling baik ya itu terus menjalankan, walaupun kita tidak tahu hasilnya akan seperti apa. Inilah cikal-bakal dari sikap perfeksionis, tidak ada yang salah untuk membuat target yang gemilang. Tapi, kita perlu menempatkan kapan harus bersikap perfeksionis, kapan tidak perlu perfeksionis.
Mungkin kita merasa tidak konsisten
Konsisten ya, satu kata yang sering diucapkan para motivator untuk terus bisa mengejar impian. Konsisten tidak ada yang ketinggalan satu jam bahkan menit pun. Misalkan begini, saya menargetkan membaca 1 buku self-help/hari agar bisa merubah kebiasaan saya yang suka telat ini. Target membaca ini cukup saya terapkan dalam 1 minggu dulu, syukur-syukur bisa setahun.
Namun ternyata dalam 1 minggu, saya baru mampu membacanya dalam 5 hari. Tentunya, ini bukan tanpa alasan. Karena ada tugas utama yang wajib dikerjakan ditambah lagi dengan tantangan eksternal yang tidak bisa saya duga sebelumnya. Berarti saya tidak konsisten ini, "gimana ini?nanti saya tidak bisa sesuai target! "
Sudah, sudah. Jangan berkecil hati terlalu dalam. Meskipun merasa ada yang tertinggal dua hari ini dan sudah terlanjur juga. Konsisten ini tidak harus selalu full juga kok, karena dari 7 hari ini lebih banyak yang dikerjakan juga, dari pada yang tertinggal. Karena menurut James Clear, yang merupakan psikolog Amerika Serikat, "setiap orang melakukan konsistensi secara berbeda-beda. "
Mungkin kita merasa tidak ada chemistry dengan lingkungan
Sadar, tidak sadar. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap motivasi dalam diri. Kemungkinan chemistry antara kita dengan lingkungan tidak berjalan dengan baik. Seperti ketika kita akan mencoba mengemukakan pendapat kita "yang dirasa berbeda", kita malah tidak untuk mengemukakan nya, karena mencoba untuk " Setuju", padahal kita tidak setuju sama sekali. Sehingga kita merasa tidak diperdulikan, opini kita ini.
Tidak ada supportifitas, yang terjalin antara kita dengan lingkungan. Sehingga tidak ada ruang sedikitpun untuk merasa sedikit saja rasa nyaman. Seperti kasus, pada sesama rekan kerja yang toksik dan atasan yang otoriter. Akibatnya akan timbul rasa jenuh hingga stressberkepanjangan, yang mengganggu aktifitas.
Demotivasi merupakan hal yang bisa saja terjadi untuk dialami. Namun dibiarkan secara berlarut-larut akan mempengaruhi produktivitas sehingga perlu menanganinya secara baik. Memberikan waktu luang, bisa menjadi pilihan yang menarik untuk menangani masalah demotivasi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H