Sebagai orang yang cukup lama menganggur, saya agak merasa nyesek juga dengan nasib yang saya alami. Waktu kemarin saya kuliah, sebenarnya ngapain saja ya? Hmmm....... Oh, iya ternyata memang orangnya kurang koneksi dengan orang lain. Â Â
Setelah dipikir-pikir kebanyakan orang lain mendapatkan pekerjaan karena punya koneksi dengan yang bersangkutan. Oke, setiap orang memiliki rezeki masing-masing, privilege masing-masing, menggerutu terus-menerus sudah saya lakukan. Dan kalau kelamaan menggerutu sebenernya, apa yang saya dapatkan? Ya, saya tidak mendapatkan apa-apa. Ya, saya tidak mendapatkan capaian yang diinginkan karena terlalu lama melihat faktor eksternal.Â
Kalau dipikir-pikir lagi, saya ternyata kemarin masih mencari jati diri. Saya merasa, waktu sekolah kemarin banyak lika-liku yang saya alami. Mungkin orang lain melihat saya, sebagai pribadi yang lempeng-lempeng saja menjalankan hidup. Tapi, saya merasa naik-turun, layaknya naik roller coaster yang kencang, memicu adernalin dalam tubuh.Â
Adrenalin pemicu stres dalam tubuh. Kadang ada pikirkan ingin menyumbat hormon adrenalin, tapi tidak bisa. Orang hormon adernalin bekerja secara impulsif, yang tidak bisa diatur oleh pikiran saya sendiri.
Apakah saya harus mencintai nasib saya, yang tidak sesuai harapan itu dengan istilah amor fati. "Mencintai takdir seburuk apa pun takdirmu". Itulah kata yang diucapkan Nietzsche filsuf kenamaan.Â
Saya harus mencari jalan saya sendiri. Saya perlu menentukan rezeki dengan segenap daya upaya yang saya miliki dan saya kerahkan. Saya membuka internet, baik itu socmed maupun googling setiap jamnya, baik itu untuk nyari pekerjaan maupun membuang waktu yang tidak perlu. Sampai jari tangan merasa linu. Saya mencari tahu bagaimana saya bisa mendapatkan cuan yang saya butuhkan itu. Hingga akhirnya saya menemukan ide bahwa jika ingin mendapatkan uang, perlu dua alat tukar ini, yakni waktu dan ilmu.Â
Coba yuk maksimalkan tiga alat tukar ini sebaik mungkin.
Saya seorang yang memiliki banyak waktu luang. Saya memiliki energi yang cukup besar karena yah saya memang masuk kategori angkatan kerja berusia produktif. Namun, sayangnya saya tidak memiliki uang. Mungkin kalau menurut kategori yang diterapkan oleh BPS melalui pembaharuan data yang disampaikan pada tanggal 17 Juli 2023, pendapatan di bawah Rp 600.000,- per bulan itu sudah dikategorikan sebagai orang miskin.Â
Untungnya saya tinggal di rumah, jadi ditanggung oleh orang tua. Bukan untung sih, tapi buntung.Â